Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 18 : KEYZIA BRILIAN ZOURIST
"ASTAGHFIRULLAH MATA DEDEK TERNODAI BANG!!"
Krystal langsung mendorong dada Devano untuk menjauh, sedetik setelah suara teriakan seseorang itu terdengar. Tautan bibir mereka lantas saja terlepas.
Di pintu masuk kamar sudah ada teman-teman Devano. Dan yang berteriak tadi itu adalah Iqbal. Bahkan cowok tampan itu masih terlihat sangat shock dengan mulut terbuka lebar.
"Astaga ni kamar udah kayak kapal pecah. Lo berdua habis ngapain, hah? Habis buat keponakan ya buat gue?"
"Mulut lo!" Tegur Rangga datar.
"Lah kenapa? Sah-sah aja dong kalau mereka mau begituan, nggak ada yang ngelarang, kan udah sah."
Sah?
Tunggu dulu! Jangan bilang ketiga teman Devano ini sudah mengetahui perihal pernikahan nya dengan Devano.
"Tenang aja, Krys. Nggak akan kita bocorin kok." Ujar Rangga yang seperti bisa membaca isi pikiran istri sahabatnya.
"Yang lo minta." Tak lama Dimas masuk dengan troli makanan.
Devano memang menghubungi Rangga tadi untuk membawakan makanan selepas rapat osis selesai. Bukan untuknya, melainkan untuk Krystal. Ia tuntun istrinya untuk duduk di kursi kebesarannya. Tidak lupa menyiapkan makanan yang akan Krystal santap.
Hanya menurut, Krystal memperhatikan setiap gerakan cekatan Devano dalam menata makanan-makanan di atas troli tersebut, hingga berjejer rapi di atas meja. Di bantu Dimas juga sebenarnya.
"Makan!" Titah Devano kemudian mengelus kepala Krystal.
"Gue mau ke kamar aja." Ujar Krystal baru akan berdiri, saat pundaknya di tahan agar tetap duduk oleh Devano.
Krystal sudah menghadiahi Devano dengan tatapan tajam. Namun bisikan suaminya itu setelahnya mau tidak mau membuat Krystal mendesah.
"Makan sendiri atau aku suapin tapi yang jelas pakai cara aku sendiri." Bisik Devano.
Kesal, Krystal meraih sendok dengan kasar. Lalu mulai makan dengan mendesah semua makanan itu ke dalam mulutnya, sampai pipinya menggembung, karena terlalu penuh. Ingin menggorok leher Devano pun sekarang juga Krystal tidak akan bisa. Yang ada ia di keroyok oleh teman-teman cowok itu. Jadi ia lampiaskan kekesalannya dengan cara seperti ini.
Namun, Krystal tidak sadar jika tingkahnya itu justru dipandang lucu oleh empat cowok yang kini memperhatikannya makan.
Berselangnya waktu ia mulai sadar jika menjadi pusat perhatian, dengan mulut yang penuh, ia bersuara.
"Kenapa? Mau?" Ujar Krystal menawarkan dengan polos.
"Kok gemes sih." Geram Iqbal pelan menahan senyum. Ia tidak boleh terlalu menunjukkannya, bisa-bisa di mutilasi oleh Devano. Lihatlah sekarang bagaimana Devano menatap super dingin pada Rangga yang tidak sengaja mengeluarkan kekehan pelan yang bahkan hanya beberapa detik saja.
"Kenapa lo ketawa?" Suara dingin mencekam Devano terdengar.
Rangga itu adalah manusia kulkas, sama sebelas du belasnya dengan Devano. Jarang sekal cowok itu akan tersenyum, apalagi sampai terkekeh dan tertawa. Jadi, jika seorang Rangga sudah mengeluarkan ekspesi yang tidak terduga seperti itu. Maka objek itu menarik dimatanya.
"Lucu." Menanggapi Devano lebih santai, Rangga melangkah menuju sofa dan menjatuhkan dirinya di sana.
