Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Di Balik Topeng Kebohongan
Riska masih terjaga di kamar dengan perasaan yang berkecamuk. Keputusannya sudah bulat—ia harus mengetahui lebih banyak tentang rahasia yang disembunyikan Aldo, meskipun itu akan menghancurkan hati dan kepercayaannya. Pikirannya terus teringat pada wanita dalam foto yang mirip dengannya, serta catatan misterius di bawahnya. Malam ini, ia merasa tidak lagi bisa menunda-nunda keingintahuannya.
Kepalanya berdenyut, dipenuhi tanya yang belum terjawab. Setiap kali ia mencoba tidur, bayangan foto wanita itu kembali muncul, seolah mengundangnya untuk lebih dalam menyelidiki. Riska mengambil napas dalam-dalam, kemudian mengambil keputusan. Ia tidak bisa hanya duduk menunggu kebenaran terbongkar dengan sendirinya—ia harus bertindak.
"Aku harus mencari tahu sendiri," bisik Riska pada dirinya sendiri. "Jika Aldo tidak mau jujur padaku, maka aku akan menemukan kebenarannya dengan caraku."
Dengan hati-hati, ia menyelinap ke ruang kerja Aldo lagi. Ia memastikan rumah dalam keadaan sunyi, agar tidak seorang pun menyadari kehadirannya di sana. Lampu meja kerja Aldo masih menyala, seolah menunggu Riska untuk menggali lebih jauh.
Tangannya gemetar ketika membuka laci meja itu. Beberapa dokumen tersusun rapi, tapi satu amplop tampak diselipkan di antara tumpukan buku. Riska menarik amplop itu dengan hati-hati dan membukanya, berharap menemukan petunjuk lebih lanjut.
Ia menemukan serangkaian surat kontrak, tapi di baliknya, sebuah catatan tangan muncul. Tulisannya adalah kalimat singkat: "Pastikan dia tetap di dalam pengawasan. Dia adalah kunci dari semuanya."
Riska bergumam, "Kunci? Aku kunci dari apa? Apa sebenarnya rencana Aldo selama ini?"
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari arah pintu. Riska segera menutup amplop dan memasukkannya kembali ke tempat semula. Saat ia berbalik, ia mendapati Aldo berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan sorot mata tajam.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Riska?" tanya Aldo dengan nada dingin, wajahnya penuh kecurigaan.
Riska menelan ludah, mencoba menjaga ketenangannya. "Aku hanya mencari... sesuatu yang mungkin bisa menjelaskan semuanya," balasnya berusaha tegar.
Aldo melangkah mendekat, memicingkan mata. "Jelaskan apa, Riska? Apa yang sebenarnya kamu cari?"
Riska merasakan ketegangan yang begitu kuat di antara mereka. Ia tahu jika ia tidak berhati-hati, ia bisa saja menghancurkan hubungan mereka. Tapi rasa penasarannya begitu kuat, memaksanya untuk terus menggali meskipun Aldo berdiri di hadapannya, menatap penuh intimidasi.
"Aldo, selama ini kamu selalu penuh rahasia. Ada banyak hal yang kamu sembunyikan dariku," kata Riska dengan suara bergetar. "Aku hanya ingin tahu... siapa wanita dalam foto itu? Kenapa dia begitu mirip denganku?"
Aldo terdiam, wajahnya menunjukkan kebingungan dan sedikit keterkejutan. Tapi hanya sekejap, ia kembali menguasai dirinya, menunjukkan ketenangan yang menakutkan.
"Kamu tidak seharusnya mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu, Riska," jawabnya singkat. "Percayalah, semua ini hanya demi kebaikan kita."
Riska mengepalkan tangan, menahan perasaannya yang berkecamuk. "Demi kebaikan? Kamu ingin aku percaya padamu, tapi kamu terus menutup-nutupi kebenaran! Bagaimana aku bisa percaya?"
