Lelaki yang sangat ingin kuhindari justru menjadi suamiku?
•••
Kematian Devano dan pernikahan kedua sang Papa, membuat kehidupan Diandra Gautama Putri berubah. Penderitaannya bertambah ketika tiba-tiba menikah dengan laki-laki yang membencinya. Kaiser Blue Maverick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tiatricky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
Diandra menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis itu melihat betapa kacau penampilannya. "Mama..hiks. Aku kangen Mama. "
"Woi! Cepetan gantian!." Kaiser menyentak di luar kamar mandi.
Dengan segera Diandra mengganti pakaiannya agar lebih nyaman. Sementara itu, Kaiser asyik dengan ponselnya dengan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tangannya sibuk bergerak.
"Gue duluan bro!." Alaska berujar heboh di seberang sana.
"Jangan sampe masuk, bos!." Rival menyahut di seberang sana.
"Oh, no. Kita kalah deh! ." Kali ini suara Elang. Laki-laki itu terdengar mendengus.
Ceklek
Laki-laki itu menoleh dan terdiam sejenak. Memandangi gadis itu dalam diam tanpa berkedip.
Diandra menoleh kearah Kaiser. Dia mengernyitkan dahi. "Kamu kenapa melihatku seperti itu? Ad—."
Grap
Kaiser mencekal tangan Diandra. Laki-laki itu memandang sang istri dari atas sampai bawah. "Hahaha Lo pantes nya jadi pelayan aja. Kaos apaan ini? Jelek banget dah. "
Gadis itu menghela nafas berat. Dia tersenyum miris. Hanya mengenakan kaos oblong yang tampak kekuningan dan celana selutut robek. "Benar seperti yang kamu katakan. Baju ini jelek sekali seperti sikapmu. "
"Lo—."
Tok tok tok
Ucapan Kaiser terhenti. Diandra pun segera membukanya. Terlihat seorang wanita paruh baya di depannya. "Ada apa Bun?."
"Ikut Bunda yuk!." Selena meraih tangan Diandra dengan lembut.
Gadis itu hanya mengangguk kepala dengan tersenyum tipis. Hangat. Seperti pegangan Mama dulu.
Sementara lelaki itu terlihat kecewa. "Belum juga gue main sama cewek killer itu. "
•••
"Eh? Ini beneran buat aku semua?." Diandra terkejut melihat ada banyaknya pakaian yang diberikan mertua untuknya. Matanya berkaca-kaca.
Wanita itu mengangguk kepala. Mengusap lengan menantunya dengan senyuman manis. "Iya, ini semua buat kamu. "
"Ta tapi ini kebanyakan Bun. " Wajahnya tidak enak hati.
Selena terkekeh geli lalu menggelengkan kepalanya. "Enggak juga. Ini sedikit bagi Bunda."
Ya Tuhan, terima kasih telah mendatangkan mertua yang baik untuk saya. Diandra terisak melihatnya.
"Hiks, Bunda seperti Mamaku dulu. "
Selena pun tersenyum dan memeluk menantunya dengan erat. Kamu pasti menderita setelah tinggal bersama dengan wanita ular itu. Dia pembawa sial juga anaknya.
Beberapa detik kemudian pelukan mereka terlepas.
"Kamu pakai gaun musim panas ini ya. " Selena mengambil salah satu gaun selutut berwarna biru langit dengan motif dedaunan.
Diandra mengangguk kepala. Dia menatap almari pakaian yang terlihat penuh dan lengkap. Saat tahun baru saja Ayah tidak pernah membelikan pakaian baru untukku. Kenapa orang yang bukan orang tua kandungku sendiri yang membelikannya?
"Kok melamun. "
Diandra menggelengkan kepalanya dan mengusap airmata dengan telapak tangan. "A aku ganti dulu ya, Bun. "
Selena mengangguk kepala tersenyum. "Kalau ukurannya kelebihan, bilang saja ke Bunda. "
•••
"Tumben killer itu nggak masuk kelas. " Indar berujar sambil menikmati makan siangnya.
Fida dan Liora menoleh kearah meja Diandra berada.
"Positive thinking aja. Mungkin ngejalang!." Fida bercelatuk dengan sengaja.
"Atau enggak, bunuh orang lagi. Cewek psikopat itu mah. " Liora menimpali sembari tertawa.
Indar tersenyum miring melihat Kiara yang tengah membaca buku. "Kasihan banget sih Lo duduk di belakang terus sendirian lagi. Kangen Bestie Lo ya?.".
Fida dan Liora seketika menoleh dan tersenyum.
"Aduh, kalian berdua emang cocok banget sahabatan. Yang satu pembunuh, yang satunya lagi anak pungut!." Liora berujar terkekeh.
"Wuanjirr, parah banget. Kita bully yuk! Tangan gue gatel nih!." Fida merenggangkan otot-ototnya.
Kiara menoleh dan tersenyum miring. Menaruh bukunya kemudian menopang dagu dengan kedua tangannya. "Dari pada gue, lebih parah Lo berdua. Masuk kelas unggulan kok curang. Kalau goblok, goblok aja. Masuk kelas unggulan jalur korupsi bangga. Cih!."
Ketiga gadis itu mendelik mendengarnya.
Brak
"Jaga ucapan Lo! Gue gak pernah curang. Gue emang ditakdirkan masuk kelas unggulan. Gue bukan Lo anak pungut!." Indar tersulut emosi.
