"Biarkan sejenak aku bersandar padamu dalam hujan badai dan mati lampu ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam hatiku, aku hanya ingin memelukmu ..."
Kata-kata itu masih terngiang dalam ingatan. Bagaimana bisa, seorang Tuan Muda Arogan dan sombong memberikan hatinya untuk seorang pelayan rendah seperti dirinya? Namun takdirnya adalah melahirkan pewarisnya, meskipun cintanya penuh rintangan dan cobaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susi Ana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17.Cahaya Dan Bayangan
Angin malam berhembus lembut melalui jendela-jendela yang terbuka. Membawa aroma wewangian bunga mekar di malam hari. Menyapa lembut wajah Bahama yang hendak memejamkan mata. Badannya yang lelah dengan luka-luka memar yang terasa nyeri, membuatnya berbaring tidak nyaman. Dia berusaha membaringkan badannya pada posisi yang ternyaman. Agar rasa nyeri pada tubuhnya berkurang.
Ketika hendak menutup mata, karena rasa kantuk yang teramat sangat. Mendadak ada seseorang yang membuka pintu dan mendekatinya. Dengan hardikan agak keras namun bernada pelan, orang itu menarik tangan Bahama agar mau turun dari tempat tidur panjang tersebut.
"Turunlah!! Cepat!!"
"Bi Bibi Chan?!" Pekiknya tertahan ketika tahu, siapa yang menghardiknya.
Dengan cepat, Bahama turun dari tempat tidur panjang yang keras itu. Karena lengannya diseret oleh Bibi Chan dengan paksa. Keduanya pun keluar dari barak para bawahan. Bahama bagai kerbau yang dicocol hidungnya. Rasa kantuk yang teramat sangat, membuatnya menguap berulang kali. Dan membiarkan lengannya digelandang oleh Bibi Chan. Dia pasrah, mau diajak kemana pun. Sesampainya di sebuah kamar luas dengan lampu terang menyala, langkah Bibi Chan terhenti.
"Istirahat lah di sini! Jangan bandel!! Tubuhmu masih terluka, nggak bagus jika tidur di tempat yang nggak nyaman!!"
Ocehan Bibi Chan yang terdengar geram, ditanggapi dengan lunak olehnya. Karena rasa kantuk, membuat nya ingin segera tidur dan memejamkan mata. Bahama langsung membaringkan badannya tanpa ba-bi-bu lagi. Dalam lima menit, dia pun pulas. Rasa sakit di badannya sudah nggak dia rasakan. Karena dia tidur di tempat tidur yang empuk dan nyaman. Bibi Chan pun tersenyum dan menyelimutinya.
"Tiger Ba, seandainya tragedi itu tidak terjadi....mungkin usia putraku seusia dirimu. Aku melihat dirinya dalam dirimu. Oh Tuhanku....semoga aku tidak gila."
Rintih Bibi Chan begitu membuka pintu kamar perlahan. Sebelum pergi, dia melihat sejenak Bahama yang tertidur pulas. Tak terasa, air mata kembali membasahi kedua pipinya. Dia pun bergegas meninggalkan tempat itu sambil membasuh pipinya.
"Belum tidur Bi?"
Tiba-tiba ada suara yang menyapanya. Bibi Chan pun menoleh ke asal suara. Dan menghentikan langkahnya. Dengan tatapan tegas dan tidak bersahabat, Bibi Chan menjawab pertanyaan orang tersebut.
"Kau juga! Apakah kau memata-mataiku, Han?!"
Ucapan Bibi Chan terdengar ketus. Ternyata, yang bertanya di pagi buta kala semua orang sudah tertidur pulas dan asyik terbawa mimpi adalah bawahan nomer satu Tuan Vengsier Eiger, Handrille Versiger. Mendapati jawaban ketus penuh curiga dari Bibi Chan, Handrille menanggapi dengan santai.
"Bukan seperti itu, Bi. Aku hanya kebetulan lewat dan bertemu denganmu."
Jawaban santai dari Handrille tidak membuat Bibi Chan terkecoh. Dia berjalan dengan sikap dongkol menghindari Handrille bertanya lebih banyak lagi. Pria sangar dengan tampang beringas itu pun tersenyum simpul melihat kedongkolan Bibi Chan.
"Sudah hampir pagi, aku ngantuk! Bye!!"
Pamit Bibi Chan dengan nada sewot, dia nggak berharap Handrille membalas ucapannya. Dan hal itu memang benar. Handrille menghentikan langkahnya dan tidak lagi mengikuti Bibi Chan yang menuju ke lorong kamar pribadinya. Dari airphone yang dipasang di telinga kirinya, terdengar suara Tuan Vengsier Eiger.
"Bagaimana Han?"
"Aman Bos!"
"Baiklah, pergilah istirahat!"
"Siap, Bos!!"
Setelah menjawab singkat, Handrille pun melanjutkan langkahnya menuju barak khususnya. Di mana, ada monitor canggih pada jaman itu. Dia bisa melihat dan mengawasi keadaan benteng dari barak tersebut.
