Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
Pikiran Bagas saat ini benar-benar bungkal, antara yakin atau tidak, jika didalam rahim Melati saat ini benar-benar putranya. Setelah puas larut dalam pikiranya, kini dia memutuskan untuk bangkit, lalu melenggang pergi keluar.
"Mas, kamu mau kemana mas?? Mas, jangan tinggalkan aku sendiri disini!!" seru Melati, setelah sadar suaminya akan segera keluar.
Bagas mendesah kasar, langkahnya terhenti sejenak, "Mau kemana aku, itu bukan urusanmu, Melati!! Hanya satu yang perlu kamu ingat, perceraian akan tetap berjalan, namun aku tunda sampai kamu benar-benar melahirkan!!" raut wajah Bagas begitu suram, antara kesal, lelah, dan ditambah kejutan yang tak terduga dari kehamilan istrinya barusan.
Dia berkata tanpa menoleh kearah istrinya. Detik kemudian dia kembali melanjutkan langkahnya, entah pergi kemana.
"Aku nggak mau cerai sama kamu, mas!! Jangan pergi......" teriak Melati dengan histeris, sembari melempar semua barang yang ada didekatnya kesembarang arah.
Bu Dewi yang melihat itu, merasa bingung harus berbuat seperti apa. Disisi lain, dia begitu menginginkan cucu dari menantu kesayanganya itu, namun disisi lain, Bagas sang putra sudah bulat dalam keputusanya.
Dia hanya mengusap bahu sang menantu, mencoba menenangkan untuk sementara, "Sudah Melati...nanti biar ibu yang bicara kembali dengan Bagas!!" lirih bu Dewi yang merasa kasihan dengan sang menantu.
Tepat pukul 2 siang.
Bu Sinta baru saja tiba, setelah memeriksakan sang cucu dari rumah sakit.
Aisyah yang sejak tadi duduk diteras depan, sontak saja langsung bangkit setelah mobil bundanya memasuki gerbang rumahnya.
"Bunda...." seru Narendra setelah berhasil turun dari mobil omanya.
"Narendra nangis nggak, tadi pas diperiksa bu dokter, sayang?!" tanya Aisyah sambil mensejajarkan tubuhnya pada sang putra.
Narendra tersenyum kuda, sambil menunjuk salah satu giginya yang berhasil di cabut oleh sang dokter.
"Sekarang Narendra masuk, bersih-bersih, terus istirahat ya sayang!! Oma mau bicara dengan bunda sebentar. Rendra sama bik Inem dulu ya!" bu Sinta mencoba memberi paham, agar sang cucu dapat mengerti.
Setelah Narendra masuk dengan pengasuhnya, bu Sinta lantas memberitahu tentang kejadian yang baru saja dia lihat beberapa menit yang lalu.
"Padahal bunda, tadi Melati sempat menemani mas Bagas dalam persidangan. Apa mungkin dia sakit?!" tebak Aisyah yang merasa heran, padahal istri kedua Bagas itu terlihat baik-baik saja saat berada di persidangan.
"Entahlah sayang, bunda juga tidak tahu!! Sudah, lebih baik kita masuk saja!" ajak sang bunda seraya bangkit.
"Bunda duluan saja, Aisyah mau mengabari anak didik Aisyah dulu, kalau lesnya Aisyah tunda hari ini!!" balas Aisyah tersenyum.
Bu Sinta hanya mengangguk mengerti. Lalu segera bergegas masuk, untuk melanjutkan aktivitasnya.
Aisyah terdiam sejenak larut dalam pikiranya.
"Assalamualaikum, Aisyah?!"
"Aisyah, apa kamu sedang sibuk??"
"Selamat beraktivitas bunda Narendra!!"
"Apa kamu memerlukan sesuatu? kamu bisa katakan padaku, Aisyah!!"
Begitulah kira-kira pesan, yang selalu dikirmkan oleh Bastian setiap harinya. Aisyah begitu segan, karena pria dewasa itu begitu baik kepada putranya dan juga dia. Apa maksud dibalik kebaikan Bastian, hingga kini Aisyah belum sepenuhnya dapat mencerna.
Dret...
Dret...
Lamunanan Aisyah buyar, setelah ponsel yang sejak tadi dia genggam, kini bergetar tanda ada panggilan masuk.
'Pak Bastian?' lirih batin Aisyah saat melihat nama Bastian tertera dalam panggilannya. Detik kemudian dia segera menggeser tombol hijau, dan langsung menerima panggilan pria dewasa itu.
"Hallo, assalamualaikum Aisyah?!"
