Hai pembaca!
Kali ini, saya akan membawa Anda ke dalam sebuah kisah yang terinspirasi dari kejadian nyata, namun dengan sentuhan kreativitas yang membuatnya semakin menarik. Simaklah cerita tentang Halimah, seorang wanita yang terjebak dalam badai cinta, kekerasan, dan teror yang mengancam jiwa.
Semuanya bermula ketika Halimah bertemu dengan seorang pria misterius di media sosial. Percakapan mereka berlanjut ke chat pribadi, dan tak disangka, suami Halimah menemukan bukti tersebut. Pertengkaran hebat pun terjadi, dan Halimah dituduh berselingkuh oleh suaminya.
Halimah harus menghadapi cacian dan hinaan dari keluarga dan tetangga, yang membuatnya semakin rapuh. Namun, itu belum cukup. Ia juga menerima teror dan ancaman, bahkan dari makhluk gaib yang membuatnya hidup dalam ketakutan.
Bagaimana Halimah menghadapi badai yang menghantamnya? Apakah ia mampu bertahan dan menemukan kekuatan untuk melawan? Ikuti kisahnya dan temukan jawabannya. Jangan lewatkan kelanjutan cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DODIAKSU 33
"Baiklah, aku akan pergi untuk sementara waktu, tapi jangan salah, Halimah, aku belum akan membiarkan kamu menjalin hubungan dengan lelaki itu!" Anton mengancam dengan nada suara yang keras.
Aleric langsung menaikkan kedua alisnya, matanya menyala dengan kemarahan. Ia dengan cepat mendekat ke arah Halimah, melindunginya dari kemungkinan Anton melakukan kekerasan.
"Terserah kamu, Mas Anton," jawab Halimah dengan nada kesal dan tak peduli.
"Aku tidak akan terpengaruh oleh ancamanmu. Aku tahu apa yang aku inginkan, dan aku tidak akan membiarkanmu mengendalikanku!"
Dengan wajah yang terlihat kesal dan marah, Anton berjalan menuju motornya yang terparkir di depan rumah Halimah.
"Mas, kita mau kemana?" tanya Ariyani dengan nada penasaran.
Anton berhenti dan berbalik, matanya masih menyala dengan kemarahan. "Kita pulang, apa lagi yang ingin kamu lakukan di sini?" jawabnya dengan nada kesal.
Ariyani terlihat bingung. "Tapi, katanya kita mau mengambil barang-barang yang masih ada di rumah Halimah, Mas?"
Anton menghela napas, terlihat tidak sabar. "Aku sudah tidak ingin tahu tentang itu. Ayo, kita pulang!"
Ariyani mengangkat bahu, terlihat kesal dengan sikap Anton yang tidak jelas. "Kamu ini gimana, sih, Mas? tadi katanya mau ambil beberapa barangmu yang ada di rumah itu. Tapi setelah tau Halimah sedang bersama lelaki lain kamu malah marah gak jelas. " katanya dengan nada kesal sebelum berjalan meninggalkan Anton yang masih berdiri di tempat parkir.
Tujuan awal Anton datang ke rumah Halimah adalah untuk mengambil harta benda yang menurutnya adalah miliknya, didorong oleh bujukan Ariyani yang terus-menerus. Namun, rencana itu berubah menjadi keinginan untuk membalas dendam ketika Anton mengetahui bahwa Halimah tidak berada di rumah dan telah pergi bersama Aleric.
Kemarahan Anton memuncak, dan ia memanggil Rt dan beberapa orang lain untuk membuat Halimah malu. Namun, hasilnya tidak seperti yang ia harapkan. Anton malah mendengar kabar yang tak terduga: Halimah akan menikah lagi.
Berita itu membuat Anton marah dan terluka. Sejatinya, ia masih menyimpan perasaan cinta terhadap Halimah, dan kini, penampilannya yang sangat cantik dan menarik membuatnya semakin sulit untuk melupakan.
Meskipun Halimah berhasil mengusir Anton, hatinya tetap terluka oleh perlakuan yang tidak bermartabat itu. Perasaannya benar-benar sakit dan hancur. Namun, ia ingat akan nasihat Anha untuk selalu mengadukan keluh kesahnya kepada Allah, Sang Pemberi Hidup.
Malam itu, Halimah memulai kewajibannya sebagai seorang muslim dengan mengambil air wudhu dan melakukan solat malam. Dengan hati yang tulus, ia mengadukan semua keluh kesahnya kepada Sang Pencipta, memohon keadilan dan kekuatan untuk melalui cobaan ini.
Kini, Halimah berusaha untuk solat lima waktu, menyadari bahwa mungkin semua itu adalah teguran dari Sang Maha Pencipta. Di setiap akhir sujudnya, Halimah selalu meminta keadilan pada Allah, agar Allah menghukum setiap orang yang telah menyakitinya. Dengan demikian, Halimah menumpahkan segala kekesalannya dan mengadukannya pada Allah, mempercayakan bahwa Allah akan memberikan keadilan yang seadil-adilnya.