Aldo mendekat, jarak di antara mereka semakin dekat hingga Riska bisa merasakan napasnya. "Kamu terlalu banyak bertanya, Riska. Kamu hanya perlu mempercayaiku."
Riska merasa seolah terperangkap. Sorot mata Aldo begitu dingin dan menekan, membuatnya ragu untuk terus mendesak. Tapi rasa penasaran di hatinya begitu kuat, membuatnya enggan mundur.
"Aku ingin percaya padamu, Aldo," jawab Riska akhirnya, suaranya terdengar lemah. "Tapi bagaimana aku bisa percaya jika kamu tidak memberiku kejujuran?"
Aldo menghela napas panjang, tampak bingung sesaat. Namun, tanpa peringatan, ia memegang bahu Riska dengan erat, membuatnya tidak bisa bergerak.
"Aku sudah memberitahumu, Riska. Ini semua untuk kita," bisik Aldo dengan nada yang penuh tekanan. "Jika kamu terus memaksa, kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri."
Kata-katanya dingin, namun penuh ancaman tersirat. Riska merasa jantungnya berdebar lebih cepat. Di satu sisi, ia takut, namun di sisi lain, ia merasa semakin ingin menentang. Kata-kata Aldo malah membuatnya semakin curiga bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik semuanya.
Riska melepaskan diri dari genggaman Aldo, mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Jika kamu tidak mau memberitahuku, aku akan menemukan jawabannya sendiri. Aku tidak akan berhenti sampai aku tahu semua yang kamu sembunyikan."
Aldo hanya tersenyum tipis, seolah meremehkan tekad Riska. "Lakukan apa yang kamu mau, Riska. Tapi ingat, kebenaran kadang lebih menyakitkan daripada yang kamu duga."
Dengan kata-kata itu, Aldo meninggalkannya, meninggalkan rasa penasaran yang semakin membara di hati Riska. Di benaknya, ia tahu malam ini hanyalah awal dari pengungkapan kebenaran yang lebih besar, yang mungkin akan menghancurkan segala yang ia percaya selama ini.
Riska duduk terpaku di ruang tamu, tatapannya kosong menatap pintu kamar kerja Aldo yang baru saja ditutup. Sekuat apapun ia mencoba memahami jalan pikirannya, semakin kuat pula perasaan bahwa Aldo menyembunyikan sesuatu yang besar. Namun, ketakutan di hatinya mulai menyelimuti setiap langkah keberaniannya. Haruskah ia terus mendesak, atau hanya menerima takdirnya sebagai seorang istri yang tidak sepenuhnya mengenal suaminya sendiri?
"Aku tidak bisa terus begini," Riska bergumam, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku harus tahu, apapun risikonya."
Dia menghela napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Saat itu, terdengar bunyi notifikasi pesan di ponselnya. Begitu melihat nama pengirimnya, jantungnya berdetak lebih cepat—itu adalah pesan dari seorang wanita bernama Liana.
Pesan itu singkat: "Kita perlu bicara. Ada sesuatu yang kamu harus tahu tentang Aldo."
Riska merasa dadanya sesak. Liana adalah nama yang belum pernah disebut Aldo, tapi entah kenapa pesan ini terasa begitu mengancam dan misterius. Tanpa pikir panjang, dia membalas pesan itu, meminta Liana untuk bertemu secepatnya.
Setelah merapikan diri, Riska keluar rumah dengan hati-hati agar tidak menarik perhatian Aldo atau siapapun yang mungkin memata-matainya. Sesampainya di kafe yang dijanjikan, ia menemukan Liana duduk di sudut ruangan, mengenakan kacamata hitam dan terlihat gugup.
Riska menghampirinya perlahan, duduk di seberangnya tanpa berkata sepatah kata pun. Mereka saling menatap, dengan pertanyaan dan kekhawatiran yang saling bersilang di antara mereka.
"Jadi, kamu yang bernama Riska?" tanya Liana dengan suara pelan namun tegas, tanpa basa-basi.
