Blurb :
Sebuah pernikahan yang hanya di dasari oleh cinta dari salah satu pihak, akankah berjalan mulus??
Jantung Arimbi seakan runtuh ketika pria itu mengatakan 'kita akan tidur terpisah'
Akankah ketulusan Arimbi pada putri semata wayang mampu membuat Bima, seorang TNI AU berpangkat Sersan Mayor membalas cintanya?
______
Arimbi terkejut ketika sosok KH Arifin, datang ke rumahnya bersama Pak Rio dan Bu Rio.
Yang lebih mengagetkannya, kedatangan mereka bertujuan untuk melamar dirinya menjadi istri dari putranya bernama Bima Sena Anggara, pria duda beranak satu.
Sosoknya yang menjadi idaman semenjak menempuh pendidikan di pondok pesantren milik Abi Arifin, membuat Arimbi berjingkrak dengan perjodohan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 29 ~
Bimasena Anggara
Hari ini tugasku selesai, aku akan cuti selama dua belas hari.
Dan dalam dua belas hari itu, akan aku gunakan untuk memanjakan putriku dan ibu sambungnya yang selalu merasa insecure.
Ngomong-nomong soal Arimbi. Semenjak Lala mengatakan kalau dia sayang sekali sama bundanya, pelan aku mulai menyelidiki gerak-geriknya, memasang CCTV agar bisa mengawasinya meski dari jarak jauh. Hanya dengan membuka ponsel saja, aku bisa tahu apa yang dia lakukan pada Lala, apakah pernah membentak Lala, melakukan kekerasan pada Lala, terutama supaya aku bisa tahu apakah ada pria yang datang kerumah saat aku pergi berdinas.
Curiga?
Tentu saja, dia orang asing yang tiba-tiba aku nikahi untuk menjadi ibu bagi putriku.
Kalau saja mami tak menjadikan Lala sebagai tameng, pasti akan ku tolak perjodohan ini. Tapi karena wanita yang ku hormati memohon dengan penuh harap, ada nama Lala juga terselip di permohonannya, mau tak mau, aku harus menyetujui pernikahan kami.
Aku tak ingin tragedi perselingkuhan Hana kembali ku alami, itu sebabnya tidak gampang memberikan kepercayaanku pada Arimbi. Meskipun secara fisik dia cantik, tapi bukan itu standarku untuk menilai seorang wanita secara obyektif.
Ku akui Arimbi sangat ahli dalam mengurus anak kecil, padahal dia sama sekali belum ada pengalaman mengandung, melahirkan, ataupun merawat anak, tapi dia begitu telaten mengurus putriku, sampai-sampai sesayang itu Lala pada ibu sambungnya.
Soal dua tahun silam, ketika pertama kali aku melihatnya, sorot matanya sangat licik, itu menurutku. Dia lugu, tapi tak tahu kenapa aku menangkap sorot kasihan dari pancaran matanya, aku merasa kalau Arimbi hanya mengasihaniku dan Lala. Sementara aku sama sekali tak menyukai tatapan itu, aku benci orang yang melihatku hanya karena belas kasihan.
Aku dan putriku bisa hidup tanpa Hana, aku tidak perlu di kasihani karena aku sendiri mampu untuk membahagiakan diriku dan putriku.
Lalu sekarang? aku jadi senang mengerjainya, mempermainkan detak jantungnya, dan mengobrak-abrik perasaan serta prasangkanya.
Dia adalah wanita yang menurutku sifat pendiamnya berada pada level teratas, lebih senang menyimpan masalahnya sendiri.
Enam bulan pertama aku benar-benar tak melihatnya ada di sini, dia diam. Lalu satu tahun pertama, aku mulai menganggapnya sebagai orang yang sudah membantuku, dan aku sangat berterimakasih padanya, namun dia masih belum mengeluhkan sikapku sebagai suami yang tak pernah memberikan nafkah batin. Kemudian di tahun kedua, ku lihat putriku merasa kian nyaman dengannya, sedangkan aku masih acuh padanya, disinilah dia mulai menyerukkan protes yang membuatku justru mulai penanasaran dengannya.
Apakah aku sudah mencintainya?
Kalau ada yang bertanya demikian, aku dengan tangkas akan menjawab.
Aku belum tahu!
Hanyut dalam lamunan, tubuhku berjengit karena tiba-tiba ponsel di dalam saku jaket bergetar menandakan ada notif chat masuk. Saat ku lihat melalui layar pop up, sebuah pesan di kirim dari nomor Gesya.