"Ga-ga, bisa-bisanya lo muji istri singa." Dimas menggeleng-gelengkan kepalanya.
Yang dibalas dengan kedipan bahu tidak peduli oleh Rangga.
"Duduk, Dev! Kita perlu briefing beberapa hal soal rapat osis tadi."
Devano mendengus, lalu duduk pada sofa tunggak di depan Rangga. Di susul oleh Dimas dan Iqbal juga. Matanya sesekali melirik Krystal yang menunduk, mulai menikmati acara makannya sendiri. Rahangnya cukup pegal menahan senyum. Memang benar adanya, istrinya terlihat sangat menggemaskan sekarang. Beribu-ribu kali lebih lucu dan layaknya anak kecil yang anteng di kasih mainan setelah berjam-jam menangis.
Baru kemarin Krystal terlihat begitu baddas ketika melawan Metta. Dan baru tadi, Krystal terus marah-marah, berteriak dan mengamuk. Tapi lihatlah sekarang, bagaimana antengnya Krystal di sana. Sial! Devano jadi tidak bisa mengalihkan pandangannya dan tidak bisa fokus pada hal lain selain objek paling menarik yang duduk di kursi kebesarannya itu.
"Ekhem. tahu deh yang lagi bucin-bucinnya. Tapi kalau nungguin lo kelar bucin Dev, kayaknya ni briefing nggak jadi-jadi deh." Deheman Iqbal itu lebih berupa sindiran untuk Devano.
Dimas dan Rangga ikut mengulum senyum tipis. Tidak ada yang lebih tahu dari pada mereka bertiga. Sahabat Devano dari kecil.
Mungkin ekspresi wajah Devano selalu datar. Namun, dibalik kata datar itu ada makna yang berbeda-beda. Dan yang bisa membedakannya hanyalah mereka bertiga saja. Kapan Devano lagi marah. Kapan Devano lagi sangat-sangat menginginkan sesuatu. Kapan Devano senang. Dan kapan Devano sangat memuja sesuatu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
BRAK!
Suara gebrakan meja tersebut sukses mengejutkan Sasa yang tengah menikmati makan siangnya. Bukan hanya Sasa, tapi hampir mengundang tatapan seluruh penghuni cafe. Mereka memang tengah bolos sekolah sekarang.
"Ish Carl! Apaan sih lo?! Ngagetin aja tahu nggak! Di lihatin banyak orang tuh. Duduk!" Kesal Sasa yang tadi hampir saja tersedak minumannya.
Carletta kembali menghempaskan tubuhnya ke kursi dengan hembusan nafas kasar.
"Sumpah ya gue nggak ngerti lagi sama si Krystal. Di telepon nggak diangkat, terus tiba-tiba nanti teleponnya nggak aktif. Di chat nggak di balas, parahnya cuma di read doang lagi."
"Sekarang nomor kita di blokir sama dia." Ujarnya kesal dan tidak habis pikir.
"Apa kita susul aja kali ya ke sekolah baru nya." Usul Sasa.
"Mau di susul kemana, hah? Kita aja nggak tahu dipindahin kemana. Mana Om William kalau di tanya jawabannya nggak pernah jelas. Pihak sekolah cuma bilang Krystal akan boarding school doang."
Hening.
"Nah justru itu, Carl!" Pekik Sasa secara tiba-tiba membuat Carletta terperanjat.
"Itu apaan?!" Kesal Carletta.
"Ya itu, Krys dipindahkan ke boarding school."
Geram, Carletta menoyor kepala Sasa.
"Itu juga gue tahu bego. Masalahnya sekarang BOARDING SCHOOL YANG MANA? Boarding School banyak kali di sini." Ujar Carletta menekan pertanyaannya.
"Nah itu dia, lo nggak pintar, Carl."
Carletta mengernyit bisa-bisanya seorang Sasa yang otaknya kurang 5 ons mengatakannya tidak pintar.
