Yuda Laksana adalah seorang anak yang ditemukan oleh Eyang Braja Sedeng didalam sebuah hutan yang angker.
kedua orang tuanya mati terbunuh oleh sekumpulan perampok yang menyerang desa mereka.
Dengan gemblengan ilmu silat dan pukulan sakti menjadikan Yuda Laksana tumbuh menjadi pemuda yang sakti mandraguna dan diwariskan senjata maha dahsyat pedang Naga Bumi dan diberikan nama baru Yuda Edan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Dick, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prakoso
Tiga pekan berlalu sejak kepergian Bayu untuk mengabdi pada kerajaan Teluk Merawang.
Kehidupan dipadepokan Eyang Jimbaran berlangsung seperti biasa.
Murid-murid tingkat rendah sedang berlatih pukulan dan tendangan dipimpin oleh murid tingkat atas.
Eyang Jimbaran sering memperhatikan Mayang murid kelas atas setelah berlatih dan mengurusi dapur padepokan, lebih sering termenung sendiri di air terjun belakang padepokan, terkadang dia melihat kesedihan masih menghiasi wajahnya yang cantik dan eyang membiarkan dia hanyut dalam kesendiriannya agar bisa membiasakan diri dengan keadaannya.
Suatu ketika Eyang Jimbaran meminta Mayang untuk menghadapnya didalam padepokan tempat tinggal sang guru.
Sang guru berkata,"muridku Mayang, kau boleh turun gunung untuk membeli segala kebutuhan yang kita butuhkan untuk dua minggu kedepan, bawalah serta beberapa adik seperguruanmu untuk membantumu mengangkat barang-barang yang kau beli"perintah eyang Jimbaran.
"Baik guru, Mayang akan segera turun gunung untuk membeli segala kebutuhan kita"ucap mayang.
"Berangkatlah pagi ini supaya kalian tidak terhalang malam saat kembali ke padepokan nanti"ucap sang guru.
"Mayang berangkat sekarang guru, nanti Mayang akan ajak beberapa adik untuk menemani Mayang"ujar Mayangsari.
"Pergilah anakku dan hati-hatilah dijalan..."pesan sang guru.
*****
Tempat yang dituju Mayang adalah perkampungan yang terdekat dengan padepokan tetapi jalan yang dilalui harus melewati hutan rimba kalau ingin cepat sampai tiba diperkampungan tersebut. Sebagai seorang pendekar tidak ada perasaan gentar saat melewati hutan tersebut.
Perampok-perampok didalam hutan tersebut biasanya enggan untuk mencari urusan dengan padepokan Eyang Jimbaran.
Pernah satu dua kali saat dia turun gunung dengan Bayu menuju perkampungan tersebut dihadang untuk dirampok tapi mereka berdua mampu membuat semua perampok lari kocar-kacir menyelamatkan dirinya.
Kini saat dia melewati jalan yang sama kenangan dengan sang kekasih terbesit kembali yang membuat rindu dihati mayang untuk bertemu sang kekasih.
Setelah sampai di perkampungan hari sudah siang matahari tepat berada diatas kepala. Mayang dan rombongan lalu segera membeli barang-barang yang mereka butuhkan untuk keperluan padepokan.
Setelah semua barang sudah siap dan tidak ada lagi yang ingin dibeli dan mereka akan pulang ke padepokan, langit tiba-tiba menjadi gelap dan tampaknya hujan akan segera turun.
Rombongan berkata kepada Mayang, "kak Mayang sepertinya kita harus menunda sedikit kepulangan kita ke padepokan cuaca tiba-tiba tidak bersahabat, lebih baik kita segera berteduh, disana ada kedai makan yang cukup besar, bagaimana kak Mayang?"ucap salah seorang dari mereka. Setelah Mayang mempertimbangkan segala sesuatunya, berkatalah Mayang, "kalau kita paksakan perjalanan kita untuk pulang ke padepokan saat ini kita pasti akan kehujanan dijalan, mari kita berteduh di kedai makan, kalian semua juga pasti lapar karena hanya singkong dan kopi yang kalian makan tadi pagi sebelum kita berangkat, bukan?"ucap mayang yang membuat mereka mengangguk membenarkan perkataan kakak seperguruannya itu.
Mereka senang dengan keputusan yang diambil kakak seperguruan mereka lalu mereka dengan semangat menuju kedai tersebut.
Pengunjung kedai tersebut cukup ramai tapi ada satu meja kosong yang tersisa di pojokan kedai.