Sore itu, Aleric memiliki rencana penting. Ia ingin meminta izin Rafa, anak Halimah, untuk menikahi ibunya. Rafa, yang sudah mengetahui rencana Aleric dari ibunya, sengaja tidak mengambil penumpang sore itu atas permintaan mamanya. Ia menunggu kedatangan Aleric dengan hati yang berdebar.
Kedua orang tua Halimah juga sudah berada di rumah, menunggu momen penting ini. Rafa sebenarnya sudah setuju dengan rencana Aleric, namun Aleric ingin meminta restu Rafa secara langsung sebagai tanda hormat.
Aleric tiba di depan rumah Halimah dengan mobil Honda HR-V marun yang elegan. Ia menarik napas panjang, berusaha untuk menghilangkan rasa gugup yang menghantui hatinya. Meskipun ia sudah pernah menikah, namun kali ini ia merasa lebih nervous, terutama karena ia harus meminta izin pada Rafa, anak Halimah yang ia sayangi. Dengan hati yang berdebar, Aleric mempersiapkan diri untuk menghadapi momen penting ini.
"Assalamu'alaikum," ucap Aleric dengan sopan.
"Waalaikumsalam," jawab Halimah dan Rafa secara bersamaan.
Halimah segera menyambut Aleric di depan pintu dan memintanya masuk ke dalam rumah. Rafa, yang baru keluar dari kamarnya, segera menghampiri Aleric dan ibunya di ruang tamu.
Aleric menatap Rafa dengan senyum, "Jadi kamu tidak bekerja hari ini, Rafa?" tanyanya berbasa-basi.
Rafa tersenyum, "Tidak, Om. Aku sengaja menunggu Om Aleric."
Suasana yang tegang mulai cair saat Rafa menerima Aleric dengan baik. Mereka segera duduk di ruang tamu bersama kedua orang tua Halimah. Aleric duduk di samping Halimah, berhadapan dengan kedua orang tuanya dan Rafa.
Dengan napas yang dalam, Aleric memulai, "Pak, Bu, Rafa, saya datang kesini dengan niat yang tulus. Saya ingin meminta izin untuk menikahi Halimah. Insya Allah, saya akan menjaga dan melindunginya dengan segenap jiwa saya." Aleric berbicara dengan sedikit gugup, namun dengan ketulusan yang jelas.
Aleric menatap Rafa dengan senyuman tulus, "Rafa, bolehkah aku menikah dengan ibumu dan menjadi teman sejati baginya hingga tua nanti? Jika kamu belum bisa menganggapku sebagai ayah tirimu, kamu bisa menganggapku sebagai temanmu yang selalu ada untukmu."
Wajah Rafa, Halimah, dan kedua orang tuanya terlihat cerah dengan senyuman, merasakan kebahagiaan dan kesenangan atas tujuan Aleric.
Rafa menatap Aleric dengan mata yang serius, "Tentu saja, Om. Tapi, Om harus berjanji tidak akan pernah menyakiti Mama. Jika Om melanggar janji itu, Om akan berhadapan dengan aku." Suara Rafa terdengar tegas, menunjukkan bahwa ia sangat protektif terhadap ibunya.
Aleric tersenyum dan mengangguk, "Tenang saja, Nak. Om akan menjaga ibumu dengan baik dan selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuknya. Om akan menjadi pelindung dan sahabat yang baik untuk ibumu."
Kedua orang tua Halimah tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka. Mereka telah lama menginginkan anaknya memiliki sandaran dan teman hidup yang dapat memberikan kebahagiaan dan perlindungan. Mereka melihat Aleric sebagai jawaban dari doa mereka, dan mereka sangat bersyukur.
"Amin, semoga Allah memberkahi pernikahan kalian berdua," ucap ibu Halimah dengan suara yang bergetar dengan emosi.
Ayah Halimah juga mengangguk dengan senyum, "Kami percaya bahwa Aleric adalah pilihan yang tepat untuk anak kami. Kami berharap kalian berdua dapat memiliki kehidupan yang bahagia dan penuh keberkahan."
Suasana di ruang tamu menjadi semakin hangat dan bahagia, dengan semua orang tersenyum dan berbagi kebahagiaan. Halimah dan Aleric saling menatap dengan mata yang berbinar dengan kebahagiaan, mengetahui bahwa mereka telah mendapatkan restu dan dukungan dari orang-orang yang mereka cintai.
Setelah berpamitan dengan Aleric, kedua orang tua Halimah juga memutuskan untuk pulang, meninggalkan Halimah dan Rafa sendirian di rumah. Halimah segera masuk ke kamar, merasa lelah setelah hari yang panjang. Sebelum tidur, ia tidak lupa untuk mengambil air wudhu dan melakukan solat Isyak, memohon perlindungan dan kebahagiaan dari Allah.
Setelah selesai solat, Halimah merasa lebih tenang dan siap untuk beristirahat. Ia membaringkan diri di tempat tidur, merasa lelah dan mengantuk. Namun, ketika ia sudah terlelap, tiba-tiba suara klakson mobil Rafa memecahkan kesunyian malam, membuat Halimah terbangun dengan kaget.
Halimah melihat jam dan terkejut melihat bahwa sudah pukul 1 malam. Ia merasa khawatir, apa yang terjadi. Untuk apa Rafa membunyikan klakson mobilnya malam-malam begini.