Handrille melepas semua senjata yang menempel pada tubuhnya. Kemudian meletakkan nya di tempat yang aman. Badan kekarnya bagai baja yang kuat. Seperti bukan manusia, melainkan manusia yang terbuat dari besi. Tempat tidur yang dipakai berbaring pun sampai nggak bisa menahan berat tubuhnya.
"Bahama Putra.....Lou Meyer Antaga. Dua pemuda ini seperti dua sisi uang koin. Meskipun berbeda, tetap bisa disatukan. Menarik!! Bos, menemukan pemuda yang menarik.....Antaga? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu....di mana ya...."
Handrille Versiger terlihat berpikir sangat keras. Mengingat sesuatu yang membuat nya tidak bisa menemukan jawabannya. Hal yang sama terjadi, Handrille tanpa sadar menggaruk-garuk kepalanya karena bingung. Sementara jam menara kembali berdentang dua kali.
"Sudahlah, pikiranku buntu!! Aku nggak bisa mengingatnya lagi! Hah!! Lebih baik tidur sejenak!!"
Akhirnya pria kokoh dengan tampang beringas itu pun memejamkan mata. Karena kantuk yang mendera, dalam hitungan menit pun langsung tidur pulas. Bahama yang tidur nyenyak tanpa merasakan sakit dan nyeri pada badannya, disambut oleh alam mimpi. Kenangan tentang Lou, hadir dalam mimpinya pada hari itu.
"Bahama, bangunlah!! Kenapa kau enak-enak kan tidur di sini?"
Terdengar panggilan Lou yang berusaha membangunkannya. Tangan dingin Lou terasa di lengannya. Bahama yang tidur pulas, berusaha membuka mata dan melihat sahabatnya itu berdiri di sisi ranjangnya. Dan Bahama teriak kaget.
"Haaah?? Lou?? A apakah ini benar-benar kau?? Kau masih hidup Lou?!"
Bahama pun langsung berdiri, dan hampir terjengkang dari ranjang. Dia berusaha memeluk sahabatnya. Tapi, aneh!! Tangannya nggak bisa menyentuh badan Lou.
"Ingat-ingat lah, Bahama. Aku jadi begini karena dirimu. Aku nggak akan membiarkan hidupmu tenang!!"
Tubuh Lou menjauh dari jangkauan tangan Bahama. Namun tangan Bahama berusaha meraihnya. Bahama nggak ingin Lou pergi meninggalkan nya. Bahkan Bahama hendak berlari menjangkau dirinya.
"Ja jangan pergi Lou!! Kau boleh memarahiku!! Kau boleh memukuliku!! Tetaplah bersamaku, Lo!! Aku membutuhkan dirimu!!"
Teriak Bahama, mencegah keras kepergian Lou. Lou menoleh ke arahnya. Dengan tatapan sedih dan dingin, Lou pun bicara lirih. Hampir saja Bahama tidak mendengarnya.
"Kau yang sudah membuat ku begini. Bagaimana mungkin aku bisa bersamamu? Hadapi sendiri, hidupmu yang seperti di neraka!!"
Lou pun menjauh, tanpa mau menoleh lagi. Bahama ingin mengejarnya. Namun kakinya terasa berat, seperti ada dua batu besar yang mengganjal di kedua kakinya. Yang bisa dia lakukan, menggapai-gapai tangannya dan berteriak mencegahnya.
"Lou!! Jangan pergi!! Tunggu Lou!! Tunggu aku!!"
Mimpi itu sampai terbawa ke alam sadarnya. Tangan dan kakinya menggapai-gapai sampai badannya terpental dari ranjang. Dan braaak....saat itulah, Bahama sadar dan bangun dari mimpinya.
"Oh Tuhanku.....ternyata hanya mimpi. Lou, bagaimana keadaan mu? Apakah kau masih hidup? Ataukah.....su dah ma ti?"
Bahama duduk terkulai dan bersandar di sisi ranjangnya. Tangannya mendadak mengepal. Tanpa disadari, api amarah itu membakar tubuhnya. Tubuhnya terasa panas. Mata sedihnya berubah merah membara.
"Tunggu aku, Lou!! Aku berjanji, akan balas dendam untukmu!! Siapa pun yang membuat kita sengsara, akan kubunuh dengan tanganku sendiri!!"
Bahama mendongakkan kepalanya ke atas. Dia melihat langit-langit kamar itu. Sangat indah, dengan hiasan langit biru dan awan putih. Lalu lukisan para malaikat ada di sana. Bahama pun tersentuh oleh lukisan itu. Dunia putih yang bercahaya. Dunia para malaikat, lalu....dia pun sadar. Tangannya sudah berlumuran darah. Dunia putih itu sudah nggak cocok untuknya. Yang cocok untuknya saat ini adalah dunia hitam, dengan sayap iblis di punggungnya.