NovelToon NovelToon
I Adopted Paranormal Dad

I Adopted Paranormal Dad

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Pendamping Sakti
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah sembilan belas kehidupan yang penuh penderitaan, Reixa terbangun kembali di usianya yang kesembilan tahun. Kali ini dengan gilanya, Reixa mengangkat seorang pria sebagai ayahnya, meninggalkan keluarganya setelah berhasil membawa kabur banyak uang.
Namun, siapa sangka Reixa membangkitkan kemampuannya dan malah berurusan hal di luar nalar bersama ayah angkatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Reixa menggenggam tangan Saverio erat, senyumnya lebar menghiasi wajah kecilnya yang berseri. Hatinya lega setelah Saverio akhirnya membeli alat bantu dengar baru. Meski kecil, ia tahu perubahan ini berarti besar bagi pria yang kini menjadi sosok pelindungnya. Dalam pikirannya, ia bertanya-tanya apakah ada kaitan antara gangguan pendengaran Saverio dengan kematian tragisnya di beberapa kehidupan lampau.

Saverio merasa terharu. Setelah bertahun-tahun hanya mendengar suara samar, kini segalanya terdengar lebih jelas. Suara angin, langkah kaki di trotoar, bahkan suara riuh percakapan orang-orang di sekitar menjadi jauh lebih nyata. Sesekali, ia melirik ke arah Reixa yang tampak sibuk mengamati sekeliling, mata hijaunya penuh dengan pemikiran.

Reixa memindai area sekitar, mengenali pertokoan yang berjejer di dekat apartemen mereka. Dalam ingatannya, beberapa tahun ke depan tempat ini akan berubah drastis. Persaingan usaha dan penggusuran akan mengubah wajah daerah ini menjadi lebih suram. Namun sebelum ia sempat melamun lebih jauh, suara bisik-bisik mulai terdengar di antara kerumunan orang.

"Hei, lihat. Bukankah mereka berdua itu yang jadi trending topik kemarin?" bisik seseorang.

"Ya, anak perempuan itu menggemaskan sekali."

"Apa pria itu ayahnya? Pantas saja anaknya secantik itu."

"Katanya mereka membeli apartemen itu dan menemukan mumi manusia serta makam kuno."

Reixa melirik Saverio, menyadari perubahan ekspresi pria itu. Wajahnya mulai menegang, tampak tak nyaman dengan perhatian yang berlebihan. Gadis kecil itu segera memegang tangannya lebih erat, tersenyum ceria, mencoba menenangkan. Ia tahu betapa sulitnya masa lalu Saverio. Dari seorang yang diremehkan, kini pria itu justru dipuji di kota ini.

Namun suasana berubah ketika beberapa wanita mulai mendekat, mengerubungi Saverio dengan antusias. Beberapa di antaranya bahkan tak segan menggodanya dengan cara yang vulgar.

"Ini menjijikkan," pikir Reixa sambil memandang mereka dengan tatapan dingin. "Mereka merendahkan diri demi perhatian dan uang."

Ia menggeser langkah, mencari celah untuk menjauh dari kerumunan. Namun sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, salah satu wanita yang terburu-buru mendorongnya dengan keras. Reixa terjatuh, tubuh kecilnya menghantam tanah. Parahnya lagi, seorang wanita tanpa sengaja menginjak tangannya dengan keras, membuat gadis kecil itu menjerit kesakitan.

"Hwaaaaa!!! Ayaaaahh!!! Sakiiiittt!!! Mereka menginjak tanganku!!"

Tangisan Reixa menggema, melengking tajam dan penuh isakan histeris. Kerumunan mendadak terdiam, menoleh ke arah gadis kecil yang kini terduduk di tanah dengan keadaan memprihatinkan.

"Reixa, kau tidak apa-apa, Nak?" Saverio langsung berlutut di sebelahnya, panik.

Reixa menangis keras, menunjukkan telapak tangannya yang kini membiru. "Tanganku patah, Ayah! Sakiiit! Huwaa!!"

Saverio memeluknya erat, tatapannya beralih ke arah wanita-wanita di sekelilingnya, kini penuh dengan kemarahan yang tak tersamarkan. "Siapa di antara kalian yang melakukannya?!" suara Saverio terdengar rendah namun dingin, membuat mereka yang tadinya berkerumun segera mundur dengan wajah pucat.

Reixa terisak di pelukan Saverio, tubuh kecilnya gemetar. Namun dalam hati, ia merasa lega. Setidaknya kini perhatian penuh ayah angkatnya kembali tertuju padanya, menjauh dari wanita-wanita itu.

Saverio mendekap Reixa erat, mencoba menenangkan gadis kecil itu sambil mengecek kondisi tangannya yang membiru. "Tenang, Rei. Ayah akan segera membawamu ke dokter," ucapnya lembut, meski nada suaranya menyiratkan kemarahan yang terpendam.

Para wanita yang sebelumnya begitu antusias mengerubungi Saverio kini berdiri kaku, saling melirik dengan ekspresi bersalah. Salah satu dari mereka mencoba mendekat, mungkin untuk meminta maaf, namun tatapan tajam Saverio membuatnya berhenti di tempat. "Cukup," ujar pria itu dingin. "Jika kalian tidak berhati-hati, jangan harap bisa seenaknya lagi di sini."

Reixa masih terisak, pipinya basah oleh air mata, namun ia bisa merasakan kehangatan dari tangan besar Saverio yang mengusap punggungnya pelan. Dalam hati, ia berjanji akan membalas mereka suatu hari nanti. Ia tak akan lupa wajah-wajah mereka. Tapi untuk saat ini, rasa sakit di tangannya terlalu mendominasi.

