cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Apa maksud nya?
Mentari siang menyorot halaman belakang rumah Wang Yun, debu halus beterbangan di antara rerimbunan bambu. Wang Yun, berpakaian sutra halus, terlihat tegang, menyesap tehnya dengan tangan gemetar. Kedatangan Kei, Reina, Hanna, Kenzi, dan rombongan Lu Bu memecah ketenangan. "Tuan dan nona... silahkan...," ucap pelayan tersebut dengan sopan, suaranya sedikit gemetar.
"Baik... lah...," ucap Hanna dengan tenang, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ini pertemuan pertamanya dengan tokoh-tokoh sejarah.
Wang Yun, berdiri dan menghadap mereka, "Selamat siang, Tuan Lu Bu... hari ini kau membawa rekan yang sangat banyak ya...," sambut Wang Yun, hormat namun tersirat ketakutan.
Lu Bu, sosok yang mengintimidasi, menjawab dengan suara berat, "Selamat siang... Wang Yun..." Tatapannya tajam dan dingin seperti mata elang, menembus Wang Yun hingga ke tulang. Aura kekuatan brutal terpancar darinya. Wajahnya yang keras dan penuh luka memperlihatkan sejarah peperangan yang panjang.
"Mari... silah kan duduk...," ucap Wang Yun, mempersilakan mereka duduk di teras kayu.
Mereka pun duduk. Lu Bu langsung bertanya, suaranya dingin dan menusuk seperti pedang yang siap menebas, "Jadi... di mana Diao Chan?"
"Dia telah di renggut oleh Dong Zhuo, aku tidak mau dia bersama si tua bengis itu...," jawab Wang Yun, suaranya sedikit khawatir, sambil menyeruput teh hitamnya dengan tangan gemetar.
"Jadi... apa tujuanmu memanggil Tuan Lu Bu?" Kenzi bertanya, suaranya berat namun diselingi nada lembut saat memandang Hanna.
"Sebenarnya... aku ingin menikahkan wanita cantik itu dengan Lu Bu, tetapi setelah Dong Zhuo datang ke kota Chang'an, dia mencuri gadis-gadis di kota ini, lalu dia mengambil Diao Chan dengan paksa...," jelas Wang Yun, suaranya gugup.
"Hmm... jadi... kau...," Reina mulai, menatap tajam Wang Yun. Dia tahu sejarah, dan dia tahu kebohongan Wang Yun. "Kau ingin kami melawan dan menghancurkan Dong Zhuo kan?," lanjutnya, senyumnya sedikit mengerikan. Kei, dengan dingin, menepuk paha Reina, "Jangan terlalu di buka, Reina..." bisiknya pelan. Reina mengangguk.
Wang Yun berdiri, "Sebenarnya... rencanaku memang untuk menjatuhkan Dong Zhuo, tapi menggunakan Diao Chan... itu tidak benar...," ucap nya, gugup. dan tanpa dia sadari, dia telah membongkar rencana nya.
Hanna, yang juga tahu sejarah, berdiri dan tersenyum jengkel, "Kami semua sudah tahu rencanamu... jangan bersandiwara ya...," katanya, tatapannya tajam, menunjukkan ketidaksukaannya.
Lu Lingqi, heran, berbisik pada Lu Bu, "Ayah... apa maksud pahlawan masa depan itu?"
Lu Bu, dengan tenang namun berwibawa seperti seorang kaisar, berbisik balik, "Kita lihat saja... biarkan mereka berempat bermain hari ini... kita akan mengikuti saran mereka saja..."
"Apa... maksud nona...," Wang Yun keringat dingin, suaranya mulai menghilang.
Pelayan datang membawa teh, "Silahkan tuan...," ucapnya, meletakkan cangkir teh di meja.
Kenzi mengambil cangkir, berdiri di samping Hanna, menatap Hanna dengan tatapan penuh kasih sayang, "Santai... sayang, jangan terlalu agresif berbicara dengan orang tua seperti penjabat lemah ini...," katanya dengan suara berat, menyuapi Hanna teh tersebut dengan lembut. Hanna meminumnya, tersenyum manis pada Kenzi.
Kenzi kemudian berjalan ke arah Wang Yun, menatap Wang Yun dengan intensitas yang membuat Wang Yun gemetar. Kenzi berbisik, suaranya rendah dan berat, merangkul Wang Yun, "Kau pikir kita hanya datang untuk minum teh? Kau telah bermain api, Tuan Wang. Kau telah menggunakan Diao Chan sebagai pion. Kau telah mengkhianati kepercayaan. Dan sekarang... kau akan merasakan konsekuensinya. Ketahuilah, kita tahu setiap langkahmu, setiap kebohonganmu. Kita tahu bagaimana kau memanfaatkan situasi. Kita tahu apa yang akan kau lakukan selanjutnya. Dan tenang saja... aku akan menebas kepala anjing itu (Dong Zhuo) dan kau akan menyaksikan di saat aku meminum darah panasnya dengan sangat nikmat, mengerti...?" Kenzi berhenti, menatap Wang Yun dalam-dalam, "Kau mengerti?"
"B.. baik lah.. Terima kasih...," ucap Wang Yun dengan suara pelan, keringat dingin membasahi keningnya, tubuhnya gemetar hebat.
