Ziel, seorang CEO muda yang tegas dan dingin, memutuskan pertunangannya setelah menemukan bukti perselingkuhan Nika. Namun, Nika menolak menerima kenyataan dan dengan cara licik, ia menjerat Ziel dalam perangkapnya. Ziel berhasil melarikan diri, tetapi dalam perjalanan, efek obat yang diberikan Nika mulai bekerja, membuatnya kehilangan fokus dan menabrak pohon.
Di tengah malam yang kelam, Mandara, seorang gadis sederhana, menemukan Ziel dalam kondisi setengah sadar. Namun, momen yang seharusnya menjadi pertolongan berubah menjadi tragedi yang mengubah hidup Dara selamanya. Beberapa bulan kemudian, mereka bertemu kembali di kota, tetapi Ziel tidak mengenalinya.
Terikat oleh rahasia masa lalu, Dara yang kini mengandung anak Ziel terjebak dalam dilema. Haruskah ia menuntut tanggung jawab, atau tetap menyembunyikan kebenaran dari pria yang tak lagi mengingatnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Ke Luar Kota
Dara meletakkan dokumen yang sedang ia baca sejenak, menatap Ziel, lalu kembali ke pekerjaannya tanpa ekspresi. Ia tampak sibuk, tetapi tangan kirinya dengan terampil mengambil bakpao dari kotak dan menggigitnya.
Ziel mengerutkan dahi, kemudian bertanya, "Dara, kamu selalu bawa makanan sebanyak itu setiap pagi?"
Dara akhirnya menoleh dengan mulut masih penuh. Ia menelan cepat, lalu menjawab dengan santai, "Iya, Pak Bos. Saya gampang lapar. Kalau nggak bawa makanan, nanti malah nggak konsentrasi kerja."
Ziel menghela napas, setengah ingin menegur tapi tak tahu harus berkata apa. "Itu... kamu makan semuanya sendiri?" tanyanya lagi, sedikit ragu.
Dara mengangguk dengan bangga. "Tentu saja, Bos. Kalau nggak, nanti saya lemas. Mau kerja cepat, bensinnya juga harus banyak," jawabnya sambil tersenyum lebar.
Ziel hanya bisa memandangnya dengan tatapan campuran antara takjub dan bingung. Ia tak habis pikir bagaimana seseorang bisa terlihat begitu santai sambil makan dalam situasi kerja seperti ini, tapi di saat yang sama, Dara juga sangat fokus pada pekerjaannya.
"Baiklah," gumam Ziel akhirnya sambil berjalan ke mejanya. Namun, sebelum ia sempat duduk, matanya kembali tertuju pada kotak makanan Dara. Entah kenapa, bau kue tradisional itu justru terasa menggugah selera di pagi hari.
Saat Dara kembali sibuk dengan dokumen, Ziel tiba-tiba berkata, "Bakpaonya ada lebih nggak?"
Dara menatap Ziel dengan mata berbinar, tampak terkejut tapi senang. "Ada, Pak Bos! Ambil aja. Saya bawa banyak," katanya sambil mendorong kotak itu sedikit ke arah Ziel.
Ziel mengambil satu bakpao tanpa banyak kata, lalu duduk di mejanya. Ia mencicipinya perlahan, dan anehnya, untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, makanan itu terasa enak. Saat ia melirik Dara yang kembali mengunyah dengan santai sambil mengetik, Ziel hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Orang ini... memang aneh," pikirnya dalam hati, tapi ada sedikit rasa nyaman yang ia rasakan di dalam ruangan itu.
Ziel memandangi Dara yang masih sibuk mengetik di mejanya sambil terus mengunyah roti. Ia mendesah pelan, lalu dengan nada tegas berkata, "Dara, dengar baik-baik. Kalau ada orang lain masuk ke ruangan ini, kamu harus berhenti makan dan sembunyikan semua makananmu. Saya nggak mau semua karyawan di sini meniru kebiasaan makan sambil bekerja hanya karena saya membiarkan kamu melakukannya."
