Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Yang Sebenarnya
Operasi berjalan dengan lancar hanya membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 40 menit, karena tindakan yang dilakukan Jen tadi termasuk dalam kategori operasi kecil. Jen juga dalam keadaan sadar ketika keluar dari ruangan tersebut, hanya saja tubuhnya terasa lemas karena suatu hal yang baru ia alami sebelumnya.
Glenn segera bangkit dari duduk nya, ketika melihat beberapa perawat mendorong keluar ranjang pasien. Ia segera mengekori nya dari belakang, hingga masuk ke dalam lift dan masuk ke ruang rawa inap.
"Terimakasih Sus" ucap Glenn.
"Sama-sama, Tuan. Saya permisi"
Para perawat tersebut menjawab nya dengan serempak, lalu sekarang pamit undur diri. Pintu ruang rawat inap di tutup, kini hanya ada mereka di dalam nya. Glenn segera melepas jaket kulit hitam nya dan menyimpan nya di lemari. Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya
Kedua bola mata Jeniffer melihat-lihat ke area sekitar, selama ia menjadi perawat baru kali pertama melihat ruang rawat inap pasien, yang mewah bak hotel berbintang.
"Aku haus" Gumam Jen. Ia menekan tombol pada sisi tempat tidur, mencoba meraih gelas yang ada di atas nakas.
Saat Glenn keluar dari kamar mandi ia kaget karena melihat Jen yang tengah kerepotan, dengan langkah cepat ia segera mendekat dan meraih gelas itu.
"Kau ini tidak sabaran sekali" gerutu Glenn.
"Aku haus"
"Kau kan bisa tunggu aku selesai mandi".
Jen mendengkus, dengan memutarkan kedua bola mata nya. Merasa kesal dengan sikap Glenn yang seperti bunglon. Glenn meraih gelas gitu lalu meminumkan nya untuk Jen.
"Terimakasih".
"Sama-sama".
"Kau lapar?" tanya Glenn.
Jeniffer mengangguk lemas, namun belum ada petugas yang mengantarkan makanan. Mungkin sedang di siapkan dan sebentar lagi akan tiba.
Panjang umur! Baru saja dibicarakan tak lama suara ketukan pintu terdengar. Seorang petugas bagian gizi di rumah sakit, datang dengan membawa nampan yang berisikan makanan di atas nya.
"Terimakasih"
"Sama-sama".
Glenn segera meraih mangkuk sup yang di bungkus rapi dengan plastik wrap. Makanan tersebut sepertinya baru matang karena masih terasa panas pada bagian luar mangkuk nya.
"Sup nya masih panas, kau mau makan yang lain? Ada buah potong dan juga roti".
"Aku makan roti saja". Ucap Jen yang suara nya terdengar lemah.
Glenn mengambil roti yang di bungkus dengan aluminium foil tersebut, namun ternyata sama saja makanan tersebut juga masih panas.
"Ah sial! Yang ini juga sama saja masih panas".
Karena kedua makanan tersebut sama-sama masih panas, maka tidak ada lagi yang bisa dimakan selain buah potong. Dengan telaten Glenn menyuapi wanita potongan-potongan buah tersebut ke dalam mulutnya.
Buah tersebut kini telah habis, Glenn pun kembali meminumkan air putih untuk Jen.
"Sebaiknya setelah ini, kau istirahat" Ucap Glenn sambil mengelap mulut Jen yang lengket menggunakan tisu.
"Glenn" lirih Jen ia tatap wajah Pria itu dengan lekat.
"Iya" Glenn membalas tatapan Jen, dan duduk di samping tempat tidur.
Seketika mata Jen berkaca-kaca, bulir-bulir bening keluar dari sudut mata nya. Ada perasaan bersalah dalam dan juga takut. Bagaimana dengan reaksi Glenn saat mengetahui jika ia telah memberi tahu Marvel, mengenai kematian Baron.
"Hei, kau kenapa menangis Sayang. Apakah ada keluhan yang kau rasakan?" Tanya Glenn dengan mencondongkan tubuhnya ke hadapan Jen. Ia usap dengan lembut, puncak kepala wanita itu.
"Sebentar ya , aku panggilkan perawat"
"Tidak bukan itu Glenn".
