Tomo adalah seorang anak yang penuh dengan imajinasi liar dan semangat tinggi. Setiap hari baginya adalah petualangan yang seru, dari sekadar menjalankan tugas sederhana seperti membeli susu hingga bersaing dalam lomba makan yang konyol bersama teman-temannya di sekolah. Tomo sering kali terjebak dalam situasi yang penuh komedi, namun dari setiap kekacauan yang ia alami, selalu ada pelajaran kehidupan yang berharga. Di sekolah, Tomo bersama teman-temannya seperti Sari, Arif, dan Lina, terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengundang tawa. Mulai dari pelajaran matematika yang membosankan hingga pelajaran seni yang penuh warna, mereka selalu berhasil membuat suasana kelas menjadi hidup dengan kekonyolan dan kreativitas yang absurd. Meski sering kali terlihat ceroboh dan kekanak-kanakan, Tomo dan teman-temannya selalu menunjukkan bagaimana persahabatan dan kebahagiaan kecil bisa membuat hidup lebih berwarna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlombaan Sepeda
Persiapan Perlombaan di Lapangan Terbuka
Lapangan terbuka tempat Tomo dan teman-temannya berkumpul terletak di ujung desa mereka. Sebuah tempat yang biasa digunakan anak-anak untuk bermain bola, berlarian, atau seperti hari ini, mengadakan lomba sepeda. Tanah lapangan itu tidak rata, penuh dengan gundukan kecil dan genangan air yang tersisa dari hujan semalam, membuat lapangan terlihat seperti medan tempur kecil.
“Siapa yang mulai dulu?” tanya Lina sambil memeriksa setelan sepedanya yang sudah dia beri stiker bintang-bintang. Ia selalu serius soal persiapan, bahkan dalam hal-hal kecil seperti stiker.
Joni memutar-mutar setang sepedanya dengan gaya sok jago. "Aku dulu, dong. Lihat nih, aku udah siap dengan sepeda superku," katanya dengan penuh percaya diri, meski sepedanya tampak sudah berkarat di sana-sini.
Tomo, yang dengan susah payah menyesuaikan tinggi sadel sepeda barunya, mulai merasa ada yang aneh. "Kayaknya sadel ini terlalu tinggi deh. Tapi… aku kan udah besar. Masa nggak bisa nguasain sepeda ini?" pikirnya sambil berusaha tampil percaya diri.
Arif yang berdiri di sampingnya menyenggol bahu Tomo. "Hei, Tomo. Kayaknya sepedamu itu lebih cocok buat bapak-bapak yang mau keliling komplek, bukannya buat lomba di lapangan kayak gini."
"Ah, nggak lah! Sepeda ini keren, lihat nih, bel-nya aja bisa nyala!" jawab Tomo sambil menekan bel sepedanya. "Kriiiiiing! Kriiiiing!" Suara bel yang terlalu nyaring langsung membuat semua orang menoleh kaget.
"Bel macam apa itu? Suaranya kayak kapal mau merapat," kata Lina sambil menutup telinganya.
Joni tertawa terbahak-bahak. "Kalau kamu kalah, Tomo, paling nggak bel sepedamu bisa bikin kita semua dengar kekalahanmu!"
Tomo cemberut, "Halah, bel ini spesial, tau nggak. Ini yang bikin sepedaku lebih cepat dari kalian."
---
Pengenalan Sepeda Baru Tomo: Lebih Merepotkan daripada Membantu
Saat lomba dimulai, Tomo merasa sepedanya lebih susah dikendalikan daripada yang ia bayangkan. Ia baru sadar bahwa sadel yang terlalu tinggi membuat kakinya hampir tak bisa mencapai pedal dengan baik. Setiap kali ia mencoba mengayuh lebih cepat, pedalnya terasa aneh dan kakinya tergelincir.
"Eh... Kok pedalnya nggak sinkron ya sama kaki?" gumam Tomo pada dirinya sendiri.
Di depannya, Joni sudah mulai memimpin dengan sepeda kecilnya yang gesit. "Ayooo, Tomo! Cepetan, dong! Sepeda barumu itu kelihatannya cuma hiasan aja!" teriak Joni sambil cekikikan.
Sementara itu, Arif yang berada di urutan kedua, tiba-tiba mengeluarkan kotak kecil dari sakunya. "Eh, tunggu bentar, aku lupa pasang aksesoris tambahan," katanya sambil menepi. Anak-anak lain melongo saat melihat Arif memasang klakson besar di sepedanya yang bentuknya seperti terompet badut.
"Seriusan, Arif? Itu klakson? Buat apa?" tanya Lina sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Arif hanya tersenyum lebar dan menekan klaksonnya. Suara aneh keluar dari klakson itu, "TUUUUT! TUUUUT!" Suaranya sangat keras, seperti klakson truk besar, dan langsung menarik perhatian semua orang yang sedang menonton dari kejauhan.
Tomo yang masih berusaha mengendalikan sepedanya tertawa terbahak-bahak mendengar suara itu. "Arif! Kamu serius bawa klakson truk ke perlombaan sepeda anak-anak?"
Arif dengan bangga berkata, "Ya dong! Biar semua tahu kalau aku mau nyalip!"
Sambil terus cekikikan, Tomo tak sengaja menginjak genangan air dan sepedanya tergelincir sedikit. Untungnya, ia berhasil menjaga keseimbangan, tapi ban depan sepedanya tiba-tiba mengeluarkan suara aneh, seperti suara ban kempes.
