NovelToon NovelToon
Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cerai / Keluarga / Tukar Pasangan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Elfira Puspita

Karin, Sabrina, dan Widuri. Tiga perempuan yang berusaha mencari kebahagiaan dalam kisah percintaannya.
Dan tak disangka kisah mereka saling berkaitan dan bersenggolan. Membuat hubungan yang baik menjadi buruk, dan yang buruk menjadi baik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfira Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Ada yang Berubah

Beberapa Hari Kemudian

"Hari ini kamu lembur enggak. Mas mau ajak kamu main lagi," Tulis Tara dalam pesan singkatnya.

Karin membacanya, tapi tak langsung membalas. Dia menjeda waktu, tak ingin terlihat terlalu agresif.

Namun, Tara kembali mengirimkan pesan padanya. Tara tampak sekali tak sabaran.

"Jawab dong sayang? Kenapa enggak dijawab, kamu lagi sibuk kah?" tulisnya dengan emoticon sedih.

Karin terkekeh lalu segera membalasnya. Dia mengiyakan ajakan Tara untuk pergi berkencan yang kesekian kalinya.

Semakin hari perasaan Karin kepada Tara semakin berkembang. Perkataan Tara, dan perhatiannya yang tulus membuat rasa ragu dalam hati Karin secara perlahan sirna. Bahkan jika Tara meminangnya lagi untuk menjadi istri, Karin akan segera mengiyakan tanpa perlu berpikir.

Karin tersenyum sendiri sambil mengamati foto Tara yang kini terpajang di layar ponselnya. Namun, suara hentakan pintu membuat Karin terkejut.

Sabrina keluar dari ruangannya dengan wajah kurang bersahabat. Sabrina mendekati meja Karin, lalu melemparkan sebuah dokumen ke atas meja.

"Buat ulang laporannya! Laporan yang kamu buat itu banyak salahnya!" ucap Sabrina.

Karin membuka map hitam tersebut, dan terlihat bingung. Karin yakin sudah mengerjakan semuanya dengan benar dan teliti.

"Yang salah di bagian mana ya, Mbak?" tanya Karin tak mengerti.

Sabrina mendelikkan matanya dan menghela nafas dengan kencang. "Kamu cari tau sendiri yang salah di bagian mana. Kamu ini dibayar di sini untuk bekerja, bukan cuma buat tunggu meja, dan chatan sama pacar kamu!"

Karin mengangguk, dan diam. Dia tak ingin memperpanjang lagi perdebatannya dengan Sabrina yang belakangan ini sering marah-marah.

"Ingat, kamu enggak boleh pulang sebelum pekerjaan kamu beres!" peringat Sabrina.

"Baik, Mbak aku mengerti."

Sabrina kembali masuk ke ruangannya, lalu Amira, salah satu rekan kerja Karin datang menghampiri.

"Mbak Sabrina lagi kenapa sih? Belakangan ini dia berubah banget. Emosian terus, bahkan kamu aja kena semprot separah itu?" tanya Amira ingin tahu.

Karin mengendikkan bahunya. "Aku juga enggak tahu kenapa. Mungkin Mbak Sabrina lagi ada masalah, atau mungkin dia banyak pikiran karena ditekan sama pimpinan soal proyek yang baru."

"Oh, begitu ... semoga aja marahnya enggak lama-lama deh ... atau coba deh kamu ajak Mbak Sabrina ngobrol, tanya keadaan dia. Kamu kan yang paling dekat sama Mbak Sabrina," saran Amira.

"Capek loh ... udah berapa hari kita lembur terus, dan suasana kerjaan jadi enggak enak banget," keluh Amira.

"Iya nanti aku coba ajak bicara Mbak Sabrina, kamu yang sabar ya, Mira," ucap Karin sambil menatap ruang kerja Sabrina yang tertutup.

.....

Jam sudah menunjukan pukul tujuh. Setelah berkali-kali melakukan revisi dan membebankan banyak tugas, akhirnya Sabrina mengijinkan Karin pulang.

Karin duduk di lobi kantor menunggu Tara menjemputnya. Keadaan kantor sudah sepi tak ada pegawai lain. Hanya ada petugas keamanan, tapi petugas itu sedang berkeliling mengecek seluruh area kantor.

Tak lama terlihat Sabrina keluar dari lift. Sabrina sepertinya tak melihat Karin, dan fokus pada ponselnya.

Karin berdiri dan hendak mengejarnya, tapi langkahnya terhenti saat melihat kehadiran Pak Wijaya di depan kantor. Pak Wijaya tampak menahan Sabrina, dan berdebat.