"Sekarang gini deh, Zourist's itu salah satu Marga yang tercatat sebagai keluarga konglomerat. Dan pastinya Om William nggak akan masukin Krystal ke boarding School yang biasa-biasa aja dong? Otomatis sekolah pilihan dia adalag boarding school terbaik, termahal, terakreditasi bagus, dan pastinya terkenal." Sambung Sasa.
"Terus?" Carletta masih belum paham kemana ujung pembicaraan Sasa ini.
Sasa mendengus pelan, menatap Carletta lekat-lekat.
"Dan hanya ada satu kemungkinan sekolah yang Om William pilih sekarang, yaitu..." menjedanya sesaat, menatap Carletta lekat-lekat. Gadis itu juga penasaran. "Ca..."
"Ca apa?" Keningnya mengkerut. Caca? Cacing? Ca apaan?!" Desaknya.
"Y CAKRAWALA HIGH SCHOOL LAH CARLETTA! CA APAAN LAGI!!!" Erang Sasa nyaris frustasi.
Dan itu sukses membuat kedua mata Carletta membulat nyaris keluar. Seakan membenarkan apa yang baru saja keluar dari mulut Sasa. Cakrawala High School. Iya, hanya itu satu-satunya sekolah asrama yang kemungkinan besar di pilih oleh William Zourist untuk Krystal.
"Oh iya lo benar, Sa. Kenapa gue nggak kepikiran coba."
"Ya iyalah, kan yang pintar cuma gue." Sahut Saa sembari rambutnya, merasa bangga dengan pencapaiannya.
"Oke sekarang apa?" Tanya Carletta.
"Apa apanya?" Sasa mengerjapkan matanya.
"Ck! Ya apa rencana lo?"
"Rencana? Nggak ada. Cuma baru itu doang." Nyengir polos.
Membuat Carletta mendengus dengan kepala dijatuhkan di atas meja. Berbicara dengan Sasa sama saja dengan buang-buang waktu. Otak gadis itu hanya on beberapa menit saja. Lalu off kembali sampai tiga hari ke depan. Ujung-ujungnya tetap ia yang harus memutar otak.
Suara ponsel Carletta memecah keheningan. Di raihnya benda pipih yang bergetar di atas meja cafe tersebut. Nama seseorang tertera di sana mengirimkan pesan WhatsApp.
***Carletta tolong cepat datang ke rumah sakit. Sesuatu terjadi pada Keyzia***.
Jantung Carletta mendadak berdetak cepat. Saling berpandangan sejenak dengan Sasa yang juga tadi ikut membaca pesan tersebut. Lalu secara keduanya berlari keluar cafe, tidak lupa setelah meninggalkan beberapa lembar uang seratus ribuan di atas meja.
Carletta langsung menunggangi motornya dengan Sasa diboncengannya.
Bagaimana pun dulu, mereka pernah berteman dengan Keyzia. Sebenarnya masih berteman juga, karena saat kecil mereka selalu berempat kemanapun. Bedanya, Keyzia itu introvert yang lebih suka menghabiskan waktu membaca buku di kamar. Sementara mereka bertiga termasuk Krystal adalah para ekstrovert yang sangat hiperaktif dan ekspresif. Sehingga Carletta dan Sasa lebih dekat dengan Krystal ketimbang Keyzia.
Tapi bukan itu poinnya. Sejak Krystal dimasukkan ke sekolah asrama. Perkembangan kesehatan Keyzia menjadi tanggung jawab mereka berdua juga.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kembali ke asrama perempuan. Krystal langsung menuju ke kamarnya, sembari memijat pelipisnya karena kepalanya yang berdenyut sakit. Entahlah, marah-marah sepanjang hari itu bisa menimbulkan sakit kepal ternyata.
"Krystal!! Astaga! Lo darimana aja sih?! Lo nggak diapa-apain kan sama Devano?!" Zoey langsung mendekati Krystal saat gadis itu baru saja kembali ke asrama putri. Mengekori gadis itu dari belakang.
