" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 06
" Apa Nak Lean ada sesuatu yang bisa digunakan untuk mas kawin?"
Pukul 12.00 malam, Lean berhasil membawa seorang pria paruh baya yang ternyata memang seorang penghulu. Pak Abdullah nama pria itu, dan Reswoyo tampak bahagia. Namun Desi dan Akbar bingung. Bagaimana tidak, tiba-tiba ada pria asing dan bapak tua yang datang sambil bertanya tentang mas kawin.
Desi bukan orang yang bodoh, dia cukup tahu apa artinya mas kawin. Tapi dia tidak paham dengan situasi saat ini di sini.
" Mas, ini ada apa?"
" Des, Pak Dosen ini akan jadi suami Jea. Dia nanti di Jakarta biar ada yang jaga. Kalau bukan sekarang, Bapak nggak tahu apa masih bisa lihat Jea menikah."
" Tapi?"
Sungguh suasana membingungkan ini tidak bisa Desi cerna dengan baik, dia juga bingung dengan ucapan suaminya yang seolah-olah akan pergi selamanya. Desi akhirnya pasrah. Saksi dan wali serta mahar sudah ada. Lean mengeluarkan uang dari dompetnya yang berjumlah satu juta rupiah. Dia meletakkannya dia atas meja.
Pak Abdullah menawarkan kepada Reswoyo apakah dia akan menjabat tangan Lean secara pribadi atau diwakilkan padanya, dan jawaban Reswoyo dia ingin melakukannya sendiri.
" Nak Lean, silakan mendekat dan jabat tangan Pak Reswoyo. Bapak silakan baca ini ya." pak Abdullah memberi secarik kertas. Reswoyo paham untuk apa kertas itu nantinya.
" Bismillahirrahmanirrahim, Ananda Leandra Ranza Dwilaga saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandungku Jeanica Anisffa Reswoyo dengan mas kawin uang sebesar satu juta rupiah, tunai."
" Saya terima nikah dan kawinnya Jeanica Anisffa Reswoyo binti Reswoyo dengan mas kawin tersebut, Tunai,"
SAH!
Kata tersebut menjadi penanda bahwa saat ini Lean dan Jea telah resmi menjadi suami istri. Sebuah doa panjatkan oleh Abdullah, dan nasehat pernikahan pun diberikan meski hanya sesaat.
Reswoyo berterimakasih kepada Pak Abdullah, dan pria paruh baya itu langsung pergi setelah melakukan tugasnya. Sedangkan Reswoyo dia meminta Lean untuk mendekat ke arahnya. Reswoyo meminta Lean untuk sedikit membungkuk karena dia ingin membisikkan sesuatu.
" Jaga putriku ya Pak Dosen," ucap Reswoyo mengakhiri percakapan yang sebenarnya hanya satu arah itu. Ya sepanjang Rewoyo bicara, Lean hanya mendengarkan saja.
" Baik Pak, saya akan menjaga Jeanica, Ibu dan juga Akbar. Saya akan menjaga mereka dengan baik, Bapak tidak perlu khawatir ya. Sekarang Bapak istirahat agar cepat sembuh. Saya permisi dulu keluar sebentar ya Pak."
Reswoyo menganggukkan kepalanya, ia tahu pasti ada yang akan Lean lakukan. Lean pun juga berpamitan kepada Desi yang sekarang menjadi ibu mertuanya. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat agar bisa segera keluar dari ruangan itu.
Lean bejalan terus menuju ke taman yang ada di rumah sakit tersebut. Ia menghempaskan tubuhnya di sebuah bangku panjang yang ada di sana. Lean mengangkat tangannya, tangan yang baru saja menjabat tangan seorang ayah yang memberikan putrinya.
" Gilaaa, aku nikah. Sekarang aku punya istri, sekarang aku adalah suami. Woaah, gimana bisa jadi begini? Oh Ya Allah, begitukah cara Mu dalam membuat garis takdir setiap makhluk?"
Ternyata Lean benar-benar baru sepenuhnya mengerti situasinya sekarang. Dia baru paham setelah selesai mengucapkan ijab Qabul.
" Apa yang harus kau katakan ke Mama sama Papa, woaaah bakalan di rujak nih aku. Kayaknya mending ngabarin sekarang kali ya?"
Lean mengeluarkan ponselnya dari saku jaket, dia berniat untuk memberitahu keluarganya soal pernikahan yang telah terjadi. Tapi ketika telah menekan nomor Andra, tangan Lean digenggam oleh Jea. Gadis itu dengan tatapan yang tajam menggelengkan kepalanya.
Tentu saja Lean paham apa artinya. Dia yakin Jea mendengarkan dirinya yang tadi sedang bicara sendiri dan berniat memberitahu kedua orangtuanya soal pernikahan, tapi Jea tidak menginginkan itu.
