Suami Di Alam Mimpi

Di ruang tamu yang minimalis, Widuri dibaringkan di atas tikar ayaman. Bau minyak urut menguar di penciuman. Perut Widuri diperiksa oleh Uwa Mando. Sejak tadi, Uwa Mando memandangi Widuri dengan raut wajah curiga. Pikirannya pun berkelebat, tetapi ada spekulasi yang tidak ingin ia terangkan. Satia yang sangat khawatir memberi kode Uwa Mando.

"Ini bukan guna-guna, hmm .. Jangan terlalu khawatir," ucap Uwa Mando memakai bahasa daerah setempat.

"Lalu apa, Mando? Widuri terus kesakitan, sudah dua bulan," ujar Satia.

Uwa Mando melirik ke Widuri. Sebenarnya ia ingin bertanya sesuatu, tetapi dia takut hal ini malah membuat Satia Khawatir.

"Uwa Satia, sebaiknya ambil daun mujo dulu, ada di tepi sungai, daunnya susa di cari, tapi Nunung akan temani Uwa Satia," usul Uwa Mando.

"Iya. Saya akan pergi ambilkan Widuri, kamu disini dulu, sama Uwa Mando," kata Satia.

Setelah Satia pergi ke tepi sungai bersama Nunung. Uwa Mando kembali berfokus pada Widuri.

"Tetaplah berbaring. Dari tadi Uwa mau tanyakan sesuatu, tapi takut nenek kamu malah khawatir."

Widuri menelan ludah. Entah mengapa, pikirannya mulai menebak arah pembicaraan Uwa Mando.

"Widuri, apakah kau bermimpi bersama dengan seorang pria? maksudku dia menggauli mu?" tanya Uwa Mando blak-blakan.

Widuri enggan menjawab. Tapi, ia juga takut berbohong. Uwa Mando menatapnya menanti jawaban.

"Diam mu itu jawaban, Nak .. Kau tahu keadaanmu sekarang ini, apakah kau ingin tahu?" tanya Uwa Mando lagi.

Widuri mengangguk. Jelas ada rasa takut tersirat di wajahnya. Uwa Mando mengusap perut Widuri. Dia tersenyum mengusap perut yang sedikit membuncit itu.

"Keram dan sakit itu reaksi anak-anakmu di dalam sana," ucap Uwa Mando mengejutkan Widuri.

"Anak? anak-anak?" Widuri tercengang. Matanya membulat sempurna.

Uwa Mando tersenyum lagi. Ia sedikit tahu jika Widuri gadis baik-baik yang polos, berperilaku baik dan senantiasa berbakti kepada neneknya.

"Iya. Anak-anakmu sedikit nakal karena mereka menginginkan sesuatu. Kamu hamil, tapi bukan anak manusia sepeti kita tapi anak walli," jelas Uwa Mando.

Widuri masih pura-pura tidak mengerti. Anak Walli yang dimaksud Uwa Mando masih belum sepenuhnya ia mengerti.

"Anak Walli itu apa, Uwa?"

"Anak walli itu anak yang dari orang yang tidak terlihat. Anak gaib, atau anak jin. Tapi, dia tetap anakmu. Saya tidak tahu seperti apa keadaan mu sebelumnya, Nak. Tapi, saya yakin kau pernah berhubungan badan dengan ayah anak-anak di dalam perutmu ini."

Widuri menunduk memandangi perutnya sendiri. Ada haru yang hadir setelah Uwa Mando menjelaskan tentang kehamilannya. Tanpa ragu, Widuri melayangkan usapan di perutnya. Ia menangis karena selama ini tak menyadari kehadiran buah cintanya bersama Kailash.

'Maafkan Ibu, Nak ..Ibu tidak tahu kamu ada disini,' ucapnya dalam hati.

Widuri merasakan perutnya bergetar. Dia yang panik memandangi Uwa Mando yang sejak tadi memperhatikannya.

"Itu reaksi anak-anakmu, jangan takut .."

"Anak-anak? berarti saya hamil anak kembar, Uwa?"

Uwa Mando mengangguk. Dia memejamkan mata lalu memegang kembali perut Widuri.

"Anakmu kembar tiga, Widuri."

Tangis Widuri tumpah. Rasa senang dan sedih bercampur jadi satu. Mengetahui dirinya hamil kembar tiga, menciptakan bahagia seluas samudera. Namun, kesedihan juga ikut nimbrung, sebab Kailash sampai saat ini belum juga menemuinya.

