Ima mengalami hal yang sangat luar biasa pada kehidupan nya yang beranjak dewasa. Dia baru tahu bahwa cinta harus memandang usia, uang, kualitas, fisik bahkan masih banyak lagi. Hal itu membuatnya bimbang akan pilihan kedepan nya bagaimana dia menemukan sesosok pria yang begitu baik untuk menemani kehidupan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30
Sementara itu, di balkon atap rumah sakit yang terang dan angin yang bersepoi. Regis merokok sambil bersender di dinding tangga balkon itu, ia mengeluarkan asap nya sambil menghela napas panjang yang menandakan dia putus asa.
Ia mengeluarkan asap nya ke atas bukan ke bawah menandakan dia sedang banyak pikiran dan masalah yang bertumpuk tumpuk.
"Ha.... Ini saja baru urusan Ima... Apalagi aku harus menyelesaikan pekerjaan ku..."
"Jika di pikir-pikir... Ini semua mulai membebani pikiran ku, tapi... Ini impian ku dari dulu, aku ingin sekali merawat seorang gadis dan sekarang, Ima aku anggap sebagai seseorang yang ingin aku rawat dan aku berikan sebuah rasa suka yang akan selalu cukup untuk nya, aku akan melakukan apapun demi kehidupan nya yang akan damai, aku ingin cepat cepat tinggal bersama gadis itu, ingin cepat cepat menunjukan rumah ku, pekerjaan ku, dan riwayat hidup ku agar dia semakin percaya padaku... Tapi mau bagaimana lagi, yang harus aku pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya aku membuat Sheniok hilang dari ini semua, dendam ku harus terpenuhi, aku ingin membunuh Sheniok, tapi Ima bilang... Ibu nya adalah resiko terbesar jika aku membunuh Sheniok, bisa jadi beliau masih suka pada Sheniok, ha.... Intinya ini harus segera di selesaikan, Sheniok harus sadar diri," gumam nya dengan serius, ia melempar rokoknya ke bawah dan menginjak nya dengan berjalan pergi dari balkon itu.
Hari selanjutnya, Ima masih ada di rumah sakit, dia bangun duduk memegang kepalanya. "Ugh... Kepala ku, di sini juga tidak nyaman... Tidur saja tidak nyaman dan, tubuh ku lengket semua karena tidak mandi.... Aku ingin mandi..."
Di saat itu juga, Regis datang dari luar ruangan. "Ima, bagaimana kondisi mu?" dia mendekat.
"Ah ini lebih baik, bagaimana dengan pekerjaan Mas Regis?" Ima menatap.
"Yeah, aku sudah menyelesaikan nya, jadi jangan khawatir," Regis membalas.
Tapi di saat itu juga, Ima berpikir lain. "Sudah menyelesaikan nya kau bilang, kamu bilang begitu tapi pekerjaan mu jelas tidak bilang begitu, pastinya kamu selalu sibuk dan sekarang meluangkan waktu hanya untuk ku di sini..."
"Ima…" Regis menatap membuat Ima tersadar dari berpikir nya.
"Ima, aku dengar ucapan mu tadi, kau ingin mandi?"
"Eh... Haha... I-iya... Bagaimana dia bisa dengar, padahal dia baru saja datang ketika aku sudah berguman soal itu."
"Sebaiknya jangan mandi dulu, tubuh mu masih belum kuat, dan luka mu juga masih basah, nanti malah tambah parah," Regis menatap.
"Hmp... Tapi aku ingin membersihkan tubuh ku," Ima menatap kesal, pipi nya mengembang.
Hal itu membuat Regis terdiam dan tiba-tiba tersenyum seringai mendekatkan wajahnya membuat Ima terkejut.
"Kau ingin membersihkan tubuh mu? Biarkan aku yang membasuhnya," ia menatap, seketika di tangan nya ada handuk kecil dan baskom yang siap untuk menggosok kulit Ima.
"Apa?!! Tidak!?" Ima terkejut dan berteriak.
Tapi di saat itu juga ibunya masuk melihat itu, ia terdiam dan Regis menoleh.
"Ah... Ibu," ia langsung menyembunyikan yang tadi dengan rasa canggung.