"Woi!! Ditanya malah bengong! Kesurupan lo?! Ujar Zoey, memecah lamunan Krystal.
"Jangan berisik, Zoey. Kepala gue lagi pusing tahu nggak." Balas Krystal sedikit linglung. Sembari merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar.
Ya bagaimana tidak linglung. Otak Krystal mulai bekerja dengan keras sekarang. Sorot matanya nanar. Ingatannya melayang pada kejadian di kamar Devano tadi.
*Because, I Love You*.
Empat kata yang Devano katakan tadi benar-benar menyita otaknya. Masih terngiang-ngiang. Banyak pertanyaan yang berkecambuk dibenak Krystal sekarang tentang laki-laki yang telah menjadinya suami sah nya.
Bagaimana Devano bisa mengenalnya? Kenapa Devano bisa jatuh cinta padanya secepat itu? Kenapa? Kenapa? Dan masih banyak lagi kenapa kenapa lainnya.
Kata Devano mereka saling kenal, Krystal hanya melupakannya saja. Tapi Krystal sangat yakin jika di masa lalu ia tidak pernah bertemu dengan Devano. Devano bukan bagian dari teman masa kecilnya, Krystal sangat yakin itu. Karena sejak dulu teman masa kecilnya itu cuma Carletta dan Sasa. Lalu dimana dan kapan mereka pernah bertemu?
"Masih mau ngelanjutin misi talak menalak lo, hm?" Suara Zoey kembali memecah keheningan kamar.
Krystal menoleh dan mengikuti arah pandangan Zoey yang tertuju pada rok sekolahnya. Ia lantas berdecak, lalu menghembuskan nafas. Hampir saja Krystal melupakannya, jika Devano memang memaksanya untuk mengganti rok sekolah kependekannya dengan rok sekolah yang baru.
"Masih lah. Makin mau malahan. Ini gue lagi muter otak." Ujar Krystal. Bukan pilihan baik untuk hidupnya ke depan jika terus terjebak dengan Devano. Terlebih mengingat bagaimana cowok itu menguntit dirinya yang entah sejak kapan.
Ngeri-ngeri sedap, cuy. Ya ngeri, tapi sedap. Gimana sih? Krystal tidak mengerti.
Zoey menghela nafas.
"Nggak ada kapok-kapoknya lo. Gue aja serem ngeliat ekspresi Devano tadi pas lihat lo pakai rok pendek." Sembari mencomot cemilan di dalam kulkas Krystal.
"Gue cipokin aja kali ya semua cowok sekolah ini satu-satu, di depan Devano."
Zoey seketika tertawa mendengar gumaman Krystal. Bukan tertawa karena lucu melainkan karena ia mulai lelah dengan ide-ide absurd Krystal. Baru dua hari mengenal, tapi ia cukup menyadari kegilaan-kegilaan gadis itu. Dan sepertinya ia harus bertabah-tabah sampai satu tahun ke depan. Karena pastinya akan banyak hal gila yang akan gadis itu lakukan nantinya.
"Suka-suka lo deh. Ntar gue jadi penonton aja pas bibir lo udah dower karena kebanyakan nyiumin orang."
"Sialan lo!"
Lalu mereka tertawa.
Berteman dengan Zoey ternyata tidak seburuk penampakannya di luar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bagaiman kondisi nya?" Tanya Carletta pada seorang wanita berhijab hitam yang sedikit mengulas senyum tipis.
"Dia sudah lebih tenang. Namun, masih harus diawasi dengan ekstra." Balas wanita tersebut.
"Kemungkinan besar ada pemicu trauma sehingga Keyzia tidak terkendali. Dan Keyzia kembali positif." Dokter Aisyah menatap Carletta dan Sasa bergantian.
Degh!
Keduanya terpaku.
"Dok, bukannya Keyzia seharusnya sudah bersih?" Tanya Sasa.