Karin pun bersembunyi di balik tembok, lalu menajamkan pendengarannya, sambil mengamati apa yang terjadi.

"Mau sampai kapan kamu enggak pulang ke rumah Sab?" tanya Pak Wijaya sambil menahan tangan Sabrina.

"Sampai aku merasa tenang Mas!" jawab Sabrina.

"Iya sampai kapan? Aku tahu Mama sama Papa memang keterlaluan, tapi itu bukanlah alasan yang bisa membuat kamu kabur dari rumah?"

"Justru dengan begini, Mama akan semakin bertekad kuat menyuruhku menikah lagi!" tambah Pak Wijaya membuat Karin hampir berteriak.

Kini Karin mengerti. "Jadi inilah alasan kenapa Mbak Sabrina selalu emosi belakangan ini. Ternyata dia sedang ada masalah dengan Pak Wijaya dan mertuanya," gumam Karin pelan, dan kembali mengamati.

"Silahkan saja Mas!" Sabrina menghempaskan tangan Pak Wijaya. "Silahkan kalau Mas Wijaya mau menikah lagi, tapi ...."

"Tapi apa, hah?" tanya Pak Wijaya.

"Tapi ceraikan aku dulu Mas!" teriak Sabrina.

"Sabrina apa maksud kamu?" Pak Wijaya berkata dengan nada tinggi.

"Kalau Mas memang ingin punya keturunan, silahkan menikah lagi. Tapi ceraikan aku! Aku enggak sudi dimadu!" teriak Sabrina dengan suara bergetar.

Pak Wijaya mematung di tempatnya, lalu Sabrina terisak sambil berlari masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan lobi. Dia tak peduli akan teriakan Pak Wijaya yang memanggilnya.

Melihat itu semua Karin jadi merasa kasihan kepada Sabrina. Kisah cinta yang indah, harus diuji oleh masalah keturunan dan mertua yang selalu mengatur.

Pak Wijaya pun menyusul Sabrina menggunakan mobilnya, dan saat memperhatikan semuanya tak sengaja Karin melihat Tara. Ternyata Tara sudah sampai.

Karin keluar dari balik tembok, dan berlari menghampiri Tara yang berdiri di samping pintu mobilnya.

"Mas Tara," panggil Karin.

Tara tampak terkejut dan berbalik ke arah Karin, karena sepertinya dia hendak masuk kenbali ke dalam mobil.

"Hai, sayang." Tara telihat gugup.

"Mas udah nyampe dari tadi kah?" tanya Karin.

"Enggak kok, baru beberapa menit yang lalu. Ini Mas baru mau kirim pesan sama kamu."

"Oh, gitu."

Karin mendekat, lalu merangkul lengan Tara. Karin sekarang mulai berani melakukan interaksi fisik dengan Tara terlebih dahulu. Namun, entah kenapa Tara tampak tak nyaman, dan dia malah menarik lengannya perlahan membuat Karin sedikit kecewa.

"Ayo kita pulang, keburu malam banget." Tara membukakan pintu mobil untuk Karin.

Karin masuk, lalu duduk di samping Tara, lalu mobil pun melaju.

Karin sedikit kesal, dan kecewa karena sikap Tara tadi. Disaat dia mulai berani menyentuh Tara, tapi kenapa Tara bersikap seperti itu.

Karin pun memilih memperhatikan jalanan, dan tersadar kalau itu adalah rute jalan menuju ke rumahnya. Karin semakin merasa aneh, padahal di obrolan tadi jelas sekali Tara mau mengajaknya berkencan.

"Mas Tara," panggil Karin, tapi tak ada sahutan.

"Mas Tara!" Karin mengguncang lengan Tara, dan barulah laki-laki itu menyahut.

"Ah, iya Sab, kenapa?"

"Sab?" Karin mengerenyitkan keningnya

"Ah, Say- sayang ada apa?" ulang Tara.

Karin terdiam ... "Aku jelas mendengar tadi Mas Tara memanggilku Sab, atau telingaku saja yang salah mendengar?" batin Karin.

"Kenapa Karin sayang?" ulang Tara sambil tersenyum.

"Kita enggak jadi pergi?" tanya Karin tak ingin mempersoalkan apa yang didengarnya. "Mas kan bilang mau ajak aku kencan."

Tara membulatkan mulutnya lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ah, iya Mas hampir lupa ... tapi ...."

"Tapi kenapa Mas?"

"Kayaknya, kita pergi nontonnya lain kali aja ya. Ini udah malam. Mas takut kamu kecapean," jawab Tara.