"Minta dibully beneran. " Fida mengompori.
"Lo sendirian sekarang. Nggak ada yang bakal belain Lo. " Liora ikut emosi.
Kiara menatap datar ketiga gadis itu. Lalu tersenyum miring. "Terus kenapa Lo emosi sama ucapan gue? Kalau ucapan gue salah, harusnya Lo gak emosi. Tapi kenyataannya apa?."
Indar pun turun dari meja dan langsung mendekati meja Kiara. "Lo bukan siapa-siapa di sini. Nggak sok jagoan Lo. Ingat! Lo cuma anak pungut. Nggak lebih dari itu. "
Kring
"Ya... emang kenapa? Setidaknya nggak bebanin orang tua. Gue bukan Lo brengsek!." Ketus Kiara.
"Selamat siang semuanya!."
•••
Krisna berjalan santai menuju kearah kebun belakang rumah. Langkahnya terhenti saat melihat adiknya tampak diam di tempat. Penasaran. Dia pun menatap mata Kaiser lalu tersenyum tipis.
"Kenapa? Cewek yang Lo sebut killer itu cantik ya? Bodynya juga ideal. Gak gepeng kaya peyek. Siapa itu pacar Lo? Panuan? Panir? . "
Kaiser memutar bola matanya jengah. "Dih! Kepedean banget Lo. Gue lagi lihatin Bunda. Ngapain cewek killer itu?."
Krisna menggelengkan kepalanya. Merangkul pundak adiknya yang lebih tinggi darinya. "Selain badan Lo tinggi, ego Lo juga tinggi. Suka? Bilang aja."
"Cih!."
"Aw!."
"Nona nggak papa? Sini biar saya kerjakan saja. " Wanita dengan wajah sedikit keriput khawatir pada nona muda yang baru.
Diandra menggelengkan kepalanya tersenyum. "Jangan khawatirkan aku mbok. Aku ceroboh sedikit. "
Mbok pun mengangguk kepala mengerti. "Jika nona kenapa-napa, bilang saya saja. "
"Bunda ingat sekali dulu Bunda anak manja. " Selena memulai ceritanya.
"Anak manja?." Diandra bertanya dan menghentikan aktivitasnya.
Wanita itu mengangguk kepala. Berhenti mencabut sayuran kemudian menatap lurus kearah tanaman. "Saat mengenal Mamamu, Bunda jadi bisa berkebun dan mengandalkan diri sendiri selama bisa. "
Diandra terkejut mendengarnya. Tidak dapat disembunyikan wajah penasarannya. "Bunda kenal sama Mamaku?."
Selena mengangguk kepala. Dia menghela nafas berat. "Benar. Mama kamu itu disebut OSIS galak banget. Papa kamu yang dulunya dijuluki trouble maker aja takut. Haha, Bunda juga. "
Diandra mengernyitkan dahi. "Bunda juga apa?. Aku penasaran loh. "
"Takut Mama kamu lah. Siapa lagi?."
"Eh?." Gadis itu terkejut lagi. "Mama emang menyeramkan dulunya?. "
Wanita itu mengangguk kepala. "Iya. Meskipun galak, Mama kamu itu penyayang dan peduli antar sesama teman atau keluarga. Ya meskipun kata-katanya terkadang nyelekit di hati. "
Sayangnya dia lebih pergi dulu dariku. Selena membatin sedih.
"Bunda menangis?." Diandra menatap khawatir mertuanya.
Selena menggelengkan kepalanya tersenyum. "Tidak. Bunda gak nangis kok. Ada debu di mata. "
Gadis itu mengangguk kepala percaya. Lain halnya dengan Kaiser. Laki-laki itu masih berdiri di kejauhan. Sebenarnya apa yang membuat Bunda bersedih?.
"Sudah selesai. Ayo kita cuci semuanya. " Selena mengalihkan pembicaraan. Dia membawa keranjang sayuran.
Diandra mengangguk kepala. Dia menaruh pacul di tempatnya terlebih dahulu. Ketika hendak pergi, Kaiser mencegatnya. Dia mengerutkan kening. "Kamu kenapa di sini?."
"Lo jangan bikin Bunda gue nangis. " Kaiser menatap sengit istrinya. "Setetes air mata jatuh dari Bunda, gue bikin hidup Lo sengsara."
Gadis itu semakin tidak mengerti. Angin berhembus membelai rambut coklatnya.
Kaiser terkesima sekilas kemudian dia menggelengkan kepalanya. Gak boleh terpesona. Dia ini cewek pembunuh.
"Bunda bilang ada debu di matanya. Itu saja. " Diandra pun beranjak pergi meninggalkan kebun belakang.
"Awas nona!." Teriak seorang pria sambil berusaha mengambil keranjang sayuran.
Kaiser yang melihat langsung menarik tangan Diandra untuk menghindari keranjang tersebut.
Bruk
Tubuh mereka saling menempel satu sama lain. Jantung berdebar kencang saat ini.
Laki-laki itu menelan ludah sendiri. Empuk juga.
Gadis itu terpaku di tempatnya. Wajah sampingnya berada di dada suami. Sementara tangan kanannya reflek memeluk pinggang Kaiser.
"Maafkan saya tuan muda, nona. Saya tidak berhati-hati. " Tukang kebun itu berujar membuyarkan lamunan pasutri baru.
Bersambung...