" Hallo Lean?"
"Pa, kayaknya aku harus stay di sini beberapa hari, pihak kampus yang ngundang aku minta buat study banding dan minta akun ngisi kuliah umum. Soalnya katanya kalau aku udah balik susah lagi buat minta jadwalku. Lalu tolong bilangin ke Pama Radi ya Pa, soal kelasku biar diambil alih Paman Radi atau Kak Yasa."
" Owalah Papa kirain ada apa, ya besok Papa bilangin ke Paman sama Yasa."
Setelah bicara beberapa kata lagi, Lean mengakhiri pembicaraannya melalui telepon dengan Andra. Ia kembali menyimpan ponselnya lalu melihat ke arah Jea yang menundukkan kepalanya. Seolah gadis itu tahu bahwa ia akan ditanyai.
" Kenapa saya tidak boleh bicara fakta yang sebenarnya Jeanica?"
Diam, tidak ada tanggapan dari Jea. Karena gadis itu sebenarnya juga bingung mengapa dia melarang Lean untuk memberitahu keluarganya. Tapi dalam sudut hati terdalamnya, Jea merasa takut berhadapan dengan keluarga Lean yang jelas bukan lah keluarga sederhana. Merupakan keluarga dari pemilik universitas tempatnya mencari ilmu dan juga rumah sakit terkemuka di seantero negri membuat Jea merasa kecil. Terlebih pernikahan ini menurutnya adalah pernikahan yang salah. Ia yakin Lean melakukan itu hanya sekedar menyanggupi ucapan ayahnya dan atas rasa bersalah.
" Jawab saya Jeanica, saat ini yang ada di depan kamu bukan lah saya yang merupakan dosenmu, tapi seorang suami. Kamu tidak lupa kalau kita tadi sudah melakukan ijab Qabul kan? Saya bukan sedang memintamu untuk menjawab pertanyaan tentang materi layaknya di depan kelas."
" Pak, pernikahan ini saya yakin Bapak juga tidak menginginkannya. Jadi kalau Bapak bertemu wanita yang Bapak sukai, maka mari berpisah. Saya tidak ingin mengikat Bapak dalam pernikahan atas dasar permintaan ayah saya ini."
Huuuft
Lean membuang nafasnya kasar. Dia tahu betul apa yang diucapkan Jea. Tentu saja Jea tidak serta merta menerima pernikahan paksaan tersebut, tapi Lean punya sebuah prinsip. Prinsip turun temurun dari keluarganya yang tidak akan pernah ia nodai.
" Jeanica dengarkan saya, saya Leandra Ranza Dwilaga tidak pernah berniat untuk menikah dua kali. Dalam keluarga saya memiliki prinsip satu kali menikah dengan satu istri. Jadi kamu yang sudah sah secara agama menjadi istri saya akan selamanya menjadi istri saya. Kecuali kamu memang punya pacar sebelum menikah dengan saya, jadi apakah kamu punya pacar?"
Jea reflek menggelengkan kepalanya. Dia tidak bisa berbohong soal kekasih karena memang dia tidak memilikinya.
" Nah, urusan selesai. Kamu tidak punya pacar. Aku juga tidak ada, jadi kita adalah dua orang lajang, dan kini menikah. Jadi Jeanica, siapkan diri kamu mulai sekarang menjadi istriku. Soal kesiapan mu untuk memberitahu keluarga, aku akan menunggu. Aku berjanji untuk tidak memberitahu keluargaku dalam waktu dekat ini sampai kamu siap. Sekarang ayo kembali ke dalam. Bapak dan ibu pasti mencari kita."
Jea tidak mampu berkata-kata. Mulutnya seolah dibungkam dengan semua kata-kata yang keluar dari mulut Lean. Bagaimanapun juga pria yang sekarang sudah berjalan lebih dulu di depannya itu adalah dosen yang memiliki kredibilitas yang baik. Dosen jenius, dan dosen yang begitu banyak dipuja karena kecerdasannya. Jelas saja setiap kata yang diucapkan tidak bisa dibantah atau disanggah oleh Jea yang notabene baru mahasiswa semester 5. Bukankah ilmu keduanya sangat jauh berbanding?
" Istri? Haaah, apa ya aku bisa jadi istri dari pria sesempurna itu. Ini beneran gila, bagaimana kalau orang-orang tahu hubungan kami? Aku kayaknya bakalan di tandai seantero kampus. Bukan-bukan, bahkan seluruh wanita yang nge-fans sama dia. Haah Jea, gimana kamu bakalan ngadepin kehidupanmu kedepannya menjadi istri Pak Dosen Lean yang sempurna itu? Entahlah, mumet aku."
TBC