Dara menghentikan kegiatannya sejenak dan menatap Ziel. Dengan santai, ia mengangguk sambil tersenyum. "Siap, Pak Bos. Kalau ada yang masuk, makanan ini langsung hilang tanpa jejak," ujarnya, sambil pura-pura membuat gerakan menyembunyikan kotak makanannya di bawah meja.
Ziel mengangguk, merasa lega. Namun, matanya kembali melirik kotak makanan di meja Dara. Salah satu kue di dalamnya menarik perhatian Ziel, lapis legit yang terlihat lembut dengan lapisan-lapisan cokelat keemasan yang menggoda. Entah kenapa, ia merasa ingin mencicipinya.
Ziel menghela napas sebelum akhirnya berbicara dengan nada lebih santai, "Saya jarang makan kue seperti itu..." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Boleh saya mencicipinya?"
Dara menoleh dengan cepat, terkejut sekaligus senang. Namun sebelum ia bisa menjawab, Ziel buru-buru menambahkan, "Jangan khawatir. Saya akan mengganti uangmu untuk membeli kuenya."
Dara terkekeh kecil sambil memegang kotak makanannya. "Pak Bos, nggak usah segitunya. Ini cuma kue kok. Kalau Pak Bos mau, ambil aja. Lagipula, saya bawa banyak," katanya sambil mendorong kotak itu ke arah Ziel.
Ziel memandang Dara sebentar, lalu meraih satu potong lapis legit. Ia menggigitnya perlahan, merasakan tekstur lembut dan rasa manis yang pas. Sejak bersama Dara, Ziel merasa nyaman memakan sesuatu tanpa merasa mual.
"Enak," gumam Ziel singkat, lebih kepada dirinya sendiri.
Dara tersenyum lebar, terlihat puas. "Tentu enak, Pak Bos. Kalau nggak enak, nggak bakal saya bawa," katanya sambil kembali melahap roti isian di tangannya.
Ziel melirik Dara yang makan dengan penuh semangat. Dalam hati, ia merasa aneh. "Kenapa setiap kali makan dengan dia, rasanya makanan jadi lebih enak?" pikirnya sambil mengambil potongan kedua dari lapis legit itu. Dara hanya menatapnya sekilas dengan senyum penuh kemenangan, senang karena berhasil membuat Ziel menikmati makanan lagi.
Ziel menyandarkan punggungnya di kursi dan menatap Dara yang sibuk mengunyah kue onde-onde. Kotak makanannya yang semula penuh kini hampir kosong, dan Dara masih tampak menikmati setiap gigitan.
Ziel mengerutkan dahi. "Dara," katanya dengan nada serius, membuat Dara menoleh sambil terus mengunyah.
"Iya, Pak Bos?" jawab Dara, santai seperti biasa.
"Apa kamu sadar kalau kamu terus makan tanpa henti?" Ziel bertanya.
Dara terdiam sejenak, menelan makanannya dengan cepat, lalu berkata, "Habis lapar, Pak Bos. Kerja keras butuh energi lebih."
Namun Ziel tampaknya tidak puas dengan jawaban itu. "Saya jadi penasaran, kamu ini punya hiperpagia atau mungkin sindrom Prader-Willi?"
Dara mengerutkan kening. "Hiperpagia? Sindrom apa itu, Pak Bos?" tanyanya dengan nada bingung.
Ziel menghela napas. "Hiperpagia itu kondisi di mana seseorang punya nafsu makan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh gangguan di otak. Sedangkan sindrom Prader-Willi itu kelainan genetik yang bikin seseorang sulit mengontrol nafsu makan dan bisa makan terus-menerus sampai kelebihan berat badan."
Dara membulatkan matanya, lalu tertawa kecil. "Pak Bos serius banget, sih. Saya nggak punya sindrom-sindrom aneh begitu."