"Seharusnya iya. Bahkan sudah setengah tahun ini dia bersih. Namun, tadi pagi tubuh Keyzia menunjukkan gejala lagi. Tubuhnya bergetar hebat, matanya terus memerah dan yang terpenting saya menemukan jarum suntik ini. Di buktikan dengan memar serta infeksi di tangan Keyzia. Dan yang lebih bahaya lagi, dosis yang diberikan sungguh sangat tinggi. Itulah kenapa kami tidak bisa menyuntikkan obat penenang tadi pada Keyzia. Dan membiarkan gadis itu mereda dengan sendirinya."
Terdiam. Carletta meraih jarum suntik di tangan Dokter Aisyah itu.
"Selain saya, siapa lagi yang Dokter kabarkan soal ini?"
"Hanya kalian."
"Untuk sementara jangan beritahu pada siapa pun dulu, Dok. Apalagi Om William."
Dokter Aisyah mengangguk, lalu pamit permisi.
Setelah kepergian Dokter Aisyah. Sasa menerobos masuk ke dalam kamar rawat Keyzia, di susul Carletta setelahnya. Saat baru masuk, kalian anak langsung disuguhkan dengan sosok seorang gadis yang tergelak lemas di atas kasur dengan wajah pucat bercampur lebam, serta luka-luka bekas suntikan memenuhi lengannya. Dan jangan lupakan kedua tangan itu, diikat di sisi kana dan kiri ranjang sebagai bentuk antisipasi jika Keyzia mengamuk hebat seperti tadi.
Kondisi yang jauh dari kata baik-baik saja bahkan tidak layak lagi di sebut manusia. Wujud Keyzia lebih menyerupai mayat, namun masih bernafas. Tubuh ringkih itu kurus kering.
"Tapi rasanya melihat kondisi Keyzia sekarang yang jauh dari kata stabil gini. Entah itu fisik apalagi mentalnya. Nggak mungkin rasaya dia bisa menyuntikkan jarum ini ke tubuhnya." Ujar Sasa masih menatap prihatin pada Keyzia.
Kali ini Carletta menyetujui ucapan Sasa. Sangat mustahil Keyzia melakukannya sendiri. Dan yang terpenting adalah suntikan ini jelas saja berasal dari luar. Seseorang yang telah membawa dan menyuntikkannya ke tubuh Keyzia.
"Sesorang melakukannya untuk Keyzia." Gumaman Careltta mengundang atensi Sasa.
"Buat apa, Carl? Kondisi dia udah nggak layak di sebut manusia kayak gini. Buat apa lagi harus dibuat kecanduan narkoba?!" Sungguh Sasa tidak habis pikir.
Carletta tidak langsung memberikan tanggapannya. Matanya tertuju pada wajah pucat Keyzia.
"Untuk menghabisinya." Ujar Carletta.
"Maksud lo?" Tanya Sasa tidak mengerti.
"Ada seseorang yang menginginkan kematian Keyzia." Tutur Carletta lirih. Matanya lurus memandang Keyzia.
"Terus gimana?" Tanya Sasa.
"Dan tugas kalian untuk merahasiakan ini dari Krystal."
Keduanya serenta menoleh ke arah sumber suara. Sudah ada William Zourist yang berdiri di ambang pintu ruangan. Seperti biasa berdiri dengan wajah datar penuh arogan andalannya. Kenapa lak-laki itu ada di sini?
"Kenapa? Krystal berhak tahu tentang ini, Om." Seru Carletta, berusaha menyembunyikan rasa kagetnya.
"Kenapa Krystal harus tahu? Kondisi Keyzia tidak ada urusannya dengan Krystal sekarang. Dia sepenuhnya tanggung jawab saya sekarang." Papa William membalasnya dengan balik bertanya.
Mengernyit, Careltta melangkah mendekat pada Papa William.
"Apa Om bilang? Tanggung jawab? Sejak kapan Om merasa bahwa Keyzia tanggung jawab Om, hm? Udah satu tahun dia di rawat di sini apa pernah sekali aja Om sebagai seorang Ayah datang untuk menjenguknya?" Carletta tertawa sarkas.
