Sekuel SEKRETARIS KESAYANGAN
~
Meira pikir, setelah direktur marketing di perusahaan tempat dia bekerja digantikan oleh orang lain, hidupnya bisa aman. Meira tak lagi harus berhadapan dengan lelaki tua yang cerewet dan suka berbicara dengan nada tinggi.
Kabar baik datang, ketika bos baru ternyata masih sangat muda, dan tampan. Tapi kenyataannya, lelaki bernama Darel Arsenio itu lebih menyebalkan, ditambah pelit kata-kata. Sekalinya bicara, pasti menyakitkan. Entah punya masalah hidup apa direktur baru mereka saat ini. Hingga Meira harus melebarkan rasa sabarnya seluas mungkin ketika menghadapinya.
Semakin hari, Meira semakin kewalahan menghadapi sikap El yang cukup aneh dan arogan. Saat mengetahui ternyata El adalah pria single, terlintas ide gila di kepala gadis itu untuk mencoba menggoda bos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karena First kiss ku, ada di kamu
Meira sangat berharap bahwa Darel masih dalam pengaruh alkohol dan ucapannya barusan tidak bisa dipegang, layaknya orang mabuk yang ngelantur. Besar harapan Meira bahwa lelaki itu sedang bercanda, dan tidak serius dengan ucapannya.
“Bapak… Ibu, saya yakin Pak Darel masih dalam pengaruh alkohol, iya kan Pak?” Meira mengambil langkah, mendekat pada Darel yang sudah mengenakan pakaiannya lengkap.
“Aku sadar Meira, sepenuhnya sadar. Makasih bunda dan Ayah udah repot-repot jemput aku ke sini. Aku kebingungan, nggak tau cara pulang, terpaksa nginap di kos Meira.” Darel beralasan, masih dengan rasa yang tak bersalah sama sekali. Lalu dia melangkah menuju pintu mendahului kedua orang tuanya.
“Pak… Bu…” Meira masih memohon dan dia tidak segan-segan meraih tangan Inayah. “Mohon batalkan rencana pernikahan ini, ya?”
Inayah menatap iba pada gadis ini, meski kesal, tapi dia yakin Meira adalah gadis baik-baik.
“Alasannya?” satu pertanyaan dari Inayah, dia juga berkerut kening, menunggu jawaban Meira.
“Saya belum pantas menikah, saya masih punya tanggungan membiayai ibu dan sekolah adik saya di kampung,” ucap Meira hati-hati.
“Itu bukan alasan, Meira. Jangan pikirkan hal-hal kecil begitu, kita bisa atasi bersama—“
“Tapi, Pak… saya nggak bisa masak, belum pantas jadi istri, jadi menantu.” Meira langsung memotong kalimat Ibra.
“Apapun alasan kamu, semuanya bisa di perbaiki, dan kita atasi seiring berjalannya waktu. Jujur, kalian berdua udah merusak kepercayaan saya. Saya takut, Darel, anak kesayangan saya terjerumus dalam dosa. Kalian akan sering bersama-sama ke depannya meski itu adalah urusan pekerjaan. Jadi, ada baiknya kalian menikah, apalagi sama-sama single.” Inayah berucap panjang lebar memberi pengertian pada Meira yang sudah dia nobatkan sebagai calon menantu.
“Tapi, kami benar-benar nggak ngapa-ngapain Bu, saya bersumpah. Pak Darel cuma numpang tidur. Dan bagaimanapun, saya masih punya keluarga, Bu. Nggak mungkin saya melewati restu dari ibu saya, gimana kalau beliau nggak setuju?” kini Meira ingin bicara dari hati ke hati, bersikap baik dan sabar. Berharap ada keajaiban dari dua orang tua di hadapannya, agar merubah semua rencana dan menarik kembali ucapannya.
“Atas dasar apa ibu kamu nggak setuju, kalau aku jadi suami anaknya, hah?” Darel yang sempat keluar dari kamar Meira, kini muncul lagi. Dia berbicara masih dengan nadanya yang sedikit angkuh, membuat Meira semakin yakin bahwa dia bukanlah calon suami yang baik, alias suami idaman.
“Karena beliau nggak kenal sama Pak Darel!” sahut Meira tak kalah sewot. “Ibu mana sih yang mau, anaknya salah pilih suami?!” tanya Meira lagi, tatapannya pada Darel seakan mengajak lelaki itu bertengkar.
“Salah pilih suami? kamu nggak tau aku ini idaman banyak wanita?!” Darel membulatkan matanya, melangkah mendekati Meira.
“Udah… udah, kenapa kalian malah bertengkar? kalau begini, sepertinya kalian memang nggak ada kecocokan?” Ibra menenangkan keduanya, melihat perdebatan mereka, dia jadi ragu memaksa mereka untuk menikah.