Ziel tetap memandangnya dengan tajam. "Kalau begitu, kenapa kamu makan terus?"
Dara berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Jujur aja, Pak Bos, saya baru mulai makan sebanyak ini sejak kerja di sini."
Ziel mengangkat alisnya. "Kenapa?"
Dara tersenyum lebar sambil membuka kotak potongan buahnya. "Mungkin karena saya harus menghadapi atasan yang tegas dan suka bikin deg-degan. Jadi, makan itu cara saya buat tenang. Lagian, Pak Bos juga nggak keberatan 'kan kalau saya makan terus?"
Ziel terdiam. Ada benarnya juga apa yang Dara katakan. Tapi melihat Dara yang tak berhenti makan, ia tak bisa tidak merasa aneh. "Apa dia benar-benar stres, atau ini kebiasaan?" pikir Ziel dalam hati.
Namun, alih-alih melanjutkan interogasi, Ziel hanya menghela napas panjang. "Baiklah, tapi jangan sampai kamu sakit gara-gara kebanyakan makan."
Dara tertawa kecil sambil mengangkat potongan apel dari kotaknya. "Tenang aja, Pak Bos. Saya tahu batasnya kok."
Ziel menggeleng pelan sambil kembali ke pekerjaannya. Namun, di dalam hati, ia masih bertanya-tanya. "Kenapa dia selalu terlihat begitu santai, padahal aku baru saja mengira dia punya kondisi medis serius?"
***
Sore itu, Dara sedang merapikan dokumen di mejanya ketika Ziel tiba-tiba berkata dengan nada datar, "Besok pagi, bersiap-siap. Kamu ikut saya ke luar kota."
Dara menghentikan gerakannya, menoleh dengan alis terangkat. "Hah? Saya ikut ke luar kota, Pak Bos?" tanyanya dengan ekspresi bingung.
Ziel mengangguk kecil sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerja. "Iya. Ada rapat penting, dan saya butuh asistennya ikut."
Dara memiringkan kepala, matanya menyipit curiga. "Tapi bukannya Pak Juan biasanya yang ikut? Saya kira saya cuma ditugaskan di sini, nggak akan diajak keluar kota."
Ziel memutar pena di tangannya, lalu menatap Dara dengan datar. "Juan ada urusan lain. Lagi pula, kamu harus mulai terbiasa ikut pekerjaan lapangan. Bukan cuma duduk di ruangan sambil ngemil."
Dara melipat tangan di depan dada sambil menatap Ziel penuh protes. "Tapi Pak Bos, saya 'kan baru di sini. Gimana kalau saya salah? Nanti saya bikin malu perusahaan, lho."
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Semangat2 dara jgn punya pikiran mau menggugurkan kandunganmu itu
bayi itu tidak berdosa....
Seandainya suatu terbongkar dara hamidun sebaiknya jujur aja sm pak boss korban memperkosaan dara....
kasian jg jd dara hamil tidak tahu siapa pelakunya dan mau minta tanggungjawan sm siapa jg....
blm nanti omongan tmn2 Kantornya pd juling pasti dara hamil diluar nikah...
lanjut thor.....
Sabar dara anak itu titipan jaga dan rawat dia dan sayangi hrs menerima dgn ikhlas....
Pak bos seandainya tahu daralah perempuan yg dinodainya so pasti akan bertanggungjawab menikahinya...
Debay pgn dekat2 sm papanya dan papanya mengalami sindrom coudave....
Dara testpack dulu membuktikan lg hamil gak....
Sabar ya dara hasil garis dua hrs terima dgn ikhlas dan pasti dara bingung mau minta tanggungjawab sm siapa pria yg menghamilinya wajahnya samar2 dan tidak jelas....
sama dengan cover novel sebelah??
sama2 update juga,kirain novelnya error gak tau nya liat judul beda...
maaf ya kk Thor🙏🏻