Gesya : "Hari ini pulang ya, mas?" (13:02) Wib
Aku sangat yakin dia tahu kepulanganku pasti karena melacak lokasi ponselku.
Belum sempat membalas, dan aku memang tak pernah berniat membalas pesannya, tahu-tahu pesan ke dua dan ketiga kembali masuk.
Gesya : "Bisa mas temui aku di hotel Gemintang? Ada sesuatu yang ingin ku sampaikan mengenai Arimbi" (13:05) WIB.
Gesya : "Ini penting, mas!" (13:05) Wib.
Fokus membaca pesannya, aku sampai terlonjak ketika salah satu anak buahku berdiri di hadapanku lantas berkata.
"Pak Bima, mobil bapak sudah saya antar dua hari setelah bapak pergi dinas, dan kunci mobil saya serahkan pada bu Arimbi"
"Okay, terimakasih Her"
"Sekarang mari saya antar pulang, pak!" tawarnya sopan.
"Tidak usah, saya naik taksi saja, saya sudah janji mau langsung ke sekolah anak saya"
"Saya bisa mengantarnya pak, meskipun bapak harus mampir ke sekolah dulu"
"Tidak perlu, saya janjian sama istri di sana, dan istri saya bawa mobil"
"Siap pak, kalau begitu, saya permisi"
"Iya"
Heru langsung berbalik dan kembali melakukan tugasnya setelah ku iyakan.
Setelah berpamitan pada rekan-rekanku, aku langsung melangkah keluar dari landasan udara berniat mencari taksi.
Tak butuh waktu lama, aku sudah mendapatkan taksi. Tepat ketika aku membuka pintu mobil bagian penumpang, ponselku kembali berdering kali ini sebuah panggilan masuk.
Gesya Calling...
Sejujurnya malas sekali mengangkat telfon darinya, tapi karena aku penasaran, dan setelah ku pikir-pikir, aku berniat ingin memperingatkan dia untuk tak macam-macam kepada Arimbi, apalagi membuatnya menangis seperti waktu itu. Akhirnya dengan berat aku menggeser ikon hijau kemudian menempelkan benda tipis di telinga kananku.
"Assalamu'alaikum" Sapaku dengan nada datar sambil masuk dan duduk di dalam mobil.
"Wa'alaikumsalam. Sudah pulang kan mas?"
"Hmm" sahutku singkat.
"Aku ingin bicara soal Arimbi, bisa mas temui aku di hotel Gemintang dekat dengan galleryku?"
"Ngomong saja di sini"
"Aku nggak bisa ngomong lewat telfon"
"Memangnya soal apa?"
"Soal Arimbi yang selama mas tinggal, aku sering sekali melihat dia bepergian dengan seorang pria"
Jantungku berontak mendengar perkataan mantan adik iparku itu. Sepersekian detik aku merasa aku telah salah akan memberikan kepercayaanku pada Arimbi. Namun, di sisi lain aku harus mencari tahu kebenaran dari perkataan Gesya.
"Aku tunggu di loby hotel ya mas"
Karena terdorong rasa penasaran, akupun menyetujui dan langsung memutus panggilannya secara sepihak.
"Ke hotel Gemintang, pak"
"Baik, pak"
Perlahan mobil melaju, dan kecepatannya kian cepat ketika berada di jalan raya.
Selagi dalam perjalanan, aku memikirkan ucapan Gesya yang terus menerus menganggu ketenangan otakku. Aku sampai berdecak dan mengumpat dalam hati jika apa yang di katakan Gesya itu benar.
Setibanya di hotel, aku langsung turun dengan membawa koper kecil. Karena aku sendiri belum tahu apakah pembicaraan ini akan memakan waktu lama atau hanya sebentar, aku tak meminta sang sopir untuk menungguku.
Ku langkahkan kaki memasuki loby hotel, aku mengirim pesan pada Gesya bahwa aku sudah menunggunya di tempat kami janjian.
Hampir menunggu selama tiga puluh menit, ku lihat sosok Gesya dengan rambut basahnya dan mengenakan pakaian rumah berjalan setengah berlari menghampiriku.
"Mas!" Sapanya, dan langsung di susul duduk bersebrangan denganku.
"Kebetulan aku juga ingin bilang padamu, Gey!" Ucapku sesaat setelah dia duduk.
"Bilang apa mas?"
"Silakan kamu dulu, kamu mau bicara soal Arimbi, bukan?"
