Damian, lelaki yang dikenal dengan julukan "mafia kejam" karena sikapnya bengis dan dingin serta dapat membunuh tanpa ampun.
Namun segalanya berubah ketika dia bertemu dengan Talia, seorang gadis somplak nan ceria yang mengubah dunianya.
Damian yang pernah gagal di masa lalunya perlahan-lahan membuka hati kepada Talia. Keduanya bahkan terlibat dalam permainan-permainan panas yang tak terduga. Yang membuat Damian mampu melupakan mantan istrinya sepenuhnya dan ingin memiliki Talia seutuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Damian menatap Talia tanpa berkedip selama beberapa detik, lalu mengerjapkan matanya perlahan.
"Kau bercanda, kan?" Ia sungguh tidak habis pikir ada gadis sesomplak Talia.
Menyuruhnya membeli bra dan underwear? Astaga, mau taruh di mana mukanya coba? Penjual toko mungkin akan merasa aneh melihatnya.
Talia menatapnya dengan wajah serius.
"Talia, katakan kalau kau bercanda." kata Damian sekali lagi.
"Gak bro Damian yang ganteengnya selangit. Kan tadi aku sudah bilang kalau aku gak pengen pake baju kotor? Aku jijik. Pleaseee, beliin ya?" balas Talia dengan wajah memelas seperti anak kecil. Damian tidak menjawab, hanya terus menatap dengan wajah datarnya.
"Damian ganteng? Damian baik? Damiaan tinggi? Hidung mancungnya indah banget? Damiaann... Beliin yaaa?" Talia terus membujuk Damian dengan raut wajah manjanya.
Hening.
Damian menghela napas panjang, lalu mengusap wajahnya.
"Kau adalah perempuan pertama yang menghancurkan harga diriku. Habis ini kau pikirkan caramu berterimakasih nanti."
Setelah mengatakan itu, Damian mengambil kunci kamar dan berjalan keluar dengan langkah berat, meninggalkan Talia yang tertawa. Pada saat dia hendak menutup pintu kamar mandi untuk memakai kemeja yang diberikan oleh Damian tadi, lelaki itu tiba-tiba kembali.
Talia dan Damian sama-sama kaget. Damian pikir Talia sudah mengenakan kemejanya jadi dia mendorong pintu kamar mandi tanpa pikir panjang, tetapi ternyata belum. Talia bahkan tidak mengenakan handuk. Kemeja miliknya yang dipegang oleh gadis itu tiba-tiba terjatuh dari tangannya pada saat Damian mendorong pintu kamar mandi.
Terjadi keheningan untuk beberapa saat. Wajah Damian terpaku pada tubuh telan-jang Talia di depannya. Semuanya terlihat begitu jelas. Tadi dia kembali untuk menanyakan berapa ukuran bra dan celana dalam gadis itu. Tetapi kini dia malah di suguhkan dengan ...
"Aghhhh!" teriakan kencang Talia membuat Damian sadar dan cepat-cepat membalikkan tubuhnya.
Damian memaki dirinya sendiri dalam hati. Sial. SIAL! Kenapa dia harus begitu ceroboh? Dia bisa merasakan panas merayap ke telinganya saat suara Talia masih menggema di dalam kamar.
"KAMU NGAPAIN BALIK DAN MASUK TANPA KETUK PINTU?!!"
Damian buru-buru menutup pintu kamar mandi dan menempelkan punggungnya ke permukaan kayu yang dingin. Tangannya mengepal di kedua sisi tubuhnya, berusaha menenangkan diri. Ini kacau. Ini benar-benar kacau.
Seorang mafia sepertinya, sudah terbiasa melihat banyak perempuan telan-jang. Karena mereka sendiri yang memperlihatkan tubuh mereka kepadanya. Namun Damian sama sekali tidak terpengaruh, apalagi tertarik. Tetapi saat melihat Talia yang polos tanpa sehelai benang pun berdiri di depannya, pengaruhnya nyaris mencapai seratus persen, membuatnya bereaksi. Dia tegang sekali.
Sementara Talia masih sibuk mengatur napasnya. Pipinya memerah, dan jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya.
Di luar Damian menutup matanya erat, berusaha mengusir bayangan tadi dari kepalanya. Tidak bisa. Sudah terlambat. Sialan.
Laki-laki itu pun buru-buru keluar. Tidak menanyakan ukuran Talia lagi. Ia sudah melihat dengan kepalanya sendiri. Tentu dia bisa mengira-ngira berapa ukuran gadis itu.
