Adelia Adena, seorang gadis SMA yang ekstrover, ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja, tiap harinya selalu di isi dengan keceriaan dan kebahagiaan.
Hingga suatu hari hidupnya berubah, ketika sang Ayah (Arsen Adetya) mengatakan bahwa mereka akan pindah di perkampungan dan akan tinggal disana setelah semua uang-nya habis karena melunasi semua utang sang adik (Diana).
Ayahnya (Arsen Aditya) memberitahukan bahwa sepupunya yang bernama Liliana akan tinggal bersama mereka setelah sang Ibu (Diana) melarikan diri.
Adelia ingin menolak, tapi tak bisa melakukan apa-apa. Karena sang Ayah sudah memutuskan.
Ingin tahu kelanjutannya, simak terus disini, yah! 🖐️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairunnisa Nur Sulfani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah Dia Tahu Sesuatu Tentang Angela?!
Aku bingung, mengapa gadis kecil yang bernama Adelia menatapku demikian seolah aku adalah penjahat yang tengah diselidiki. Ataukah itu hanya perasaanku saja? Tapi melihat ia gugup membuatku merasa semakin yakin akan sesuatu.
Tunggu, apa dia baru saja menyebut nama Angela? Ya, benar. Aku tahu seseorang dengan nama Angela sangat banyak dan nama itu bukan sesuatu yang familiar. Tapi apakah mungkin bisa sekebetulan ini?
"Jadi kamu mau membeli rumah depan?." tanya Arsen seolah cukup bingung.
"Ya, aku bahkan sudah membelinya. Mungkin agak aneh, mengingat cerita yang beredar dari penduduk sekitar. Tapi ayolah, aku bahkan tidak percaya hantu." jelasku. Ya, aku meyakinkan Arsen agar ia tidak berfikir yang lain tentang alasanku mau menempati sebuah rumah yang jelas-jelas dijauhi oleh orang sekitar. Rumah yang katanya sangat angker dan memiliki penunggunya. Tapi aku tidak takut, aku lebih takut dan khawatir tentang Angelaku yang menghilang begitu saja.
Arsen mengajakku berbicara diluar saja, karena diluar rumah terdapat pemandangan yang menyejukkan mata, aku menyetujuinya, aku meminta ijin pada Arsen agar kembali ke tempat tadi karena telepon genggamku tertinggal diruangan sebelumnya. Namun, sebenarnya yang terjadi adalah aku sengaja meninggalkannya disana, dan berharap bisa bertemu kembali dengan Adelia dan menanyakan apa maksud ucapannya tadi.
Tuhan seolah mengijinkan niatku berhasil, karena kurasa Adelia pun tengah mencariku. Hal itu justru membuatnya terkejut karena seseorang yang dicarinya ada dihadapannya sekarang, tapi ia juga terlihat ketakutan. Kenapa ia mencariku? Lalu mengapa ia juga sepertinya ketakutan saat melihatku? Sungguh, gadis yang aneh.
"Kamu mencariku, ada apa?." tanyaku. Aku bertanya dan menatap ka arahnya, aku tidak ingin melewatkan sesuatu apapun juga.
"Ah, tidak. Kurasa Om Bima salah paham. Aku tadi hanya sedang mencari papa." ujarnya terlihat tenang. Tapi tunggu, ia barusan memanggilku apa? Om Bima?. Oh, astaga. Apa aku terlihat setua itu? Sebelum bertanya lebih jauh lagi, Arsen datang dan kurasa aku gagal menanyakan banyak hal setelah ini.
Sebenarnya aku merasa cukup bersalah karena tidak jujur pada Arsen dan keluarganya tentang identitasku sebenarnya. Aku hendak memberitahunya, tapi aku cukup khawatir akan reaksi Arsen. Apakah ia akan terkejut dan menanggapinya biasa saja? Atau kah ia akan sangat marah terlebih mengetahui alasanku mendekati keluarganya sebenarnya hanya untuk mencaritahu tentang keponakanku saja.
"Ada apa, Bima? Kenapa melamun?."
"Hmm, sebenarnya. Ada yang ingin aku bicarakan!." ujarku kali ini memutuskan untuk jujur saja, mungkin ini lebih mudah dan aku tidak perlu merasa bersalah.