Riska mengangguk. "Ya, saya Riska. Dan kamu adalah…?"
Liana melepaskan kacamata hitamnya, memperlihatkan wajah yang terlihat lelah dan penuh tekanan. "Aku… seseorang dari masa lalu Aldo. Seseorang yang dia tinggalkan tanpa penjelasan. Tapi aku tahu lebih banyak tentangnya daripada yang kamu bayangkan."
Riska merasakan ada sesuatu yang menegangkan di balik kata-kata Liana. "Apa yang kamu maksud? Kenapa kamu ingin bertemu denganku?"
Liana menarik napas panjang, seolah menimbang setiap kata yang hendak diucapkannya. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berbicara.
"Aldo… dia bukanlah orang yang kamu kira. Dia menyimpan banyak rahasia gelap, dan aku yakin kamu hanya melihat sebagian kecil dari siapa dia sebenarnya," kata Liana, suaranya bergetar. "Aku tahu ini sulit, tapi kamu harus siap menerima kenyataan bahwa dia mungkin menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih buruk."
Riska merasa dunia sekitarnya berputar. Kata-kata Liana seperti menamparnya, membuatnya kembali mempertanyakan semua yang ia alami selama ini. Tapi sebagian dari dirinya menolak untuk mempercayai, karena sekuat apapun Aldo tampak misterius, dia tetap suaminya, dan ayah dari anaknya yang dikandungnya.
Namun, ketakutan di wajah Liana membuatnya ragu.
"Apa maksudmu, Liana? Apa yang kamu tahu tentang Aldo yang aku tidak tahu?" Riska mencoba mempertahankan suaranya agar tetap tenang, meskipun perasaannya berkecamuk.
Liana menatapnya dengan tatapan penuh iba. "Aku tidak bisa memberitahumu semua, tapi… Aldo adalah seseorang yang tak segan menggunakan orang-orang di sekitarnya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Apapun yang dia lakukan padamu, Riska, itu bukan kebetulan."
Riska terdiam, mencerna kata-kata Liana. Di satu sisi, ia ingin segera pergi dari tempat itu dan menganggap semua ini hanyalah omong kosong belaka. Namun di sisi lain, hatinya terasa berbisik bahwa apa yang ia dengar adalah petunjuk dari segala keanehan yang selama ini terjadi dalam hidupnya bersama Aldo.
"Jika benar apa yang kamu katakan," suara Riska mulai bergetar, "kenapa kamu memberitahuku sekarang? Kenapa tidak dari dulu?"
Liana memalingkan pandangan, terlihat kesulitan menjawab. "Karena selama ini aku juga takut, Riska. Aku takut apa yang bisa dilakukan Aldo jika dia tahu bahwa aku membuka mulut. Tapi setelah tahu dia menikahimu dan kalian… kalian punya anak… aku tidak bisa membiarkanmu hidup dalam kebohongan."
Riska merasa dadanya semakin berat. Fakta bahwa ada orang lain yang tahu tentang ancaman tersembunyi ini membuatnya semakin sadar bahwa situasinya jauh lebih rumit dari yang pernah ia duga.
Namun, sebelum Liana bisa melanjutkan, sebuah suara berat tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.
"Jadi, kalian sedang berbicara tentang apa, hmm?"
Riska dan Liana menoleh dengan wajah pucat. Di sana, berdiri Aldo dengan tatapan dingin yang mengintimidasi, matanya penuh kemarahan yang tak tertahankan.
"Riska, sepertinya kita perlu bicara di rumah, sekarang juga," ujar Aldo dengan nada tegas yang tak dapat ditolak.
Di dalam hati Riska bergejolak ketakutan dan kebingungan. Namun, tatapan tajam Aldo yang menusuk membuatnya tak berani membantah. Malam itu, Riska tahu bahwa ia baru saja membuka kotak Pandora yang akan mengubah segalanya…