Kim Woo-jin masih bertahan membaca komik romansa remaja karena tertarik pada karakter Shimizu Miyuki, teman masa kecil karakter utama laki-laki dalam cerita. Namun, seperti yang sering terjadi, teman masa kecil biasanya hanya berperan sebagai pemanis di awal kisah dan tidak terpilih sebagai kekasih hingga akhir cerita.
Fenomena ini sudah menjadi klise dalam komik bergenre 'Harem,' yang merujuk pada karakter utama laki-laki dan para gadis-gadis yang menyukainya. Sebuah pola yang, meski berulang, tetap berhasil menarik perhatian pembaca.
"Selalu sama seperti yang lain, hanya saja sifatnya sangat baik dan polos. Tapi menerima semuanya dengan senyuman saat ditolak, sungguh hebat sekali. Awal cerita mereka selalu bersama seperti tidak terpisahkan, tapi setelah SMA, banyak gadis yang mendekati Protagonis Sampah," gumam Kim Woo-jin.
(Penulis : Sudah lama ya nggak ketemu xixixi~ aku sibuk dan lupa password, baru inget dan dah lupa lanjutan cerita yang aku buat ... selamat membaca~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yayang_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Panjang Miyuki
Malam Panjang Miyuki
Miyuki sulit tidur malam itu. Dia berbaring menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Suasana sunyi membuat pikirannya melayang kembali ke makan malam tadi.
Dia masih ingat dengan jelas bagaimana Ren begitu perhatian. Suara lembut Ren terus terngiang di telinganya, cara dia mendengarkan setiap kata yang Miyuki ucapkan membuatnya merasa dihargai.
Dia mencoba membalikkan badan, menarik selimut lebih erat, berharap rasa kantuk datang. Namun, semakin dia berusaha, semakin kuat kenangan tentang Ren menghantui malamnya.
Miyuki akhirnya duduk di tempat tidur, menyerah pada usahanya untuk tidur. Dia memandang keluar jendela, memperhatikan bulan yang menggantung rendah di langit malam. Udara dingin menyelinap melalui celah jendela, tetapi itu tidak cukup untuk mengalihkan pikirannya.
"Kenapa aku terus memikirkan Ren-kun?" gumamnya pelan.
Miyuki menggigit bibirnya, mencoba mengabaikan rasa hangat yang timbul setiap kali bayangan Ren muncul. Dia menggelengkan kepala, berharap dengan begitu pikirannya menjadi lebih jernih.
Namun, semakin dia berusaha melupakan, semakin banyak detail yang kembali. Senyuman kecil Ren, cara dia bersikap, dan bahkan tawa ringan yang dia keluarkan ketika Miyuki melakukan kesalahan.
Miyuki memeluk lututnya, duduk merenung di tempat tidur. Hatinya terasa penuh, campuran kebingungan dan rasa hangat yang sulit dia jelaskan. Dia tahu malam ini akan menjadi panjang, dan tidur mungkin bukan pilihan.
Miyuki mencoba mengalihkan pikirannya dengan membaca buku yang ada di samping tempat tidurnya, tetapi bahkan huruf-huruf di halaman terasa seperti memanggil nama Ren. Dia menutup buku itu dengan frustrasi, menyandarkan kepala ke sandaran tempat tidur.
Bayangan Michiko yang terus menggoda selama makan malam juga muncul di pikirannya. Ibunya benar-benar tidak memberi ruang baginya untuk bernapas, seolah-olah semua itu disengaja untuk membuatnya semakin dekat dengan Ren.
"Kenapa Ibu seperti itu…" Miyuki menghela napas panjang. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia tidak bisa sepenuhnya marah pada ibunya. Meski sikap ibunya terkadang membicarakan tentang hal memalukan, ada bagian kecil dalam dirinya yang merasa senang dengan tanggapan Ren.
Kedua kalinya, mengingat momen ketika Ren membantunya mengambil sushi. Tangan hangatnya yang terulur membuatnya merasa dihargai, meskipun dia sangat malu saat itu. Ren tidak menghakiminya, malah memberikan senyuman kecil yang terasa menenangkan.
Miyuki menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. Dia merasa sulit untuk memahami perasaan yang tumbuh di hatinya.
"Um... Ren-kun ..." gumamnya sambil menyentuh dada atasnya. "Rasanya aneh..." Seperti jantungnya berdetak lebih cepat hanya dengan memikirkan nama Ren.
Suasana kamar yang sunyi semakin memperburuk kegelisahannya. Dia mengalihkan pandangan ke ponselnya yang tergeletak di meja samping. Pikiran untuk mengirim pesan pada Ren melintas di benaknya, tetapi dia segera menepis ide itu.
"Apa yang harus aku tulis? ‘Terima kasih sudah datang ke makan malam?' Ah, itu terdengar aneh." Miyuki menggelengkan kepala, merasa tidak pantas menulis pesan seperti itu.
Namun, tangannya bergerak tanpa sadar, mengambil ponsel itu. Dia membuka kontaknya, menatap nama Ren yang terpampang di layar. Jantungnya kembali berdebar. Dengan ragu, dia mengetik pesan sederhana: 'Terima kasih sudah datang malam ini. Maaf kalau ada yang membuatmu tidak nyaman.'
Dia membaca ulang pesan itu beberapa kali, lalu menekan tombol kirim sebelum sempat berubah pikiran.
Begitu pesan terkirim, Miyuki langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, wajahnya tertutup bantal. Dia merasa gugup menunggu balasan esok paginya, dia melihat jam, sudah terlalu larut malam, dan Miyuki yakin kalau Ren sudah tidur.
Dalam waktu singkat.
Ponselnya bergetar.
Ren membalas: 'Tidak perlu minta maaf. Aku justru merasa senang bisa diundang. Terima kasih untuk malam yang menyenangkan.'
Miyuki membaca pesan itu berulang kali, senyum kecil muncul di wajahnya tanpa dia sadari. Untuk pertama kalinya malam itu, dia merasa sangat bahagia. Dengan ponsel yang masih digenggam, dia akhirnya tertidur, dan bayangan Ren memenuhi mimpinya.