"Sial, kenapa sekarang ban depannya bunyi juga? Apa sepeda ini dibuat dari bahan sirkus?" Tomo semakin cemas, tapi tetap berusaha menjaga wajahnya tetap santai agar tidak terlihat gugup.
---
Kekacauan yang Terjadi Saat Lomba Dimulai
Saat perlombaan mencapai putaran pertama, Joni sudah jauh di depan, dengan Lina mengejarnya di belakang. Tomo masih berusaha menyeimbangkan sepedanya yang terasa semakin berat. Arif, yang kini berada di samping Tomo, menginjak pedal sepedanya dengan gaya berlebihan dan terus membunyikan klakson anehnya setiap beberapa detik. "TUUUUT! TUUUUT!" Semua orang yang mendengar suara itu tertawa terbahak-bahak.
"Kamu nggak butuh sepeda buat menang, Arif! Kamu cuma butuh klakson itu buat gangguin semua orang," seru Lina dari depan, sambil berusaha menahan tawa.
Joni, yang sudah merasa dirinya bakal menang, tiba-tiba melihat sesuatu di kejauhan. Seekor kucing kecil berwarna oranye melintasi jalur balapan, tepat di depan sepedanya. Joni panik. "KUCING! Minggir, minggir!"
Namun terlambat. Sepeda Joni menghantam sebuah batu kecil yang ada di jalur, membuatnya melompat sedikit ke udara dan jatuh ke semak-semak. "BRUKK!" Joni terjungkal ke samping, sementara kucing itu dengan santai berjalan menjauh seolah-olah tak ada yang terjadi.
Lina dan Arif tertawa keras melihat Joni terjerembab. "Itu baru trik yang keren, Jon! Ada lagi, nggak?" ledek Arif sambil terus mengayuh sepedanya.
Joni bangkit dari semak-semak dengan rumput-rumput yang menempel di rambutnya. "Itu bukan salahku! Batu ini yang salah! Aku bakal nyusul kalian, tunggu aja!"
---
Persaingan Makin Memanas: Tomo Menghadapi Kendala Besar
Sementara itu, Tomo masih berkutat dengan masalah pada sepedanya. Ia merasa setiap kali mengayuh, sepedanya menjadi lebih berat, dan pedalnya semakin licin. "Kenapa pedal ini licin banget? Jangan-jangan ini karena sabun yang aku pakai tadi pagi," pikir Tomo dengan wajah bingung.
Di depannya, Lina dan Arif sudah semakin jauh, namun Tomo pantang menyerah. Ia berusaha menambah kecepatan, meski sadel sepedanya terus melorot ke bawah. Kini, sadel itu begitu rendah sehingga Tomo harus berdiri di atas pedal, berusaha sekuat tenaga agar tidak jatuh.
Sambil tertawa kecil pada dirinya sendiri, Tomo berpikir, "Sepeda ini kayaknya punya rencana jahat buat bikin aku kalah."
Lalu, Arif tiba-tiba berbalik ke arah Tomo sambil tertawa. "Tomo! Kamu mau ikut lomba atau mau ikut parade badut? Sepedamu kayak sirkus keliling!"
Tomo balas berteriak, "Hahaha, enak aja! Lihat aja nanti, aku bakal nyusul kalian semua!"
Dengan semangat yang tetap tinggi, Tomo berusaha keras untuk menyusul. Namun, baru beberapa meter kemudian, sadel sepedanya tiba-tiba jatuh sepenuhnya ke tanah. Tomo, yang tak bisa lagi duduk, akhirnya harus berdiri sepenuhnya di atas pedal, seolah-olah dia sedang memainkan permainan keseimbangan.
Arif dan Lina tertawa terbahak-bahak melihat situasi itu. "Tomo, kamu sepedaan atau lagi main sirkus?!" seru Lina sambil memegang perutnya karena tertawa terlalu keras.
---
Penutup Lomba yang Aneh dan Menggelikan
Setelah berbagai kekacauan, akhirnya Arif, Lina, dan Tomo mendekati garis finish. Mereka sudah lelah dan tertawa sepanjang lomba, lebih banyak karena kekonyolan yang terjadi daripada usaha untuk menang.
"Eh, gimana kalau kita finish bareng-bareng aja?" usul Lina dengan senyum lebar.
Arif mengangguk setuju, "Setuju. Nggak ada gunanya balapan kalau kita semua jatuh-jatuhan kayak gini."
Tomo, yang kini berdiri di atas sepedanya dengan posisi aneh karena sadelnya hilang, berkata, "Aku setuju banget. Yang penting kita udah seru-seruan."
Akhirnya, mereka bertiga melambat dan menyentuh garis finish bersama-sama. Joni, yang masih tertinggal jauh karena terjatuh, akhirnya muncul dari belakang, dengan ranting-ranting menempel di bajunya.
"Eh, kalian kok finish duluan? Aku kan baru mulai lagi!" protes Joni sambil mencoba terlihat kesal, meskipun ia ikut tertawa melihat kekacauan yang telah terjadi.
"Maaf, Jon, tapi balapan ini kayaknya lebih kayak acara komedi daripada perlombaan beneran," kata Tomo sambil tertawa.
Joni mengangguk setuju, "Ya, mungkin kita harus bikin perlombaan yang nggak melibatkan kucing dan batu kali lain!"