Tidak menunggu waktu lama bagi pria itu bergegas keluar dari kamar hotel tersebut, ia menutup pintu dengan cepat sebelum otaknya bisa mengkhianatinya lagi. Begitu berada di lorong, ia menarik napas dalam-dalam dan mengacak rambutnya dengan frustrasi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sepuluh menit kemudian, Damian sudah berdiri di depan rak pakaian dalam wanita di sebuah toko khusus dalaman yang berhasil dia temukan lewat maps. Matanya menyusuri deretan bra dan underwear dengan ekspresi seperti orang yang baru saja kehilangan arah hidupnya.
Rata-rata pelanggan yang berada di dalam toko itu adalah perempuan. Damian bahkan tidak melihat satu pun laki-laki dalam toko ini. Ia bertanya-tanya sesaat kenapa tidak ada laki-laki, lalu ia sadar, di depan toko ini di tulis khusus wanita.
Sialan.
Pantas saja orang-orang dalam toko menatapnya dengan aneh. Bahkan saat Kanara masih menjadi isterinya, dia tidak pernah melakukan hal se memalukan ini. Damian hampir tidak pernah membeli pakaian Kanara, apalagi dalamannya. Kebanyakan di beli oleh pembantu. Talia betul-betul ...
Damian menghela napas panjang dan melirik ke arah pintu keluar. Pilihan terbaiknya saat ini adalah pergi. Tapi sialnya, bayangan Talia yang memohon dengan wajah memelas masih melekat di kepalanya.
Dia tidak punya pilihan.
Dengan ekspresi datar, Damian berjalan mendekati salah satu rak dan meraih bra pertama yang dilihatnya. Tanpa melihat ukurannya, ia langsung mengambilnya, lalu menyambar underwear yang warnanya senada.
"Lumayan. Cukup, kan?" gumamnya pelan.
Namun, sebelum ia bisa beranjak ke kasir, seorang pegawai wanita datang menghampirinya dengan ekspresi penuh selidik. Wanita itu tampaknya berusaha bersikap profesional, tetapi tetap saja, Damian tahu dia sedang menahan tawa.
"Permisi, pak. Anda butuh bantuan?" tanya wanita itu dengan bahasa Inggris. Karena Damian wajahnya lebih condong ke bule, jadi terlihat jelas kalau pria itu adalah orang asing. Mungkin si perempuan mengiranya bule, bukan orang Asia.
"Tidak." jawab Damian langsung.
"Tapi, sepertinya anda memilih ukuran yang tidak sesuai," kata pegawai itu, melirik bra di tangan Damian.
"Ini untuk ukuran yang sangat ... besar. Apa pasangan anda sebesar itu?"
Damian memandang bra yang dipegangnya. Benar saja, itu jauh lebih besar dari yang seharusnya. Ia mengingat kembali bayangan tubuh Talia yang masih segar di kepalanya.
Sial. Kenapa dia harus mengingatnya lagi?
Damian mendengus frustrasi.
"Oke, berikan aku yang sesuai."
Pegawai itu tersenyum ramah.
"Bisa saya tahu ukuran yang dicari?"
Damian menggeram pelan dalam hati. Kalau saja dia tidak mengalami insiden di kamar mandi tadi, mungkin dia akan menanyakan ukuran pada Talia langsung, bukan menebaknya sendiri. Namun, sekarang ... dia sudah tahu.
Dengan canggung, ia mengangkat tangannya sedikit, menggerakkan jari-jarinya untuk menunjukkan ukuran yang kira-kira pas. Pegawai itu menatapnya dengan ekspresi setengah bingung, setengah geli.
"Baik, saya ambilkan," ujarnya sambil pergi ke rak lain.
Damian mengusap wajahnya dengan frustasi. Sialan, Talia!
Tak lama, pegawai itu kembali dengan setumpuk bra dan underwear yang lebih sesuai.
"Saya pilihkan beberapa yang mungkin cocok," katanya.
Damian mengambil barang-barang itu dengan ekspresi dingin dan langsung menuju kasir.
Selama pembayaran, ia merasa beberapa pasang mata memerhatikannya dengan tatapan aneh. Seorang ibu-ibu berbisik pada temannya sambil melirik ke arahnya, sementara seorang gadis remaja di belakangnya terlihat menahan tawa.
Damm.
Setelah pembayaran selesai, Damian buru-buru keluar dari toko, berjalan cepat kembali ke hotel, masih kesal dengan dirinya sendiri.
Hufftt!
Bisa-bisanya Damian. Bisa-bisa kau masuk ke toko khusus wanita untuk membeli dalaman perempuan.
Damian mendengus keras.
tanpa sadar Talia kasih bogem dan tendangan ke Damian