"Iya, mas"
"Apa?" Tanyaku menatap dengan penuh penasaran kilat matanya.
"Mas tahu ini siapa?" Gesya memperlihatkan layar ponsel yang menampilkan tiga sosok yang sangat familiar bagiku.
Lala, Arimbi, dan dokter Saka. Dalam foto itu, mereka tengah tersenyum lebar di sebuah restauran cepat saji di area dekat supermarket.
Entah apa yang ku rasakan saat melihat foto itu, yang jelas, mendadak ada amarah yang singgah dalam benakku.
"Aku nggak tahu apa hubungan Arimbi dengan pria itu" Ujar Gesya memecah fokusku. "Ku pikir pertama aku melihat mereka, mereka hanya teman biasa, tapi setelah beberapa kali memergokinya, aku jadi curiga kalau Arimbi dan pria itu memang ada main, mas. Dan terakhir, karena aku baru sempat kepikiran ingin kasih tahu mas, jadi aku ambil gambar mereka"
"Selama mas pergi, aku beberapa kali lihat mereka berdua jalan bareng" Tambahnya seakan tanpa cela.
Sementara aku menelan ludah dengan susah payah, ada amarah tertahan yang ingin ku lampiaskan, tapi bagaimana aku melakukannya, karena saat ini aku sedang berada di tempat umum.
Secara reflek, salah satu tanganku yang berada di bawah meja mengepal kuat, rahangkupun mengeras menahan geram.
Beberapa kali? Aku membatin dengan sekelumit pertanyaan.
Baru saja ingin percaya lagi pada wanita, aku malah mendengar pengaduan dari seseorang menganaimu, Bi.
Keterlaluan kamu, aku bekerja, kamu malah bersenang-senang.
"Aku kenal dengan pria itu" Kataku setelah sempat hening beberapa saat. "Dia temannya, namanya dokter Saka"
"Oh dia dokter" sahut Gesya agak terkejut. "Syukurlah hanya teman, itu artinya kecurigaanku salah"
"Ah iya, Gey! Tolong jangan lagi kamu mengatakan sesuatu yang membuat bundnya Lala merasa terpojok, dia sangat sensitive, hatinya mudah menangis"
"What? Bukannya mas Bima nggak peduli dengannya?"
"Aku memang tidak peduli, dan itu dulu. Tapi bukan berarti kamu bisa semena-mena terhadapnya, biar bagaimanapun, dia sudah sangat berjasa merawat anak dari kakakmu tanpa mau menerima imbalan apapun, bahkan perasaanku sekalipun. Berbeda denganmu, kamu sayang sama Lala, tapi ada sesuatu di balik sayangnya kamu ke keponakanmu, kamu mengharapkan sesuatu dariku"
Mendengar ucapanku, Gesya seakan terhenyak, wajahnya memerah seperti menahan gugup namun hanya persekian detik. Dia pasti tahu apa maksud dari perkataanku tadi.
"Permisi, Gey! Aku harus ke sekolah Lala"
"Kita bareng aja mas, aku juga pengin ketemu Lala"
"Tidak perlu, aku janjian sama bundanya Lala di sana, Aku nggak mau membuat dia salah paham"
Usai mengatakan itu, aku bangkit dari dudukku kemudian melangkah meninggalkan Gesya yang terpaku di tempatnya.
Merasa kesal dengan Arimbi, aku sengaja tak menelfonnya, biar saja dia yang menelfonku lebih dulu.
Aku marah padanya karena sudah tak mengindahi pesanku sebelum aku pergi melaksanakan tugas negara. Jelas-jelas dia mengiyakan untuk tidak menemui pria manapun kecuali adiknya sendiri, tapi seolah dengan sengaja dia melanggar perintahku.
Arimbi, kamu mengecewakanku, dan kamu harus menjelaskannya padaku nanti malam.
Bersambung.
Jgn begini...kasian Lala...dia kan gak suka sm Hana trs dipaksa pergi ikut Hana
Ngomong Bi...ngomong....aihhh gemes sm kamu
Benar kt Bima...jgn simpan sendiri..ngomong sendiri ..beralibi sendiri
Pdhal td kesempatan bwt bicara
Ungkapkan
To the point biar bs ambil langkah selanjutnya
jujur pgn jg ada kisah ttg kalangan menengah ke bawah. Misal guru SD, dokter yg bertugas di desa terpencil dg kehidupan yg sederhana...ato apalah...😁