Salam Bastian yang begitu lembut, seolah mampu membuat hati Aisyah berdesir, hingga tak terasa senyum simpul terbit dibibir tipisnya.
"Walaikum salam, pak Bastian?! Ada yang bisa saya bantu??" tanya Aisyah dengan canggung.
Bastian yang memutuskan pulang lebih awal, setelah bertemu sang adik, kini tampak duduk digazebo taman depan rumah, sedang menunggu kedatangan orang disebrang telfonnya saat ini.
"Oh ya, apa hari ini lesnya libur?? Karena saya tunggu-tunggu, kamu tak kunjung datang. Hehe....!!" kekeh Bastian memecah keheningan diantara mereka.
Aisyah bangkit dari duduknya, berjalan pelan menapaki lantai paving, yang terdapat beberapa bunga berjejer, seolah sedang menatapnya. Tanganya seketika terulur untuk menyentuh salah satu bunga tersebut.
"Oh ya, maaf pak!! Baru saja saya ingin mengabari Dinda, kalau siang ini saya belum bisa mengajarinya, karena seharian tadi saya sibuk sekali!!" jelas Aisyah tersenyum, sambil menatap bunga yang dipegangnya.
"Apa ada sesuatu yang serius?? Dinda bilang, tadi kamu cuti dari kelas. Kamu baik-baik saja, kan??"
Aisyah dapat mendengar nada gelisah dari suara Bastian disebrang. Mungkin saja, Bastian sedang menghawatirkan dirinya, mengingat posisinya saat ini adalah guru les dari adiknya, Dinda.
"Tidak ada apa-apa!! Hanya ada sedikit urusan saja," balas Aisyah. tiba-tiba panggilan dari sahabatnya~Fatma masuk dalam panggilan ponselnya, "Maaf pak!! Teman saya Fatma, tiba-tiba menelfon. Saya tutup dulu, nggak papa kan?!" canggung Aisyah.
Bastian menghela nafas berat, seberat perasaanya jika harus memutus panggilan telfonnya sepihak. Dia harus mengalah untuk saat ini, "Silahkan, Aisyah.....!! lain waktu, aku telfon kembali."
Aisyah terpaksa mengakhiri panggilannya dengan Bastian, mengingat ada panggilan masuk dari sang sahabat, yakni Fatma.
Disela kesibukannya menjadi dosen, Aisyah rupanya menyempatkan waktunya dimalam hari untuk menuangkan segala ide ataupun hal-hal yang dia ketahui melalui goresan penanya.
"Ara...sore ini kita bisa ketemu?? Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu," seru Fatma disebrang. Jelas sekali dari nada suaranya, jika sang sahabat saat ini sedang merasa bahagia sekaligus bersyukur.
Aisyah mengernyit. Dia masih diposisi yang sama, "Kenapa tidak kamu ceritakan langsung, Fatma?! Saat ini juga bisa kok!!" jawab Aisyah menghela nafas berat.
"Nggak, nggak...nggak bisa!! Pokoknya, nanti aku tunggu kamu ditaman!! Sudah dulu, aku matikan! Aku masih sibuk. Daa...Ara....."
Aisyah hanya memutar jengah bola matanya, ketika sang sahabat selalu melakukan hal yang sama, setiap kali dia bertukar kabar lewat telfon.
Sebelum nanti dia bertemu dengan Fatma, mungkin masih ada waktu untuknya bercengkrama dengan sang putra. Aisyah tidak ingin melewati apapun yang saat ini Narendra tunjukan padanya, walaupun di tengah padatnya waktu.
Dret...
Aisyah yang asik berjalan masuk kedalam, sempat mendengar suara notif pesan yang baru saja masuk diponselnya.
"Selamat atas keberhasilanmu, Ara!!"
~Bambi Kecil~
"Dava?! Selamat atas keberhasilan apa yang dimaksud oleh dia?!" lirih Aisyah, yang sempat menghentikan langkahnya.
Sejenak, Aisyah tampak berpikir hebat, entah apa yang di maksud oleh sahabatnya itu. Akankah Dava memberi selamat untuknya, atas perceraiannya barusan. Lantas, darimana Dava tahu jika dirinya sudah resmi bercerai. mungkin ada hal lain, yang di maksud sahabatnya itu.
"Dava....aku sedang tidak merayakan apapun!! Kamu selalu membuatku penasaran!" (send)
Tak menunggu lama, Dava yang sedang duduk santai sambil mengerjakan tugasnya, spontan langsung saja membalas dengan cepat.
"Setelah ini, kamu pasti akan lebih sering tersenyum, Ara!!" (send)
Tanpa disadari, dosen cantik itu tampaknya menarik kedua sudut bibirnya keatas, mencoba mengamini didalam relungnya yang paling dalam.