"Apa yang harus saya lakukan, Uwa?" tanya Widuri.

Uwa Mando terlihat berpikir. Dia belum pernah menangani kasus seperti Widuri. Sebelumnya dia hanya pernah mendengar dari gurunya jika ada walli yang bisa dikandung oleh anak manusia.

"Anak mu ini sepertinya menginginkan sesuatu. Saya juga tidak tahu, kau yang lebih tahu. Apa kau bersedih atau ada hal yang membuatmu tidak nyaman?"

Widuri baru mengerti, jika rasa keram di perutnya sebuah pertanda anak-anaknya juga sedang menginginkan sesuatu, menolak sesuatu, atau bahkan merindukan ayahnya, Kailash Margawana. Setiap kaki Widuri merasa sedih dan merindukan Kailash berlebihan, anak-anak di dalam perutnya juga turut merespon.

"Iya, Uwa. Mungkin mereka merindukan ayahnya," jawab Widuri jujur.

Uwa Mando celingak-celinguk. Memastikan tak ada satupun orang yang mendengar percakapannya dengan Widuri.

"Memangnya kamu berapa kali bertemu dengan ayah anak-anakmu, maksud saya apa yang telah terjadi?" tanyanya.

 Uwa Mando penasaran. Dia juga ingin tahu bagaimana bangsa jin menyukai wanita dari bangsa manusia. Uwa Mando sangat ingin memperdalam ilmunya dengan cara mengetahui segala hal-hal gaib.

"Saya dan dia sudah menikah, Uwa. Dia mengajak saya menikah di salah satu rumah tetua di alam sana. Saya hanya bisa bertemu dia di alam mimpi. Walaupun saya merasa kehadirannya lewat hembusan angin. Tapi selama dua bulan ini, dia tidak menemui saya, katanya ada urusan," jelas Widuri. Siapa saja yang melihat sorot matanya pasti tahu, jiak dia sedang merindukan Kailash.

Uwa Mando mengangguk-angguk. Ada ingatan yang sudah lama ia ingin lupakan, tapi kembali teringat setelah mendengar cerita Widuri.

"Kamu tidak bisa melihatnya di dunia nyata, karena mata batin kamu belum di buka. Mata kamu punya pembatas yang tebal. Kayaknya Ibu kamu yang menutupnya," kawa Uwa Mando.

Uwa Mando sedikit tahu, Arum yang tidak mau hidupnya berbarengan dengan dunia gaib. Tentu, Arum juga tidak ingin putrinya terlibat dunia gaib.

"Apakah saya bisa melihat suami saya secara langsung, Uwa?"

"Bisa. Jika mata batin kamu di buka."

Widuri tersenyum. Harapannya seperti mendapat jalan untuk terwujud. Setiap hariz dia berharap bisa melihat Kailash secara langsung di dunia nyata, tidak hanya di alam mimpi saja.

"Apa kamu kau mata batin mu di buka?" tanya Uwa Mando.

"Mau, Uwa," Widuri antusias. Dia membangunkan dirinya lalu duduk tegap menghadap Uwa Mando.

Nyit!

Suara dernyitan pintu terdengar, pertanda ada yang masuk ke rumah. Ternyata Satia dan Nunung sudah kembali. Di tangan Nunung sudah ada baskom yang berisi daun mujo seperti permintaan Uwa Mando.

"Sudah ada, Mando." Kata Nenek Satia yang kembali duduk disamping Widuri.

Uwa Munjo mengedipkan mata ke arah Widuri. Percakapan itu akan ia rahasiakan sebab hal ini akan membahayakan Uwan Mando bila menyebarkan kehidupan gaib.

"Bagaimana Widuri? apa masih sakit, Nak?" tanya Satia.

"Sudah mendingan, Nek. Tadi di obati Uwa Mando."

Widuri berharap jika neneknya tidak mengetahui kehamilannya. Ia takut, jika neneknya terkejut dan berakibat pada kesehatannya yang akan terganggu.

"Ini saya akan buat ramuan, ini yanga ramuan penghilang rasa sakit," kata Uwa Mando.

Dia pamit ke dapur untuk meracik daun mujo sebagai air obat untuk Widuri. Ingin sekali Uwa Mando membantu agar mata batin Widuri terbuka.

'Kasihan sekali Widuri. Tapi, apakah cara ini benar, tapi sepertinya mencintai suami gaibnya. Ah, sulit sekali..' Ucap Uwa Mando dalam hati.