“Kalau kamu mau minta restu, biar kita datang melamar secara resmi. Kamu setuju?” kali ini, Inayah yang bersuara, sembari meminta persetujuan pada anaknya.
“Iya, boleh. Supaya ibu kamu tau gimana tampannya calon menantu.” ucap Darel dengan penuh rasa bangga.
Pletak
Seketika kening Darel disentil oleh ayahnya. “Nggak usah sok ganteng kamu, belum tentu juga Meira mau sama kamu!”
“Duh…” Darel mengaduh, sambil mengusap keningnya sendiri.
“Saya memang nggak mau, Pak.” tegas Meira.
“Eh nggak bisa begitu, harusnya kamu nggak punya alasan untuk menolak anak saya, dia kurang apa sih?” Inayah jelas-jelas membela anak ganteng kesayangannya, dan yang dibela semakin besar kepala.
“Kurang akhlak—“ Meira berucap pelan, dia keceplosan, namun sayang semuanya sudah mendengar ucapannya.
“Hah? sembarangan ya kamu kalau ngomong, mau bukti kalau aku ini cowok idaman?” Darel semakin tertantang untuk berdebat dengan Meira.
Meira hanya diam dan menundukkan pandangan.
Inayah yang tetap bersikeras ingin mereka menikah, sepertinya harus mengeluarkan sebuah jurus ampuh yang akan berhasil membuat Meira luluh dan menurut. “Eum, tadi, kamu takut kan, kalau dipecat dari perusahaan?” tanya Inayah, nada bicaranya terdengar lembut, namun penuh penekanan.
Meira mengangguk tanpa berani menatap, percayalah, dia sangat merasa terintimidasi saat ini oleh satu keluarga aneh, ya menurutnya yang waras hanya Ibra. “Saya masih sangat mau dan butuh bekerja di sana, Bu.” jawabnya dengan nada pelan.
“Nah kalau begitu, ikuti aturan yang saya buat. Kamu, bekerja dengan anak saya, sehari-harinya, dengan anak saya, dia laki-laki dan kamu perempuan. Kamu cantik dan menarik, anak saya lelaki normal yang mungkin bisa saja tergoda sama kamu, jadi siapkan dihalalkan oleh Darel?”
Meira merasa terancam dan diancam, karirnya yang sedang cemerlang harus hilang begitu saja? tapi, demi karir, dia harus menikahi lelaki aneh sok ganteng di hadapannya ini?
“Oke, kalau gitu, kita akan lakukan layaknya lamaran normal. Aku akan meminta kamu dengan ibu kamu secara baik-baik, dan secara resmi. Supaya ibu kamu setuju, kamu bisa jelaskan kalau kita udah kenal lama dan udah menjalin hubungan.” Darel memberikan penawaran, Meira mengangkat kepalanya sejenak untuk menatap lelaki itu.
“Boleh kita ngobrol berdua aja, sebentar?” pinta Meira penuh harap, dengan tatapan memohon. Membuat lelaki yang ditatapnya semakin gemas, dan ingin segera memiliki tatapan itu, hanya untuknya.
“Di sini aja. Kamu tinggal ngomong, nggak perlu ada rahasia-rahasiaan,” sahut Inayah.
Meira mengambil napas dalam, kenapa hidupnya jadi rumit begini. “Pak Darel, saya mau tanya, kenapa Bapak langsung menyetujui pernikahan ini? padahal kita baru kenal?”
“Karena aku suka kamu, dan kamu juga orang yang membuat bibirku nggak perjaka lagi. First kissku ada di kamu, dan aku mau kamu adalah orang yang pertama dan terakhir merasakan bibir ini."
Pengakuan Darel yang membuat semuanya tercengang, termasuk Meira yang pipinya mendadak panas.
Malu-maluin! mesti banget itu di bahas di depan orang tua? apa? dia bilang, suka? gerutu Meira dalam hati.
“Nah kan, kalian udah berani first kiss. Nanti apa lagi? pegang-pegang, sentuh-sentuh, terus tanam benih?! udah deh, pernikahan ini, harus disegerakan. Titik!” Inayah menegaskan, tanpa ingin di bantah. “Besok kita temui ibu kamu!” ucapnya lagi, mengambil keputusan dari masalah ini.
"Ibu saya jauh, nggak ada di sini."
"Di mana?" tanya Inayah dan Ibra bersamaan.
"Di Magelang," sahut Meira. "Jauh, kan, Pak? Bu?" dia meyakinkan dua orang tua di hadapannya.
"Jauh itu kalau di kutub utara atau kutub selatan, jangan banyak alasan kamu, Meira!" tegas Darel, lalu dia tertawa penuh kemenangan.
🤪
Jadi nikah nggak yaaaa