** **
Merasa muak dengan kehidupanya, Bagas memutuskan untuk singgah dicafe, tempat yang menjadi favoritnya dengan Aisyah dulu.
Cafe Sun Flower
Dan hal sama juga dilakukan Dava, yakni berada dicafe yang sama. Setelah dari pengadilan hingga saat ini, Dava masih setia duduk disana sembari mengerjakan beberapa laporan presentasi, karena besok di kampusnya akan diadakan pertemuan dengan pemilik Universitas tersebut.
Sejenak, Dava tampak memandangi beberapa laporan yang telah selesai dia buat, yang kini sudah tertata rapi diatas meja.
"Loh, ada apa kok kembali lagi, pak?!" tegur Dava pada dosen pria tua, setelah dia melewati ruangan Aisyah.
Dosen yang bernama pak Hardi itu, sontak saja langsung menepuk pelan dahinya, karena lupa, "Haduh pak Dava, saya lupa!! Bu Aisyah hari ini cuti, lha saya malah tadi keruanganya," balas pria tua itu sembari membawa dua map entah apa.
Dava terkekeh pelan, namun berupaya dia sembunyikan, "Memangnya ada apa ya pak, kalau boleh saya tahu?!" tanya Dava kembali.
"Ini pak Dava," jawabnya sambil menunjukan isi dari map tersebut, "Besok ada sambutan, karena tuan Indrawan pemilik Universitas datang, mengingat bu Aisyah yang menjadi pembawa presentasi, jadi saya berniat tadi keruanganya untuk memberikan kurikulumnya. Ya sudah, biar saya nanti kirimkan saja emailnya, biar dikerjakan beliau dirumah!!" lanjut pak Hardi menjelaskan.
'Kasian Ara, jika harus mengerjakan semuanya sendiri. Aku tidak tega, jika waktu berharganya dengan Narendra, harus dia urungkan hanya karena tugas dari kampus!' batin Dava yang merasa tidak tega.
"Oh...begini saja pak, biar saya saja yang mengerjakan ini!! Nanti kalau sudah selesai, akan saya serahkan pada bu Aisyah!!" kata Dava menawarkan diri.
Pak Hardi memicing, "Pak Dava yakin, bisa?? Karena hanya bu Aisyah yang sudah bertugas mempelajari beberapa data laporan, yang diserahkan pihak kampus olehnya!" pekik pak Hardi yang kurang yakin.
"Aman pak Hardi!! Kebetulan, kurikulum yang saya ambil juga sama dengan bu Aisyah! Jadi, anda tenang saja!!" jawab Dava mencoba meyakinkan pria tua didepanya.
"Oh ya sudah, ini!! Kalau begitu saya permisi dulu. Mari pak Dava....." pamit dosen tua tersebut.
Dava menyungging senyum puas, setidaknya sang sahabat tidak sampai kelelahan hanya karena tugas tersebut.
'Besok, Ara tingga mempresentasikan saja!' gumam batin Dava sembari merapikan berkas tersebut.
Bagas yang dari arah depan, tampak memicing karena merasa tidak asing dengan jaket yang saat ini tengah dipakai oleh sang adik.
Spontan, kedua tangan mantan suami Aisyah itu terkepal dengan kuat. Melihat sang adik, bagaikan mendapat musuh yang sudah dia incar bertahun-tahun, dan tidak akan dia biarkan lepas begitu saja.
Brak...
Dava tampak tersentak kaget, atas hal yang barusan dilakukan oleh Bagas. Pria itu datang-datang langsung saja menggebrak meja sang adik dengan begitu kerasnya.
Bagas yang sudah menahan kesal, langsung saja menarik kerah sang adik, hingga tubuh Dava yang belum siap apa-apa, tampak ikut berdiri akibat kuatnya cengkraman sang kakak.
"Pasti ini semua gara-gara kamu kan, Dava!! Kamu pasti yang sudah membujuk Aisyah, agar segera menceraikanku, BENAR KAN?!" bentak Bagas, menuduh sang adik.
Dava mengedarkan pandangan kesekeliling, dan untung saja, keadaan cafe tidak begitu ramai.
Dengan sekali hempasan, Dava langsung menurunkan tangan sang kakak dari cengkraman kerahnya. Dava mengibaskan pakaiannya, seolah merasa jijik karena sudah tersentuh oleh tangan Bagas.
"Bagas...Bagas....!! Tuduhanmu itu terlalu lucu ditelingaku. Untuk apa aku melakukan itu, jika pada akhirnya memang perceraian yang kamu dapatkan!" jawab Dava dengan tenang, "Apimu ternyata sudah membakar hidupmu sendiri, ya?! Oh..oh..kasihan sekali hidupmu, Bagas!!" lanjut Dava sambil tertawa remeh.