Papa William diam, menatap datar pada Carletta.
"Pernah nggak saya tanya?! Nggak pernah, Om. Krystal yang matian-matian untuk pemulihan mental dan kejiwaan Keyzia selama ini! Yang seharusnya nggak perlu untuk dia lakukan. Karena apa? Kalau saya jadi Krystal, saya nggak akan mau memperjuangkan kesembuhan orang yang sudah membuat saya diperlakukan layaknya sampah di rumah sendiri. Keyzia adalah anak emas. Sementara Krystal cuma karang dilautan. Tapi sayang, emas itu sudah nggak bernilai lagi harganya. Dan karang, sudah terbiasa tenggelam di dasar lautan. Dia udah kebal dan nggak butuh pengakuan apapun lagi. Dan sekarang, anak emas Om ini sedang diambang kematian. Ini percobaan pembunuhan. Tapi saya lihat, Om tetap terlihat tenang. Saya nggak percaya kalau ada orang tua seburuk anda di dunia ini. Dan sayangnya, dunia ini adalah dunia milik sahabat saya sendiri." Ujar Carletta dengan sorotan mata yang sinis.
Setelahnya Carletta berjalan melewati Papa William yang mematung. Sebelum berhenti, karena suara Papa William kembali terdengar setelah cukup lama terdiam.
"Kamu tidak tahu apapun tentang keluarga saya. Jadi jangan banyak bicara. Saya hanya tidak ingin Krystal datang ke sini dan meninggalkan tanggung jawabnya di sekolah barunya. Saya hanya berusaha mempertahankan apa yang patut untuk dipertahankan." Ujar Papa William datar dan begitu tenang.
Carletta yang berdiri bersisian dengan Papa William kembali saling melempar pandang.
"Saya memang nggak tahu apa-apa tentang keluarga Zourist. Lebih tepatnya apa yang terjadi setahun yang lalu dengan Keyzia, hingga akhirnya gadis semanis Keyzia bisa terjerumus ke dunis yang gelap kayak gini. Tapi saya yakin, seseorang mengetahui sesuatu. Seseorang yang dengan tenaganya mengantarkannya ke rumah sakit jiwa. Sendirian dalam penderitaan. Dan apa yang Om bilang tadi? Berusaha mempertahankan apa yang patut untuk dipertahankan? Maksudnya Krystal? Putri Zourist yang bahkan dulu tidak terlihat, sekarang diinginkan? Wow! Lucu sekali anda, Tuan Zourist. Kenapa baru sekarang? Disaat dia sudah terbiasa sendirian. Satu lagi, saya di sini semata-mata hanya demi Krystal. Karena saya tidak punya kuasa menghapus rasa sayangnya pada Keyzia yang begitu besar. Bahkan di saat dia seratus persen sadar bahwa selama ini selalu dibedakan dengan saudari kembarnya sendiri. Dia tetap menyayangi Keyzia selayaknya saudara. Dan yang ingin dia tahu saat ini hanya lah. Kenapa? Kenapa saudarinya yang sangat manis, baik hati, ceria dan mudah tersenyum harus berakhir menjadi menyedihkan seperti ini di rumah sakit jiwa!" Desis Carletta tajam. Penuh emosi.
Sasa hanya bisa melihat kedua orang itu yang masih saling melempar tatapan tajam satu sama lain.
Jujur, Sasa tidak mengerti mereka berdua kenapa. Ia bingung. Lalu mengejar langkah Carletta setelahnya yang sudah pergi begitu saja.
Meninggalkan Papa William seorang diri. Menghembuskan nafasnya kasar. Sembari menyugar rambutnya. Dipandangi putrinya dengan getir disana.
Cup!
"Papa sayang kamu, Key. Sangat menyayangi kamu. Maafin Papa, Key. Maaf." Memberikan kecupan singkat di kening Keyzia. Lalu berbisik lirih.
Air matanya luruh.