Kenzi, dengan senyum jahil yang terpatri di wajahnya, menepuk bahu Hanna setelah menyuapi teh. Berbisik pelan, hampir tak terdengar di tengah hiruk pikuk suasana, "Sayang, ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Temui aku di pondok kayu kecil di dekat kolam ikan, ya?" Hanna, yang menangkap sinyal dalam tatapan Kenzi, mengangguk setuju, sebuah senyum tipis bermain di bibirnya.
Sementara itu, Kei dan Reina, dengan tatapan dingin dan tajam, bertukar pandang. Kei, tanpa suara, memanggil Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong mendekat ke tepi kolam ikan. Reina, dengan tenang dan anggun, mengambil cangkir teh hitam dan duduk di samping Wang Yun. Dengan senyum menawan dan kata-kata lembut, Reina mulai berbincang dengan Wang Yun, mencoba memecah ketegangan yang mencekam. Teh hitam diminumnya dengan anggun, setiap tegukan seolah mencairkan es yang membatu di antara mereka.
Di dekat kolam ikan, suasana berubah tegang. Dewa Ashura, yang bersemayam dalam jiwa Kei, berbisik, suaranya dingin dan penuh amarah, "Bunuh dia. Jangan biarkan penjabat-penjabat seperti itu hidup di bawah kekuasaan kalian. Bunuh dia sekarang juga."
Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong saling pandang, kebingungan tergambar jelas di wajah mereka. Mereka terbiasa dengan perintah dan kekerasan, namun membunuh Wang Yun... itu berbeda. Ashura mendesak lagi, "Jangan ragu! Dia adalah ancaman! Dia harus disingkirkan!"
Kei dan Lu Bu sama-sama mengamati Wang Yun yang dengan licik berusaha merayu Reina dengan kata-kata manis dan sentuhan tangan yang membuat Reina terlihat risih, namun tetap menjaga ketenangannya. Kei, yang menyaksikan interaksi itu, merasakan amarah membuncah. Rasa muak memenuhi jiwanya.
Reina duduk di samping Wang Yun, cangkir teh hitam di tangannya masih hangat. Wang Yun, dengan senyum yang terlalu manis dan mata yang berkilau licik, mulai berbicara. Suaranya, lembut dan halus, namun di baliknya tersembunyi niat yang tak tulus.
"Teh ini sangat harum, bukan, Nona ?" Wang Yun memulai, suaranya seperti minyak yang mencoba membasahi permukaan yang kering dan retak. "Seperti kecantikan Anda yang memikat hati." Sentuhan tangannya, ringan namun lancang, mendarat di punggung tangan Reina, seakan tak sengaja. Reina merasakan jijik yang menusuk, kulitnya merinding.
Reina menarik tangannya dengan halus, tatapannya tetap tenang namun dingin, "Terima kasih, Tuan Wang Yun," jawabnya, suaranya datar, tanpa sedikit pun kelembutan. "Tehnya memang enak." Ia sengaja menekankan kata "enak" untuk menunjukkan bahwa ia tidak terpengaruh oleh rayuan Wang Yun.
Wang Yun tidak menyerah. Ia melanjutkan, "Anda begitu cantik, Nona Reina. Cantik bagaikan bunga teratai yang mekar di tengah danau yang tenang. Keanggunan Anda menawan hati siapa pun yang memandang." Ia mendekatkan wajahnya, namun Reina tetap menjaga jarak, tidak memberikan kesempatan untuk Wang Yun semakin dekat.
"Tuan Wang Yun," Reina memotong, suaranya tetap tenang namun tegas, "Saya menghargai pujian Anda, tetapi saya tidak tertarik dengan rayuan Anda. Saya di sini untuk urusan yang jauh lebih penting daripada membahas kecantikan." Tatapan Reina tajam, menusuk ke dalam mata Wang Yun, menunjukkan ketidaksukaannya yang nyata.
Wang Yun terdiam sejenak, senyumnya sedikit memudar. Ia mencoba lagi, "Tapi Nona Reina, kita bisa bekerja sama. Kita bisa saling menguntungkan. Saya memiliki banyak kekayaan dan kekuasaan, dan terus lah bersama ku..."
Reina memotong lagi, suaranya dingin dan menusuk, "Saya tidak membutuhkan kekayaan atau kekuasaan Anda, Tuan Wang Yun. Saya hanya menginginkan keadilan. Dan kalau kau ingin bersamaku, maka kau juga berurusan dengan pria tampan pujaan hati ku yang berdiri di sana." ia menunjuk ke arah Kei dan Ia meletakkan cangkir tehnya dengan keras, suara berdenting itu memecah keheningan, menunjukkan ketidaksabaran dan kemarahan yang terpendam.
Wang Yun terdiam, wajahnya menunjukkan kekesalan yang terselubung. Ia menyadari bahwa rayuannya tidak berhasil. Reina bukanlah wanita yang mudah ditipu. Ia adalah wanita yang cerdas, kuat, dan tidak mudah tergoda oleh kekayaan dan kekuasaan. Ia adalah wanita yang tahu apa yang ia inginkan, dan ia tidak akan ragu untuk mendapatkannya. Wang Yun merasakan kekalahannya, namun ia masih menyimpan rencana jahatnya di dalam hati.
Dengan langkah pasti dan tatapan penuh kebencian, Kei melangkah ke arah Wang Yun. Dari balik jubahnya, dua bilah pedang hitam muncul, pedang yang memancarkan aura kegelapan yang pekat dan dingin, menunjukkan niat Kei yang sudah bulat. "Bunuh... " gumam tanpa ekspresi Kei, mata nya mengeluarkan aura kegelapan.