"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (17)
Selamat Membaca
*****
Auris terbangun lebih dulu. Perlahan-lahan ia menyingkirkan tangan Aldrick yang berada di perutnya. Mencepol asal rambutnya dan beranjak dari tempat tidur.
Auris turun ke bawah menuju dapur, menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Aldrick sebelum pergi ke kantor.
25 menit berkutat dengan alat-alat dapur, Auris pun selesai dengan masakannya. Auris kembali lagi ke kamar dan segera membersihkan diri.
Auris memakai kemeja satin berwarna coklat susu dipadukan rok hitam dengan belahan di bagian pahanya.
Setelah selesai dengan semua persiapanya, Auris menyiapkan satu set pakaian kantor untuk Aldrick dan segera membangunkan pria itu.
"Tunggu di sini, kita akan turun bersama."
5 menit...
10 menit...
15 menit...
Aldrick pun keluar dari kamar mandi dengan handuk sepinggang. Auris yang sudah terbiasa hanya bersikap acuh dan menyibukkan dirinya dengan HP miliknya.
*****
Caramel terbangun dengan kasur yang sudah kosong disebelahnya. Ia tidak melihat sosok Reynold di kamar mereka. Caramel melihat ke sana ke mari mencari sosok Reynold.
"Dimana dia?" Caramel melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 07.06. "Ah sudahlah."
Caramel menyenderkan kepalanya di headboard kasur. Ia kembali tersipu mengingat bagaimana Reynold menggagahi dirinya semalam.
Cklek..
Caramel menoleh ke arah pintu. Sosok Ariana sudah berdiri sambil tersenyum padanya. Caramel menaikkan selimutnya hingga ke dada.
Ariana menghampiri menantunya itu dengan bersemangat, "Aduh.. aduh.. pengantin baru." Ariana duduk di pinggir kasur. "Sekarang persiapkan diri kamu, karena setelah ini kita harus pergi."
"Pergi kemana ma?"
"Senam hamil sayang. Mama punya rekomendasi tempat senam hamil yang bagus."
Caramel tersenyum paksa. "Apakah aku harus melakukannya ma?"
Ariana mengangguk semangat, "Tentu saja sayang. Itu sangat penting untuk kamu dan cucu mama." Ariana tersenyum lebar menatap Caramel, "Setelah itu kita juga akan pergi ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kamu dan bayi kamu."
"Lalu kita akan belanja makanan, buah-buahan, dan susu ibu hamil serta vitamin yang bagus untuk kamu."
"Kamu juga tidak boleh sering-sering keluar rumah apalagi tanpa Reynold. Sesekali mama akan membuatkan minuman herbal untuk kamu."
Caramel hanya mampu tersenyum mendengar semua ocehan Ariana yang menurutnya tidak penting sama sekali. "Kenapa dia semakin berisik?"
"Satu lagi Caramel, setelah melahirkan kamu harus mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Kamu harus menjadi ibu rumah tangga yang baik. mama akan mengajarimu bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik," kata Ariana, "Dan mulai sekarang, kamu harus menggunakan pakaian khusus ibu hamil. Tidak boleh menggunakan celana jeans, rok pendek, baju ketat apalagi baju kekurangan bahan."
Caramel tersenyum kikuk, "Tapi ma, aku belum memiliki pakaian khusus ibu hamil. Nanti aku akan belanja-."
"Tidak perlu Car, kamu bisa memakai milik mama. Kamu tidak harus membeli yang baru. Sebagai seorang istri, kamu harus pandai mengatur uang suami kamu. Jangan terlalu sering berbelanja barang-barang yang tidak perlu."
"Sial! Apa-apan ini?!" Caramel sungguh kesal dengan semua ucapa Ariana. Kenapa Ariana harus mengatur semuanya?
"Ya sudah, mama keluar dulu. Kamu segera siap-siap, mama akan tunggu di bawah."
Caramel menatap punggung Ariana marah. "Dasar mertua gila!! Kenapa jadi mengatur hidupku seperti ini?!"
*****
"Dia sekretaris mu tuan?"
Aldrick mengangguk dengan wajah datarnya.
"Hahahaha, cantik sekali. Sepertinya cocok dengan putraku Bian."
Tatapan datar itu kini berubah tajam. Aldrick mengepalkan tangannya mendengar ucapan rekan bisnisnya itu.
"Putraku ini lulusan terbaik di kampusnya. Dia sudah menjadi pengusaha di usianya yang masih muda. Banyak wanita yang tertarik pada putraku, tapi dia menolak semuanya."
Auris mendecih mendengarnya. Melihat wajah Bian secara langsung membuatnya muak. "Tidak ada apa-apanya dengan mas Aldrick."
"Mas ayo balik, aku tidak nyaman. Dia terus menatapku," adu Auris dengan berbisik.
"Bagaimana jika kita makan si-."
"Kami pamit. Istriku tidak nyaman berada di sini." Aldrick berdiri sambil menggenggam tangan Auris. "Lain kali tolong beritahu putramu untuk tidak menatap orang lain sembarangan. Aku tidak suka istriku di tatap pria lain."
Perkataan Aldrick sukses membuat Bian terkejut bukan main. Auris sudah menikah? Dengan Aldrick? Pengusaha tersohor di kota ini?
"Kontrak kerja samanya akan diatur asisten ku. Jika ingin bertanya lebih lanjut silahkan tanya dia, dan jangan pernah menghubungi istriku."
Aldrick melangkah pergi dari sana sambil menggandeng Auris. Keduanya memasuki mobil dan pergi ke kantor.
"Lain kali tusuk saja matanya jika dia menatapmu lagi."
"Seram sekali." Auris bergidik ngeri mendengar ucapan Aldrick. "Lagipula untuk apa aku melakukannya jika maa melakukannya untuk ku, iya kan?" Auris tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda Aldrick.
Aldrick memencet tombol yang berada di dekatnya. Tidak lama, sebuah pembatas muncul menjadi pemisah antar kursi kemudi dan kursi belakang.
Auris yang melihat itu langsung naik ke pangkuan Aldrick dan mengalungkan tangannya di leher pria itu. "Perusahaan mas bekerja sama dengan papa?"
Aldrick menahan pinggang Auris sehingga membuat wanitanya semakin dekat dengannya. "Kamu menginginkan sesuatu?"
"He'em." Auris mengelus rahang Aldrick dengan jari telunjuknya hingga turun ke jakun pria itu. "Beli saham papa atas nama ku."
Seringaian tipis muncul di wajah Aldrick, "Dengan senang hati sayang.."
Cup..
Sebuah kecupan singkat yang menjadi lumatan karena Auris menahan tengkuk Aldrick. Aldrick tang mendapatkan lampu hijau tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Ciuman mereka semakin memanas ketika Aldrick mulai mencumbu leher jenjang Auris. Aldrick membuat beberapa tanda kepemilikan di leher wanitanya. "Mine! You're mine Melonika!"
Aldrick semakin melancarkan aksinya dengan memasukkan tangannya ke dalam baju Auris. Dengan lihai Aldrick membuka pengait bra milik Auris.
Aldrick melanjutkan aksinya dengan melahap milik Auris yang berada di depannya. Seketika itu juga Auris mengerang sambil meremas rambut Aldrick.
"Hentikan mas! Nanti supir kamu... "
Cup..
Bibir Auris kembali dibungkam oleh Aldrick. "Dia tidak akan mendengarnya sayang~"
*****
Terimakasih sudah membaca