Saverio segera menggendong Reixa, mengabaikan bisikan-bisikan yang kembali terdengar di antara orang-orang yang menonton kejadian itu. "Sungguh memalukan. Seharusnya mereka lebih hati-hati," gumam seseorang. "Anak kecil itu pasti trauma."

Sambil membawa Reixa, Saverio berjalan keluar dari kerumunan tanpa berkata apa-apa lagi. Namun, langkahnya tegas, mencerminkan amarah yang ia tahan demi tidak memperkeruh keadaan. Di pelukannya, Reixa mendekap leher pria itu erat-erat, tangisnya perlahan mereda. Meski hatinya dipenuhi rasa sakit dan dendam kecil, ada kenyamanan dalam pelukan Saverio yang membuatnya merasa aman.

Di klinik terdekat, dokter memeriksa tangan Reixa dengan teliti. Saverio duduk di sampingnya, tak pernah melepaskan genggaman tangan kecil gadis itu. Meski Reixa berusaha terlihat kuat, sesekali ia meringis ketika dokter menyentuh bagian yang bengkak.

"Ini hanya memar parah, tidak sampai patah," kata dokter sambil tersenyum menenangkan. "Namun, saya akan membebatnya untuk mencegah gerakan berlebihan yang bisa memperburuk kondisinya."

Reixa mengangguk pelan, merasa lega meski masih sedikit kesal. Setelah semuanya selesai, mereka kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan, Saverio tak berhenti menenangkan gadis kecil itu, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Rei," ucapnya lembut setelah mereka tiba di ruang tamu, "Maafkan Ayah karena tidak melindungimu tadi. Ayah seharusnya lebih sigap."

Reixa menatapnya, matanya yang memerah karena tangis tampak serius. "Bukan salah Ayah. Mereka yang salah. Tapi... aku janji, Ayah, aku akan jadi lebih kuat. Aku tidak akan membiarkan orang lain menyakitiku lagi."

Saverio tersenyum tipis, mengusap rambut Reixa dengan lembut. "Dan Ayah juga berjanji akan selalu ada untuk melindungimu, Rei. Selalu."

Dalam hatinya, Reixa tahu bahwa kata-kata itu bukan sekadar janji. Saverio adalah satu-satunya orang yang selalu ada untuknya, di setiap kehidupannya. Ia mungkin kehilangan banyak hal, tapi tidak pria ini. Dan untuk itu, ia akan berjuang sekuat tenaga demi melindungi apa yang ia miliki sekarang.

🐾

Kini, para wanita yang sebelumnya mengerubungi Saverio berakhir di kantor polisi dengan wajah pucat pasi. Saverio, dengan sikap dinginnya, langsung membawa perkara ini ke jalur hukum. Baginya, tindakan mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja, terlebih setelah mereka mencoba playing victim dan menyalahkan Reixa yang masih kecil.

"Kami benar-benar tidak sengaja, Tuan. Tolong ampuni kami!" salah satu dari mereka memohon dengan suara bergetar, nyaris menangis.

Saverio menatap mereka tanpa ekspresi. Mata hijaunya yang biasanya tenang kini menyiratkan ketegasan yang tak bisa digoyahkan. "Tidak sengaja? Kalian dengan sengaja mengerubungi saya, mendorong anak saya, bahkan menginjak tangannya. Dan sekarang kalian bermain peran sebagai korban?" Suaranya rendah, tapi tegas, penuh dengan kemarahan yang tertahan.

Reixa berdiri di sampingnya, tangan kecilnya yang masih terbalut perban mencengkeram erat jari-jari Saverio. Meski wajahnya sudah kembali ceria, ada sorot tajam di matanya yang mengingatkan bahwa ia tidak melupakan kejadian tadi. Ia hanya berdiri diam, membiarkan Saverio mengurus semuanya, tapi dalam hati ia merasa puas melihat para wanita itu gemetar ketakutan.

"Tuan, kami tidak bermaksud—" seorang wanita mencoba membela diri, tapi Saverio memotongnya dengan nada yang lebih dingin.

"Diam," katanya singkat. "Jika kalian tidak bisa bertanggung jawab atas tindakan kalian, biarkan hukum yang mengurusnya."

Para wanita itu terdiam, wajah mereka semakin pias. Salah satu dari mereka bahkan terlihat hampir pingsan. Tapi Saverio tidak goyah sedikit pun. Ia tahu apa yang harus dilakukan untuk memastikan mereka tidak mengulangi perbuatan mereka pada orang lain.

Sementara itu, Reixa menatap pemandangan itu dengan kepuasan kecil di hatinya. "Ayah benar-benar keren," pikirnya, meski ia menahan diri untuk tidak mengucapkannya. Dalam diam, ia merasa bangga. Saverio tidak hanya melindunginya, tapi juga memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Setelah menyelesaikan laporan di kantor polisi, Saverio menggenggam tangan Reixa dan membimbingnya keluar. "Selesai, Rei. Mereka akan mendapatkan pelajaran."

Reixa mengangguk pelan, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Ayah hebat sekali. Aku tidak perlu membalas dendam, kan? Hukum sudah bekerja untukku."

Saverio tersenyum tipis, mengacak rambut Reixa dengan lembut. "Benar. Ayah akan selalu memastikan kamu aman, Rei. Selalu."

Dan dengan itu, mereka melangkah pergi, meninggalkan kantor polisi dengan perasaan lega—dan sebuah pelajaran berharga bagi orang-orang yang berani bermain-main dengan keluarga Saverio.

1
Astuty Nuraeni
Reixa masih 10 tahun pak, tentu saja masih kanak kanak hehe
Ucy (ig. ucynovel)
secangkir ☕penyemangat buat kak author
Ucy (ig. ucynovel)
reinkarnasi ya
Citoz
semangat kk 💪
Buke Chika
next,lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!