Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mari Bersenang-senang
"Nak!" seru Afandi membentangkan tangannya, begitu juga dengan Ella yang ikut membentangkan tangannya.l
Melihat orang tuanya membentangkan tangan, Adira pun ikut memeluk mereka.
"Selamat datang kembali sayang." bisik Afandi.
Ella mengelus punggung Adira. "Maafkan kami ya nak." seru Ella.
"Drama ..." sinis Vania meninggalkan acara penyambutan Adira. Namun, baru saja Vania mencapai pintu. Dia langsung di panggil oleh Afandi.
"Kemari lah, minta maaf pada Adira." perintah Afandi, dan Vania langsung melayangkan tatapan penuh permohonan pada Ibunya.
"Sudah lah Yah, yang penting Adira sudah kembali. Jangan membesar-besarkan masalah." tekan Ella.
"Jangan begitu Ella, kamu kan sudah tahu, jika Vania salah. Dengan berbohong, kalo Adira mendorong tempo dulu." ujar Johan mendengar perkataan anak mantunya. "Sekarang, Vania harus minta maaf pada Adira." tegas Johan.
"Vania kamu masuk." perintah Ella membuat Vania tersenyum ke arah Adira yang hanya menatapnya datar.
Baik Johan dan Afandi akhir memilih diam. Karena percuma berdebat dengan Ella. Apalagi mereka agak malu, karena keberadaan Shanum di dekat mereka.
Vania masuk kamar dengan membanting kan pintu kamarnya. "Kenapa kamu kembali sih Adira." geram Vania meremas-remas bantal gulingnya.
karena tertekan, Vania segera mengambil inhaler miliknya. Setelah merasa agak baikkan. Vania menekan luka sayatannya agar kembali mengeluarkan darah.
"Akhhhh ...." jerit Vania.
Mendengar suara jeritan dari kamar Vania, semuanya berlari ke kamar Vania, karena panik. Begitu kamar dibuka, terlihat Vania dengan posisi seperti orang jatuh dari kamar mandi. Dan ada banyak darah di lukanya.
"Sayang, kenapa bisa gini? Kamu jatuh? Mana darahnya banyak banget lagi. Ayah ayo bantu Vania." beruntun Ella dengan panik.
Afandi pun membopong tubuh Vania untuk dibawa ke rumah sakit. Bu Mar dan Bu Siti langsung sibuk membersihkan darah yang berceceran, sedangkan Ella mengikuti suaminya untuk menemani Vania.
Adira terus saja menatap Vania dengan tajam. Sampai akhirnya, dia melihat Vania yang menjulurkan lidah ke arahnya. Dan Adira hanya tersenyum.
Adira ingat pesan dari Ifana. Saat dia mengabarkan akan kembali ke rumah. Ifana langsung memberikan beberapa ide untuk mengerjai Vania. Adira yang semula menolak, kini akan meladeni Vania dengan ide-ide dari Ifana.
Shanum, langsung pamit untuk berkunjung ke rumah Amalia. Sedangkan Johan masih bersama Adira untuk melepaskan rasa rindunya pada cucu tersayang.
Hari sudah hampir sore. Johan pun menyuruh Adira untuk memanggil Shanum, karena sebentar lagi dia akan pulang. Dengan malas dan malu, Adira menunju rumah Satria. Adira malu karena pernah salah sangka pada Satria. Namun, dia juga malas saat mengingat Satria yang pernah menendang kakinya. Karena di benaknya, Satria salah satu cowok mesum, yang suka mencuri-curi kesempatan dalam kesempitan.
Setelah mengucap salam, Adira dijemput Satria yang kebetulan lagi di ruang tamu.
"Hai ..." sapa Satria gugup.
"Hai ... Mau ketemu sama Tante Shanum." ujar Adira langsung ke intinya.
"Oo,,, silahkan masuk." ajak Satria mempersilahkan Adira.
"Kondisikan hatiku Tuhan." batin Satria berjalan di belakang Adira.
"Kenapa dia cantik sekali?" gumam Satria, dan Adira langsung menghentikan langkahnya. Membuat Satria yang kurang fokus, juga menabraknya.
"Kamu bilang apa? Siapa yang cantik?" tanya Adira.
"Buset ... Dia bisa dengar kata hati aku?"
Q
"A-aku gak bilang apa-apa" bantah Satria.
"Jangan bohong, aku bisa mendengar dengan jelas loh. Kamu tadi mengatakan, kenapa dia cantik sekali?" jelas Adira, dan Satria menelan ludah.