Glenn mengurungkan niat nya, ia sapu air mata yang membasahi pipi Jen dengan kedua tangan nya. Lalu ia kecup kening itu.
"Lantas mengapa kau menangis?"
Jen mencoba mengatur nafas nya, ia harus tenang dan mengungkapkan yang mengganjal dalam hati nya.
"Sebelum nya aku minta maaf padamu, jika kau ingin marah aku terima, bahkan jika kau ingin menghabiskan nyawa ku. Aku juga bersedia. Kata Jen dengan nada terisak.
Glenn mengerutkan kening nya merasa heran dengan apa yang di ucapkan oleh Jen. Apakah sampai seserius itu sampai Jen harus meminta maaf dan merelakan nyawa nya jika nanti Glenn ingin menghabisi.
"Kenapa kau berkata seperti itu Jen, memang nya kau telah melakukan kesalahan apa?"
"Aku...
"Aku tidak sengaja mengatakan kepada Marvel, kalau kau yang telah menghabisi Tuan Baron".
"Lantas, apa yang perlu kau takutkan jika dia sudah tahu kalau aku yang membunuh Ayah nya?"
"Kau pernah bilang padaku untuk tidak mengatakan kepada siapapun tentang kejadian malam itu, namun aku tidak bisa menahan ini, dia terus saja menyalahkan ku atas kematian Ayah nya" . Jen tidak dapat menyembunyikan rasa ketakutan nya, ia mengacak-acak rambutnya panjang nya.
"Hei, tenanglah! Aku tidak akan marah apalagi sampai berbuat sesuatu, seperti yang kau katakan tadi".
Seketika Jen pun terdiam, ia menatap Glenn dengan intens lalu Ia raih tangan Pria itu. "Kau mengatakan apa tadi?"
"Aku tidak akan marah apalagi sampai berbuat sesuatu padamu". Glenn mengulangi perkataannya.
"Sungguh?" Jen ingin meyakinkan jika Glenn memang tidak akan marah karena hal ini.
"Sungguh Jen" ucap Glenn dengan lembut dan merapikan rambut Jen yang berantakan.
"Bagaimana kalau dia membalaskan dendam nya pada mu, aku takut jika sampai kau--
"Sssttt" Glenn menempelkan telunjuk nya di bibir Jen.
"Kau tahu? Sebagai orang yang bergelut di dunia bawah, hal seperti itu sangatlah wajar. Baik itu musuh lama maupun baru. Nyawa ku akan selalu menjadi incaran mereka".
Jeniffer mencerna setiap kata-kata yang di ucapkan oleh Glenn. Memang pada dasarnya seseorang yang bergelut di dunia bawah, tidak akan pernah merasakan yang namanya hidup tenang dan damai. Akan ada saja orang yang menginginkan nyawa nya, peluru nyasar yang akan tiba-tiba saja menyerang dari berbagai arah.
"Justru aku mengkhawatirkan dirimu Jen, mereka sudah tahu kalau kau adalah wanita ku. Dia akan menjadikan mu alat sebagai salah satu kelemahan ku. Kau tahu? Tadi nya aku ingin berencana untuk melanjutkan pencarian ini besok, namun hati ku tidak tenang, kau pasti dalam ketakutan bersama si berengsek itu".
Glenn melanjutkan ucapan nya, tangan nya mengepal kuat saat mengingat Marvel yang telah berani menculik wanita kesayangan nya itu. .
"Aku tidak mengerti, sebenarnya apa masalah mu dengan keluarga Marvel bukankah kalian saudara?" tanya Jen masih penasaran dengan cerita yang sebenarnya, ia merasa jika ada sesuatu yang di sembunyikan baik itu dari pihak Glenn maupun Marvel.
Glenn turun dari tempat tidur, ia menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan. Lalu duduk di sofa dengan mengangkat satu kaki kanan nya ke atas kaki kiri.
"Aku dan mereka memang tidak punya masalah, namun entah kenapa hati ku mengatakan jika Baron memang layak untuk mati".
Insting dari seorang Mafia memang harus tajam dan kuat, meski Glenn belum mengetahui tentang fakta sebenarnya, jika sang Ayah yang kini tengah terbaring koma karena perbuatan dari Baron.