"Oh hahhaa... Sepertinya aku mengganggu kalian lagi ya... Aku akan pergi saja—
"Tunggu ibu!! Tidak!! Aku ingin ibu di sini!" Ima merengek. Hal itu membuat Regis terkejut dan ibunya masih terdiam bingung.
Tak lama kemudian, ibu Ima meletakan handuk kecil setelah membasuh kulit Ima.
"Haiz... Regis kan bermaksud baik, kenapa malah kau tolak?" tatap ibu Ima sementara Ima menggeleng cepat.
"Ini tetap saja, meskipun dia hanya membasuh kulit ku tapi kan... Hiks... Dia itu pria... Aku benar-benar masih malu."
"Hahha, setelah menikah nanti rasa malu tubuh akan perlahan hilang, jangan heran ya."
"Apa?! Bagaimana ibu bisa tahu?!!" Ima terkejut.
Tapi di saat itu juga ada yang membuka pintu, siapa lagi jika bukan Regis, dia membawa sesuatu.
"Ima, aku membawakan mu sesuatu," dia menunjukan nya dengan senyum yang nyaman. Yakni boneka bulat yang imut berbentuk kucing hitam putih atau kucing tuksedo.
"Wahhh!" Ima langsung terkesan dari ranjang.
"Regis, apa kamu tadi pergi?" Ibu Ima menatap.
"Ah, iya, tidak mungkin aku mengganggu Ima yang berganti baju, jadi aku membelikan ini," kata Regis yang berjalan mendekat memberikan kucing itu membuat Ima langsung memeluk kucing itu.
"Ini sangat imut... Dari mana Mas Regis membelinya?" ia menatap.
"Di toko boneka dekat sini…" balas Regis.
Sebelumnya, Regis keluar dari ruangan Ima dengan terengah engah. "Sialan.... Jika terus ada ibu Ima itu aku tak akan bisa menikmati Ima...." Ia menatap sekitar dengan kecewa, lalu menggeleng.
"Sudahlah, ibu nya sudah ada di dalam... Mungkin dia akan membasuh Ima lama, aku mungkin bisa ke suatu tempat," pikirnya sekali lagi.
Lalu ponsel nya berbunyi dari sakunya membuatnya harus melihat itu dari siapa, ia melihat itu dari Lio Zheng membuat wajahnya terdiam dengan satu alis terangkat.
"Dia menghubungi ku? Terima saja," ia menghela napas panjang dan menerima nya, di saat ponselnya sudah di telinga, ia berjalan dari ruangan itu tepatnya berjalan keluar melewati lorong rumah sakit itu.
"Regis?" tanya Lio Zheng di ponsel.
"Yeah, kenapa menghubungi ku?" Regis membalas sambil berjalan.
"Dimana kau sekarang Regis?"
"Aku ada di rumah sakit."
"Kau sakit?"
"Aku tidak sakit, hanya saja Ima baru saja mengalami kecelakaan, tapi tidak begitu parah, aku hanya berharap dia baik-baik saja," kata Regis.
Mendengar itu saja membuat Lio Zheng terkejut. "Kecelakaan? Kecelakaan apa? Biarkan aku melihatnya, ada di rumah sakit mana?" dia bertanya dengan suara panik.
"Hei kawan.... Dia milik ku," kata Regis. Seketika Lio Zheng terdiam tak bersuara, dia sadar dengan kalimat Regis itu. Bahwa dia sudah tidak ada berhak bertemu dengan Ima setelah membuat Ima menangis saat itu.
"Ha... Baiklah..."
"Yeah, memang seharus nya begitu... Oh, kenapa kau menghubungi ku tadi?" Regis bertanya.
". . . Aku hanya ingin bertemu dengan mu, kita sudah bekerja saja dan kini saat nya memutuskan kontrak itu, kembalilah ke Korea dan bawa Ima sekalian," kata Lio Zheng.
"Jadi kau ingin melakukan jabat tangan kedua setelah kita melakukan jabat tangan membuat kontrak pertama dan jabat tangan kedua ini nanti adalah akhir dari kontrak begitu?"
"Yeah..."
"Baiklah, aku akan melakukan nya, tapi masalahnya, aku benar-benar tak mau kembali ke Korea, aku memang ingin membawa Ima ke Korea, tapi di sini juga ada banyak sekali kendala," kata Regis.
"Kendala?"