"Bukannya tadi aku ngomongnya dalam hati ya?" lirih Satria.
"Adira ..." panggil Shanum. Karena dia dan Amalia mendengar suara orang ribut dari ruang tamu. Kebetulan, mereka lagi berada di ruang keluarga.
"Ini siapa? Cantik sekali." puji Amalia menatap Adira dengan balutan kemeja dan celana jeansnya.Dan rambut yang terurai indah.
"Ini keponakan aku Lia, tetangga kamu. Ini loh, yang aku ceritain tadi, yang menemani hari-hariku, untuk beberapa hari ini." jelas Shanum dan Amalia langsung mencubit pipi Adira gemas.
"Oya, sekarang Satria ada disini. Kamu gak ada niat minta maaf?" tanya Shanum tanpa memikirkan jika Adira bisa saja malu.
"Tante ..." lirih Adira.
"Gak usah ah, lagian cuma salah paham doang kan?" kekeh Amalia yang melihat muka Adira memerah. "Berarti, kamu satu kelas sama Ifana ya?"
"Iya Tante."
"Wah, kapan-kapan kita jalan bareng ya. Karena biasanya Tante dan Ifana sering menghabiskan akhir pekan dengan jalan-jalan juga belanja. Besok-besok kamu ikut ya." tawar Amalia antusias.
"Boleh Tante." sahut Adira kaku. Karena sebenarnya, dia juga risih saat menyadari Satria yang terus menatap ke arahnya.
Setelah mengutarakan tujuannya ke rumah Satria. Adira dan Shanum pun izin pamit. Shanum pun, tak henti-hentinya menggoda keponakannya, apalagi dia juga ikut melihat saat tatapan tak biasa dari Satria yang dituju pada Adira.
"Tapi Satria anak baik loh Dira." kekeh Shanum.
"Baik apanya? Mesum iya." gumam Adira tanpa didengar oleh Shanum.
Vania sudah bisa kembali pulang, dia hanya di gantikan perban. Dan dibersihkan luka-lukanya. Saat mereka sampai, Johan juga sudah pulang ke rumahnya sendiri. Tetapi Shanum memutuskan untuk menginap. Apalagi Adira yang terus saja memaksanya.
Vania merasa risih dengan adanya Shanum di rumahnya. Apalagi, perlakuan Shanum terhadap Adira dinilai lebay dari sudut pandangannya. Misalnya, saat Shanum yang mencoba mengisi piring untuk makanan Adira. Padahal, biasanya Adira selalu mengisinya sendiri.
Mereka juga membersihkan meja makan berdua, mencuci segala peralatan makan yang biasanya tak pernah Adira lakukan.
Ella juga menatap sedih, saat melihat Adira yang begitu bebas saat bersama Shanum. Adira bahkan tidak segan-segan tertawa dengan terbahak-bahak disisi Shanum, tawa yang tak pernah dilihat saat mereka bersama. Dan tawa yang pertama kali dilihatnya saat bersama orang lain.
"Ada yang bisa Ibu bantu?" tanya Ella melihat Adira dan Shanum membersihkan dapur.
"Gak usah Ella, ini juga hampir selesai." jawab Shanum. Karena Adira sama sekali tidak menghiraukan kedatangan Ibunya. Bahkan tawa yang sempat terdengar lenyap lah, sudah.
"Adira ..." panggil Ella. Dan Shanum langsung meninggalkan Ibu dan anak tersebut.
"Kamu masih marah?" tanya Ella selembut mungkin.
"Kenapa Ibu ingin tahu? Bukannya tentangku tak pernah penting untuk Ibu?" cetus Adira. Karena dia masih kecewa dengan Ibunya, yang seolah mendukung Vania agar tidak minta maaf padanya.
"Maafkan Ibu Adira, Ibu memang salah. Tapi Ibu menyesal." bisik Ella memaksa memeluk Adira. Dan itu berhasil membuat air mata Adira kembali berjatuhan.
Vania yang dari ruang keluarga, tak pernah memindahkan tatapannya pada Adira, apalagi saat Ella menyusul Adira. Dia hendak menyusul, namun Afandi melarangnya, dengan memegangi tangan Vania.
Kecemburuan nampak jelas dimatanya, apalagi saat melihat Adira yang mengedipkan sebelah mata ke arahnya. Hanya kepadanya, karena Afandi sedang sibuk dengan Shanum, yang ikut bergabung dengan mereka.
"Mari, kita bersenang-senang." batin Adira.
Rasany ngk enk bget