Pada saat itu William, tengah menghadiri acara corporate event di sebuah Gedung, dan secara tidak sengaja bertemu dengan Baron dan duduk satu meja.
Corporate event merupakan sebuah program yang dilakukan suatu perusahaan, baik untuk tujuan promosi, peringatan, penghargaan dan lainnya. Kegiatan tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Awal nya mereka baik-baik saja, saat membahas mengenai bisnis kemudian di hiasi dengan canda tawa saat membahas sesuatu yang lucu.
Saat akan menuju puncak acara, seorang wanita naik ke atas panggung lalu mengumumkan, nama-nama perusahaan terbaik sepanjang tahun ini, dan perusahaan William menduduki peringkat pertama. Kemudian di susul dengan beberapa perusahaan lain yang menempati peringkat kedua dan ketiga.
Semua yang hadir di acara tersebut, memberikan tepuk tangan meriah saat beberapa kandidat yang disebutkan naik ke atas panggung. Merasa bangga dan salut atas pencapaian pria-pria sukses yang berada di depan nya saat ini.
Tapi tidak dengan Baron sorot kedua mata nya menunjukan rasa tidak suka, terhadap keberhasilan yang telah di raih oleh saudara nya itu. Hati nya mendadak panas dan timbul lah ide jahat di kepala nya.
Tidak mau terlalu mencirikan jika dia tidak suka, terhadap keberhasilan saudara nya itu. Ia pun bertepuk tangan dengan memaksakan senyum di wajah nya.
"Selamat atas pencapaian mu saudara, kau sangat hebat". Kata Baron sambil mengulurkan tangan nya
"Terimakasih Baron". Ucap William dengan membalas uluran tangan dari saudara nya.
Rasa haru dan bahagia tidak bisa di sembunyikan oleh William, ia bangga dengan pencapaian yang selama ini telah di raihnya. Setelah melewati beberapa rintangan dan perjalanan yang cukup panjang.
Saat detik-detik acara akan selesai, satu persatu dari mereka undur diri dan meninggalkan gedung. William pun pamit undur diri kepada Baron dan juga yang lain.
Baron mengeluarkan ponsel dari dalam saku jas nya, lalu mengirim pesan ke anak buahnya yang berjaga di depan. Segera mereka menjalankan perintah dari Baron untuk mencelakai William.
Pintu mobil dibuka oleh seorang sopir yang telah berdiri menanti kedatangan Tuan nya, lalu menundukkan sedikit kepalanya saat langkah William semakin mendekat ke arahnya.
"Silahkan Tuan" ucap Pria itu.
William tersenyum sambil menepuk pundak pria itu.
Saat masuk ke dalam, William di kejutkan dengan seorang wanita yang tengah duduk sambil menutupi wajah nya dengan sebuket bunga.
"Lily" ucap William yang kemudian memeluk dan mengecup bibir sang istri.
"Selamat Sayang, kau sangat hebat"
"Terimakasih Sayang" William menghirup dalam-dalam aroma dari mawar berwarna merah dan putih itu pemberian istri nya itu.
Mesin mobil segera dihidupkan, setelah itu lekas pergi meninggalkan lokasi. Lily dan William tak lepas pegangan tangan nya selama berada di dalam mobil. Meski usia keduanya sudah tak lagi muda, namun keharmonisan hubungan mereka tetap terjaga dengan baik. Bahkan William tak malu-malu untuk menunjukkan sikap manis nya terhadap Lily di depan banyak orang.
Di tengah perjalanan, Lily mendadak mengidam ingin memakan sebuah cup cake. Sang sopir pun mengikut perintah majikan nya, dengan memarkirkan kendaraan tersebut tepat di depan toko kue.
"Sayang tumben sekali kau ingin makan cup cake, biasanya kau tidak suka dengan makanan manis"
"Entah kenapa aku seperti orang mengidam, ingin sekali makan kue itu" kata Lily sambil tersenyum.
"Apakah kau hamil lagi sayang?"
"Ah! Itu tidak mungkin Sayang, karena aku rutin mendapatkan suntikan pencegah kehamilan setiap bulan".
"Baiklah kalau begitu, mari aku temani kau ke dalam toko roti".