"Kebetulan sekali, ada yang ingin aku bicarakan juga." kali ini Arsen menatapku. Dan aku mempersilahkan ia berbicara lebih dulu. Terlihat ia menghembuskan nafas berat kemudian terdiam untuk sesaat, dan kemudian menatapku lagi. Kenapa aku merasa sedikit khawatir akan arti tatapan itu.
"Siapa kamu sebenarnya? Benarkah kamu bernama Bima?." tanyanya kali ini dengan tatapan intimidasi. Mungkin, mungkin itu tepatnya bukan pertanyaan. Kurasa ia sudah tahu, hanya ingin memastikannya sendiri.
"Aku,.. Aku.. ," ujarku dengan suara yang seolah tertahan di tenggorokan dan tidak bisa keluar. Sial, ini mulai lagi. Sebenarnya aku merasa cukup khawatir, tapi juga merasa lega karena kebohongan ini sedikit lagi akan berakhir.
"Dengar, aku tidak peduli siapa kamu sebenarnya. Tapi, jika kamu berniat jahat pada keluargaku, aku ingatkan dengan baik, sebaiknya kamu jauhi keluargaku." kata Arsen tanpa ingin mendengarkan penjelasan ku langsung.
"Tunggu, Pak Arsen. Saya bisa menjelaskan semuanya dengan jelas." ucapku meminta kesempatan.
"Apa benar kamu memiliki keterkaitan dengan penghuni rumah kosong itu? Angela, apa dia. .?"
"Benar, Angela dia keponakanku. Aku menjual rumah ini sebenarnya agar seseorang dapat membantuku mencari Angela yang menghilang." sahutku mantap.
"Keponakan? Jadi, kamu bukan, ." sahutnya terjeda dan kurasa aku tahu arah pertanyaannya. Kupikir Pak Arsen berfikir jika aku adalah orang dibalik semua masalah ini. Untunglah pak Arsen mau memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya.
"Jadi anda berfikir jika Angela menghilang? Kenapa kamu bisa berfikir demikian?."
"Karena hingga kini kita tidak menemukan sesuatu yang buruk." Arsen mengangguk membenarkan ucapanku. Arsen bertanya mengapa tidak memutuskan untuk masuk ke dalam rumah itu saja dan mencari Angela.
"Maksud anda, seseorang menyembunyikannya disana?." tunjukku mengarah pada rumah di depan sana.
"Benar."
Aku menjelaskan jika aku ragu akan hal tersebut. Tidak mungkin kan Angela berdiam diri di rumah itu selama dua tahun?.
"Maaf, Bima. Em, siapa?" tanya pak Arsen kini. Benar, aku lupa memperkenalkan diriku. Aku menjelaskan jika aku seseorang yang bernama Dariel.
"Ya, Dariel. Sebelum itu apa kamu pernah memikirkan kemungkinan lain, maksudku apa kamu sudah mempersiapkan diri terhadap kemungkinan yang akan terjadi nanti?!." pertanyaan itu berhasil membungkam mulutku. Benar, aku tidak pernah memikirkan itu sejauh ini. Hanya berpikir jika Kendrick menyembunyikan Angela atau bahkan membawanya pergi serta ke tempat lain. Kemudian lain? Apakah itu berarti Angela sudah tidak ada?
Tidak, tidak. Kurasa itu tidak mungkin, kan? Ya, aku akui walau terakhir kali kulihat Angela menjadi cukup berbeda dan sedikit pendiam. Tapi kupikir itu tidak akan terjadi. Aku tahu, Kendrick mungkin tidak menyayangi Emma bahkan mungkin ia memang tidak menginginkannya. Dan dulupun memang ia keberatan untuk memiliki Angela. Tapi dulu dan sekarang berbeda, kan? Dia pasti sudah menyayangi anaknya sendiri.
"Dariel." panggil pak Arsen sambil menyentuh bahuku. Menyadarkanku dari lamunanku. Menghembuskan nafas dengan perlahan. Aku kemudian berpamitan pada Arsen dan pergi dari sana. Ya, aku memutuskan untuk kembali dulu ke rumah yang ada di hutan yang biasa aku gunakan.
