My Beloved Baby Sitter

Sayup-sayup adzan subuh terdengar begitu merdu. Wulan sudah bersiap-siap untuk bangun.

Dikucek matanya berulang kali agar kantuknya menghilang.

Dia memutuskan menuju kamar mandi dan bersiap untuk sholat subuh dan mandi terlebih dahulu dibandingkan mengambil air minum.

Dia tidak ingin kejadian sebelumnya terulang kembali.

Wulan mematut dirinya sendiri di cermin lemari pakaiannya.

Seragam sudah dikenakan dengan rapi, rambutnya yang panjang telah diikat.

Segera Wulan keluar untuk sarapan bersama bi Irah dan pak Amat sebelum mengerjakan tugas masing-masing.

Kemudian segera Wulan menaiki tangga untuk menuju kamar Rayyan.

Dirinya berpapasan dengan Jason yang sudah siap dengan setelan jas dengan dasi yang senada.

Wulan hanya menunduk hormat pada majikannya itu, tiba-tiba Jason menghentikan langkahnya,

"Apa yang dia lakukan padamu tadi malam?" Tanya Jason pada Wulan.

Wulanpun menghentikan langkahnya,ketika tahu Jason bertanya padanya.

"Tidak ada tuan, nyonya tidak melakukan apa apa" jawab Wulan menutupi.

"Apa dia mengatakan sesuatu?" Tanya Jason lagi.

"Emm... sebenarnya itu..." Wulan terlihat ragu ragu untuk mengatakan.

"Katakan saja,kamu tidak perlu takut" Jason melihat ketakutan dalam raut wajah Wulan.

"Nyonya cuma bilang supaya saya tidak menggoda tuan, saya disini cuma bekerja tuan saya tidak berniat menggoda tuan,sumpah" Wulan berkata dengan penekanan pada kalimatnya.

Dia tidak ingin Jason juga berpikiran seperti Andini berpikir bahwa dirinya berniat buruk yang akhirnya akan membuatnya dipecat.

Sebagai perempuan normal,memang tidak dipungkiri oleh Wulan bahwa dia mengagumi sosok Jason.

Secara fisik, wanita manapun pasti akan langsung jatuh hati.

Namun berpikir untuk menggoda majikannya apalagi sudah memiliki istri dan anak tidak pernah terlintas dibenaknya.

Bahkan jika Jason belum berkeluarga pun rasanya Wulan tidak berani bermimpi.

"Hahh dia selalu bersikap seenaknya seperti itu" gumam Jason lirih.

"kamu tidak perlu dengarkan apapun yang dia katakan" ucap Jason jengah sembari berlalu.

Wulan tidak mengerti apa maksud dari ucapan Jason.

Yang dia tahu dia harus berhati-hati dalam bekerja, dan menjaga jarak pada tuannya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap Andini.

Dibukanya dengan pelan kamar Rayyan.

Bocah kecil itu ternyata masih tertidur sambil mendekap guling diatas ranjangnya.

Wulan memandangi wajah Rayyan yang begitu imut ketika terlelap dalam tidurnya.

"Den Ray, bangun yuk udah siang ini" ditepuk-tepuknya dengan lembut tubuh anak itu.

Terlihat tubuhnya pelan pelan bergerak, Si bocah kecil menggosok gosok matanya dengan punggung tangan.

"Ayah mana?" Tanya Rayyan ketika mendapati Wulan yang tengah duduk ditepi ranjangnya.

"Ayah den Ray, udah berangkat ke kantor. Yuk bangun yuk" ajak Wulan.

Tiba-tiba Wulan melihat cairan bening mengambang di kedua bola mata Rayyan. Benar saja tangis bocah itu meledak sambil memanggil manggil Ayahnya.

Memang hampir setiap hari selama seminggu tanpa pengasuh sebelum kedatangan Wulan, Ayahnya yang selalu ada disampingnya ketika dia terbangun.

Wulan berusaha selembut mungkin untuk menenangkan bocah itu.

Namun tangisan Rayyan justru semakin pecah.

"Den Rayyan jangan nangis lagi, mbak Wulan janji kalau den Rayyan berhenti nangis mbak Wulan beliin coklat,mau?"

"Gak mau" jerit Rayyan sambil mengusap-usap mata yang masih terus mengalir.

"Kalau gitu mbak Wulan beliin es krim,mau?" Bujuk Wulan lagi.

Tangis bos kecilnya itu sedikit demi sedikit mereda,

Bocah itu mengangguk tanda setuju atas penawaran Wulan.

*

Wulan mengamati bos kecilnya yang sedang menikmati eskrim coklat satu kota besar dengan wajah ceria.

Dengan lahap Rayyan memasukan eskrim coklat kedalam mulut mungilnya, membuat wajahnya menjadi cemong semakin menggemaskan.

"Habis ini den Ray mau main apa?"

"Aku mau ketemu mommy" jawab Rayyan, membuat Wulan tersentak.

Kejadian tidak menyenangkan semalam pada pertemuan pertamanya dengan Andini masih melekat diingatan Wulan.