Karin semakin merasa kecewa, tapi dia mencoba mengerti. Mungkin Tara juga lelah.

Karin mengangguk. "Iya, Mas betul ini udah malam. Kita bisa nonton lain kali."

"Besok, deh besok ... Mas janji besok kita pergi nonton," ucap Tara sambil menggenggam tangan Karin.

Karin hanya mengangguk pelan. Dia kini tak mau terlalu berharap dengan janji yang Tara berikan.

Karin mengamati Tara yang tengah menyetir, sesekali laki-laki itu melihat ke arah Karin sambil tersenyum. Namun, entah kenapa senyumnya seperti berbeda, dan dibuat-buat.

Tak ingin terus curiga Karin pun memilih melihat ke jalanan. Lalu tiba-tiba ponselnya berdering.

"Iya assalamu'alaikum Bu." Karin menerima panggilan dari Ibu Puspa.

"Waalaikum'ssalam Rin. Kamu masih dimana?" tanya ibunya.

"Aku masih di jalan Bu, ada apa?"

"Itu ibu barusan menghubungi Widuri, tapi kok nomornya enggak aktif. Ibu jadi khawatir," jawabnya.

Karin menghela nafas, sejak kejadian di mall itu Widuri tak pulang ke rumah dan memilih menginap di tempat Yuan, sahabatnya. Karin sudah menyuruhnya pulang, tapi anak itu menolak dan masih marah pada Karin.

"Ibu enggak usah khawatir. Nanti aku tanyakan sama Yuan," ucap Karin.

"Ya sudah kalau begitu. Kamu hati-hati di jalan ya Rin."

"Iya Bu."

Panggilan pun terputus. Lalu Tara melihat ke arah Karin. "Widuri belum mau pulang ke rumah juga?" tanya Tara.

"Belum Mas, aku bingung menghadapi dan membujuknya dengan cara apa lagi?"

Tara menghela nafas, dan tampak berpikir. "Bagaimana kalau kamu bujuk dia pulang dengan embel-embel kerjaan."

"Maksud Mas?"

"Kebetulan di kantor aku butuh staf baru. Kamu coba tawarkan pekerjaan itu sama Widuri, dan suruh dia pulang," ucap Tara.

"Gajinya juga lumayan. Siapa tahu tawaran ini bisa mengobati luka hatinya," tambah Tara.

Karin tersenyum mendengar tawaran, dan ide dari Tara. "Aku akan coba hubungi Widuri ya, Mas."

"Iya cobalah."

Karin menghubungi Widuri, tapi apa seperti yang ibunya ucapkan nomor adiknya itu tidak aktif. Karin lantas menghubungi Yuan, sahabat Widuri.

"Halo, Yuan, ini aku Karin."

"Ah, iya Mbak halo ...." Yuan sedikit berteriak, karena terdengar riuh musik di balik telepon.

"Kamu lagi sama Widuri enggak? Halo ... halo ..."

"Widuri!" terdengar teriakan Yuan memanggil Widuri.

"Ini Mbakmu telepon!" Yuan berteriak lagi.

Namun, sepertinya Widuri tak mau menerima panggilan dari Karin. Karena yang terdengar malah suara Yuan lagi.

"Mbak, Widurinya enggak mau diganggu. Kalau ada pesan nanti aku sampaikan," ucapnya Yuan.

"Ya sudah bilang sama Widuri. Mbak mau ngasih dia kerjaan. Ada lowongan sebagai staf di kantor Mas Tara. Jadi suruh dia pulang Yun," ucap Karin.

"Ah, baik Mbak nanti aku sampaikan. udah dulu ya Mbak."

"Eh, Yuan tunggu!" Karin mencegah Yunita mengakhiri panggilan.

"Apa lagi Mbak?"

"Kalian lagi dimana? kenapa berisik sekali?" Karin sebenarnya sudah tahu, tapi dia berharap tebakannya salah.

"Kami lagi clubbing Mbak! Udah dulu ya Mbak. Bye bye." Yuan menjawab lalu mengakhiri panggilan.

Bahu Karin langsung merosot mendengar ucapan Yuan. Apa yang dia pikirkan semakin membuatnya takut.

1
Star Sky
mampir kak
Elfira Puspita
Jangan lupa tinggalkan komentar dan like ya, biar aku semangat updatenya /Determined//Kiss/
Abi Nawa
orang tua penyakitan merepotkan anak aja bagi i ni yg bikin anak ga bs jujur dg keadaan
Elfira Puspita: makasih udah mampir /Smile//Cry/ boleh cek karyaku yang lain ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!