Tetapi sebelum jauh dari sana. Arsen meminta aku untuk menginap saja di rumahnya sambil memikirkan rencana selanjutnya. Dan memintaku memikirkan pertanyaannya sebelumnya. Arsen sudah tahu tempat aku tinggal dari ceritaku dan memintaku untuk tinggal saja sementara di rumahnya.
Aku awalnya ingin menolak. Tapi kurasa aku tidak punya waktu untuk itu. Walau hatiku menolak apa yang Arsen katakan sebelumnya dan sebelum ini aku tidak pernah memikirkannya. Tapi pikiranku mengatakan hal lain, sesuatu yang membuatku merasa ingin terisak saat ini juga. Angela, paman harap semua kekhawatiran ini hanyalah sebatas kekhawatiran saja. Dan dimana pun kamu berada, semoga kamu dalam keadaan baik-baik saja. Tunggu paman, dan paman janji setelah ini kita akan baik-baik saja.
Paman janji akan memberikan kehidupan yang terbaik untukmu juga membahagiakan. Kumohon, bertahanlah Angela.
Arsen mengatakan pada Bu Hana dan Adelia bahwa untuk sementara aku akan menginap disini. Sebenarnya aku merasa tidak enak terlebih aku sudah membohongi mereka sebelumnya. Tapi rupanya Bu Hana pun memaklumi alasanku sebelumnya dan tidak mempermasalahkannya.
Lain halnya dengan Adelia, dia memang tidak mengatakannya, tapi ia nampak seperti terkejut dan keberatan. Pak Arsen tidak memberitahu Adelia mengenai siapa aku sebenarnya. Ia bilang akan mengatakannya lain hari saja. Karena Adelia biasanya suka keberatan.
"Kenapa papa suka sekali mengijinkan orang lain untuk tinggal di rumah kita, apa ini penginapan?!." ujarnya menatapku seolah mengejek. Berani sekali dia.
"Haha, jangan pedulikan dia," ujar bu Hana menatap putrinya, entah apa yang dia katakan setelahnya yang membuat Adelia bungkam namun tetap menatap ke arahku.
Aku awalnya diminta untuk tidur di Kamar Lilian, tapi merasa tidak enak. Sebenarnya risih karena kurasa dekorasi kamar itu mirip sekali kamar anak gadis. Aku memilih untuk tidur di lantai atas saja di ruang santai, mungkin berdekatan dengan kamar Adelia. Aku ingin tahu saja, apa alasan ia begitu terlihat memusuhiku?
"Kenapa harus dikamar atas?." tanya Adelia menatapku.
"Adelia," kembali membuat ia terdiam dan beranjak ke lantai atas. Mungkin ia anak yang takut pada ibunya. Haha, biar saja, aku tidak ingin berdebat dengan gadis kecil.
"Kenapa Om Bima ingin tidur dilantai atas, apa anda mengikuti saya!." ujarnya setibanya dilantai atas. Aku bingung sebenarnya, mengapa karakternya terlihat berbeda. Jika sebelumnya ia terlihat seolah ketakutan, maka sekarang, ia terlihat seperti hendak menunjukkan wajah yang berbeda.
"Hmm. Aku ingin tahu mengapa sebelumnya kamu menyebut nama Angela? Apa kamu mengenalnya?." tanyaku langsung pada inti pembicaraan.
"Kenapa anda ingin tahu?." tanyanya kemudian beranjak menuju kamarnya dan menutup pintunya dengan cukup keras. Astaga, apa ia baru saja membanting pintu?!
Aku segera beranjak ke sofa, ya, aku akan tidur disini. Mungkin sedikit tidak nyaman, tapi ini jauh lebih nyaman dibanding tempat tidurku sebelumnya. Sebelum tidur, aku melihat rumah didepan sana terlebih dahulu. Angela, apa kamu sedang melihat bintang dilangit sekarang? Apa begitu nyaman tidak kemana-mana selama ini, apa kamu merasa ketakutan? Maaf, jika paman lama baru menemuimu. Tapi tunggulah, paman akan menjemputmu sebentar lagi!.
Kuharap, semua baik-baik saja, dan kuharap malaikat kecil yang mirip Emma sedang melihat ke arah sini sekarang juga. Seperti yang tengah paman lakukan.