"Yah kau tahu lah... Soal ibu nya, apalagi Ima belum selesai kuliah nya, dia masih akan terus melanjutkan pendidikan nya... Dan aku belum bilang aku akan kembali ke organisasi..."
"Mau bagaimana lagi, kau harus kembali ke Korea dan meninggalkan gadis itu," kata Lio Zheng.
Di saat itu juga, Regis berhenti berjalan dan rupanya di depan nya ada Lio Zheng yang juga meletakan ponsel nya di telinga nya.
Mereka menurunkan ponsel nya dan mematikan nya, melangkah mendekat dan berjabat tangan. Mata Lio Zheng juga terlihat tidak kosong yang artinya dia benar benar sudah bisa melihat, kini tak perlu memanggilnya lelaki yang buta.
"Ini jabat tangan pemutusan kontrak," kata Lio Zheng. Maksud nya adalah pemutusan kontrak antara organisasi keamanan Jepang yang di wakilkan Lio Zheng dan organisasi keamanan Korea yang diwakilkan Regis, mereka melakukan kontrak kerja sama untuk organisasi mereka juga dan sekarang karena tugas bersama sudah selesai, jadi mereka memutuskan nya dengan cara berjabat tangan terakhir karena dari awal, mereka bertemu dengan berjabat tangan.
"Yeah... Semoga kita melakukan ini lagi," tambah Regis. Lalu mereka melepasnya dan Lio Zheng berbalik. "Sampai jumpa Regis.... Tunggulah gadis itu hingga kau mendapatkan apa yang kau inginkan dari awal," kata Lio Zheng, lalu berjalan pergi membuat Regis hanya tersenyum kecil menatap nya pergi sambil bergumam. "Tentu saja..."
Tapi siapa yang menyangka, Lio Zheng kembali lagi berjalan mendekat padanya, membuat Regis terdiam menatapnya.
"Regis, kau yakin... kau akan membiarkanku pergi?" tatapnya, membuat Regis bingung menggaruk kepala belakangnya.
"Apa maksudmu? Kau membuat kita terlihat seperti hal yang aneh..."
"Regis, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih dan juga minta maaf... Tugas kita pernah gagal hanya karena kesalahanku. Aku benar-benar minta maaf, aku yakin kau masih kesal akan hal itu..."
"Ya, tentu saja aku kesal! Kau membuat tugas kita gagal. Tapi aku bukan tipe orang yang buruk di sini..."
"Apa yang kau bicarakan, ini baik-baik saja, toh ini juga sudah berlalu dengan cepat... Kau itu akan menjadi hal yang sangat hebat, bahkan kita. Kau memiliki kekuatan lebih dari polisi pemberani... Jadi, jangan khawatir..." tatapnya.
Tapi Lio Zheng tetap terdiam khawatir. Ia lalu memikirkan Ima.
"Bagaimana kondisi gadis itu?"
"Ima? Oh, dia baik-baik saja, tapi... Kau baik-baik saja, kan? Kau pernah bercerita padaku bahwa kau juga suka pada gadis itu karena dia selalu membantumu..."
"Aku memang mengatakan itu, tapi kau lebih bisa diandalkan jika memilikinya. Aku bisa mencari yang lain..."
"Oh, aku sarankan cari yang seksi..." Regis menatapnya bercanda, membuat Lio Zheng menghela napas panjang mendengar saran itu.
"Oh ya, ngomong-ngomong, kau akan ditugaskan apa lagi ketika pulang ke negaramu?"
"Sama seperti sebelumnya, aku akan menjadi dosen dan mengawasi gerak-gerik pelaku yang ditargetkan."
"Nah, itu bagus, carilah wanita di sana..." balas Regis, membuat Lio Zheng tertawa.
"Kau ini... Aku tidak akan melakukan itu... kecuali terpaksa..." tambahnya, membuat mereka berdua tertawa, tapi kemudian membisu canggung.
"Haha... Em, baiklah, pergilah sebelum kau ketinggalan pesawat..." tatapnya.
"Yah, aku akan kembali lagi jika ada tugas... Jadi, sampai jumpa..." Lio Zheng berjalan pergi, membuat Regis terdiam melihatnya perlahan menghilang.
Lalu di sampingnya, ia melihat ada toko boneka dan melihat boneka kucing bulat dipajang di sana.
"Oh... Itu kucing tuksedo." Dari sanalah dia membelikan boneka untuk Ima.