Tangan Bagas semakin terkepal kuat, dengan kedua harang yang tampak menggeretak, menahan amarahnya. Pria berusia 30 tahun itu mendekat selangkah, kembali bersuara.
"Kamu pasti puas kan, melihat aku dengan Aisyah sudah resmi bercerai?" ucap Bagas dengan menajamkan matanya.
Dava memalingkan wajah sekilas, tampak menarik sebelah sudut bibirnya, "Kamu bertanya, apa aku puas?? Jawabanya sangat-sangat puas sekali, Bagas!! Haha....andai aku dapat melakukan syukuran untuk saat ini, mungkin saja sudah aku adakan 7 hari 7 malam, untuk menyambut perceraianmu itu!!" tandas Dava yang juga menatap tajam kedepan.
"Brengsek, kau Dava!!" bentak Bagas, yang sudah siap akan melayangkan pukulan untuk sang adik.
Dava spontan menangkis tangan sang kakak, dan langsung dihempaskannya begitu saja.
"Bagas...Bagas...!! Kamu pengusaha sukses, terkenal dimana-mana. Namun hanya satu kekuranganmu...kamu itu bodoh. BODOH SEKALI!!" perjelas Dava diakhir kalimatnya, "Bagaimana mungkin, kamu bisa melepas batu surga, hanya karena mempertahankan kerikil neraka!! Kebodohanmu itu yang kapan saja dapat menghancurkan hidupmu, Bagas!! Coba buka matamu lebih jelas, betapa busuknya istri keduamu itu!" lanjut Dava kembali.
Bagas mengernyit, ada rasa penasaran dengan ucapan adiknya barusan, "Apa maksudmu, Dava??"
Dava berdecak, mendesah pelan karena merasa lelah harus berhadapan dengan orang seperti sang kakak, "Ck!! Hah...!! Mungkin kamu akan sadar, jika hidupmu sudah benar-benar hancur, Bagas!! Kamu sudah tertipu dengan sikap lugu istri keduamu itu. Aku heran, bagaimana bisa kamu sampai sebodoh ini...?!!" kata Dava yang masih dalam keadaan tenang.
Setelah puas menumpahkan kesalnya terhadap sang kakak, Dava langsung saja merapikan barang-barangnya, dan segera melenggang dari hadapan sang kakak.
Bagas yang sedang larut dalam ucapan Dava barusan, tampak terduduk lesu ditempat sang adik semula, dengan beberapa pertanyaan berputar dikepalanya.
Drett...drett...
Fokusnya teralihkan, setelah ponsel yang berada dibalik jasnya bergetar.
"Ada apa, Farhan?"
"Tuan, non Melati sudah tidak ada diruanganya. Kata ibu anda, dia sedang ada urusan dengan temannya!" seru Farhan, setelah dia sampai dirumah sakit.
Bagas mencoba bersikap tenang. Pandanganya menajam kedepan, sambil memukul kuat meja didepanya.
"Kamu ikuti, kemana perginya Melati saat ini!! Saya yakin, pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan dari saya!" pekik Bagas.
Setelah panggilan terputus, Bagas menyimpan kembali ponselnya. Dia tampak menarik ujung bibirnya, menyeringai.
'Bagaiamna bisa, dalam keadaan terkapar pun, dia masih menyempatkan waktunya keluar, jika bukan dalam keadaan yang sangat terancam!' batin Bagas tersenyum sinis.
awal nya kupikir Aisyah akan menikah ma Bastian, skalipun Bastian arogan..tp demi cinta nya dia melakukan itu smua,,sayang skali cinta nya Aisyah berlabuh k hati Dava..padahal dr awal hanya menganggap Dava sahabat aj 🤦♀️
rasain kamu Bagaaaass,,hhuuuu!!!
siap2 Melati..bom waktu sebentar lg bakalan meledak,,boooooomm!?
aq jd nya ilfeel ma kamu Bas,,aq kira kamu benar2 pria baik2..ternyata g lebih baik dr Bagas, demi mendapatkan hati Aisyah kamu menghalalkan sgala cara..mudah2an Dinda mengetahui kejelekan kaka nya...
Bagas vs Prabu..😁
tp maaf kaa,,suka salah sebut nama alias ketuker tuker 🤭
ingat tensi buuu jangan marah2 aj bawaan nya 🤨
selamat datang penyesalaaan,,karena kamu berhasil membuang berlian dn memilih batu kerikil!!!