"Tidak perlu, kau lebih baik disini saja sayang, aku tidak akan lama"
"Baiklah".
Lily segera keluar dengan membawa tas kecil yang hanya cukup untuk menaruh ponsel serta kartu. Ternyata itu hanya alasan Lily yang mengatakan jika ia sedang ingin makan kue cupcake , tapi tujuan sebenarnya adalah ia ingin mengambil kue pesanan nya untuk sang suami. Untuk merayakan hari jadi pernikahan mereka yang jatuh pada hari ini.
Lily begitu antusias saat masuk ke dalam, ia segera menemui seorang kasir lalu menyerahkan sebuah kertas untuk mengambil pesanan nya.
"Terimakasih" ucap lily sambil menerima box besar tersebut dari tangan seorang wanita.
"Sama-sama, silahkan datang kembali". Sahut wanita kasir toko roti tersebut dengan ramah.
Namun langkah Lily terhenti saat melihat dengan jelas, sebuah mobil truk bermuatan pasir menghantam dengan kuat, bagian belakang mobil William.
Kue itu pun seketika terlepas dari genggaman Lily, raut wajah yang tadi nya bahagia itu seketika berubah menjadi kepanikan dan ketakutan. Kedua lutut nya tiba-tiba lemas, air mata jatuh tanpa diperintah.
"Tidak!!!" Lily berteriak histeris. Lalu keluar dari dalam toko tersebut dengan langkah nya yang gontai.
Lalu lintas pun seketika macet, dan ramai oleh mereka yang ingin menyaksikan kejadian tersebut. orang-orang yang berada di toko roti pun berhamburan keluar. Salah satu pelayan yang mengenali Lily segera menghampiri mencoba untuk menenangkan wanita yang tengah dalam keadaan syok tersebut.
Ambulans dan petugas kepolisian segera dihubungi oleh satu security yang bertugas di area tersebut. Tak memakan waktu lama keduanya datang secara bersamaan dalam waktu kurang dari 15 menit.
William dan sopir nya dimasukkan ke dalam ambulans yang berbeda, sementara polisi masih berada di olah TKP untuk mengevakuasi badan truk serta mobil mewah William yang ringsek akibat kecelakaan tersebut. Diketahui sopir pembawa truk bermuatan pasir tersebut kabur, dan sedang dalam pengejaran pihak berwajib.
Sayangnya saat kejadian naas tersebut, Glenn sedang tidak berada di Itali. Ia sedang melakukan penyerangan bersama para anak buahnya, di negara paman Sam. Dalam mempertahankan pabrik obat-obatan nya yang akan dihancurkan oleh klan dari dunia bawah.
William dan sopir nya segera di masukan ke dalam ruang tindakan, Lily segera menghubungi asisten nya, yang akrab di sapa Paman Lee oleh Glenn, untuk mengurus semua nya di rumah sakit.
Lily duduk di kursi tunggu dengan wajah panik, tangannya masih bergetar dan trauma akan kejadian tadi. Bayang-bayang mengerikan yang ia lihat terus menghantui pikiran nya. Padahal ia telah berusaha untuk melupakan nya namun, tetap saja tidak semudah dan secepat itu proses nya.
Paman Lee kembali menemui Lily setelah selesai mengurus seluruh urusan rumah sakit.
"Semua urusan rumah sakit telah saya urus Nyonya".
Lily hanya menjawab nya dengan anggukan kepala.
"Apa ada kabar dari pihak berwajib?" tanya Lily dengan terisak. Ketegaran yang selama ini ia pertahankan akhirnya runtuh juga.
"Polisi masih mencari sopir truk yang kabur Nyonya, mereka berhasil melarikan diri"
"Berengsek! Siapa orang yang telah berani melakukan semua ini" Lily meninju telapak tangan nya, kemarahan nya dapat terlihat jelas dari sorot mata biru itu.
"Apakah Glenn sudah bisa dihubungi?" kata Lily yang kembali bertanya.
"Tuan Muda Glenn masih belum bisa dihubungi Nyonya, ponsel nya tidak aktif".
"Anak itu!!" Lily Geram dan tak habis fikir dengan anaknya yang sering sekali mematikan ponsel.