Setelah mereka memesan makanan lalu menyantapnya dengan lahap tidak terkecuali dengan Mayang, perutnya perih karena dari semalam perutnya tidak diisi makanan.
Hujan reda saat hari sudah mulai malam, berkatalah rombongan tersebut kepada Mayang,"kak Mayang hujan sudah reda tapi hari sudah mulai gelap, apakah kita tetap akan melanjutkan perjalanan pulang ke padepokan?"tanya mereka.
Mayang berkata, "kita tetap akan melanjutkan perjalanan pulang ke padepokan, guru pasti akan sangat khawatir dengan keadaan kita karena sampai saat ini belum sampai ke padepokan"ucap mayang.
"Baiklah kalau begitu kak, kami akan mempersiapkan obor penerangan supaya kita tidak terhalang dijalan terutama saat kita nanti akan melewati hutan"ucap mereka serempak.
Saat mereka sudah memasuki pertengahan hutan, mereka mendengar ada erangan seseorang yang meminta pertolongan.
"Kak Mayang, apakah mendengar suara tersebut?"tanya salah seorang dari rombongan yang turut serta.
"Iya Adi, kakak dengar semuanya perketat pengawasan, jangan ada yang lengah satupun dari kalian. Adi Karyo dan Adi Wiryo kalian cari sumber suara tersebut dan bawa kesini yang lainnya tetap disini bersama kakak menjaga barang-barang!"Perintah Mayang.
"Baiklah kak..."ucap kedua orang itu.
Kedua orang tersebut menghunuskan golok mereka lalu melesat mencari sumber suara tersebut.
Tidak berapa lama kemudian, kedua orang tersebut membawa seorang lelaki muda yang dipapah karena terlihat luka sabetan pada lengan dan dadanya.
Berkatalah Mayang, "siapa engkau kisanak? Kenapa engkau ada ditengah hutan dan terluka?"tanya Mayang.
"Aku seorang penduduk dari desa sebelah yang kemalaman dijalan akibat hujan deras yang mendera. Saat aku melewati tempat ini aku dihadang oleh tiga orang bertampang sangar dan memintaku menyerahkan harta benda yang aku bawa ternyata mereka sudah mengawasi aku sejak dari desa karena aku menjual harta bendaku yang terakhir. Aku mencoba mempertahankan harta bendaku tapi mereka menyabetku dengan golok sehingga terluka setelah itu mereka merampas semua barang berharga yang aku punya dan membiarkan aku tergeletak sendirian disana. Aku tidak punya apa-apa lagi dan tidak punya sanak famili. Bolehkah aku ikut kalian untuk belajar ilmu Kanuragan agar kelak aku bisa menjaga diriku sendiri dan tidak mudah dilecehkan seperti ini lagi?"tanya lelaki tersebut.
Mereka semua memandang kepada Mayang, seolah-olah ingin meminta persetujuan kakak seperguruan mereka.
Mayang menatap lelaki tersebut, badan tegap, kulit putih bersih, berhidung mancung dan berwajah tampan.
"Siapa namamu kisanak?"tanya Mayang. "Namaku Prakoso, aku sangat berharap engkau sudi membawaku ke padepokan kalian"melas Prakoso.
"Untuk permintaanmu itu aku tidak berwenang mengiyakan semua harus dari keputusan guru Jimbaran. Kalau memang itu sudah merupakan keputusan kisanak, engkau boleh ikut rombongan kami pulang"ucap mayang akhirnya memberikan keputusan. Lalu berlututlah Prakoso dan menyembah Mayang.
"Bangunlah kisanak tidak pantas engkau berlaku seperti itu"ucap mayang.
Berkatalah Prakoso,"terima kasih atas kebaikan nona kelak aku akan berusaha membalasnya"ucap Prakoso.
Mayang tersenyum.
Adik-adik seperguruannya sempat kaget melihat perubahan Mayang karena semenjak kakang Bayu meninggalkan mereka tidak pernah mereka melihat lagi senyum di wajah yang cantik jelita itu.
Berkatalah Mayang, "kisanak apakah engkau bisa berjalan?"tanya Mayang.
"Bisa nona sekalipun tertatih tapi aku bisa mengikuti kalian"ucap Prakoso.
"Baiklah kalau begitu"ujar Mayang.
"Adi Karyo bantu Prakoso berjalan!"perintah Mayang.
*****
Rombongan Mayang tiba dipadepokan saat hari sudah jauh malam mendekati pagi hari. Sang Eyang Jimbaran berdiri didepan padepokan dengan hati yang gelisah dan was-was.
Saat Eyang Jimbaran melihat mereka memasuki padepokan, hembusan nafas lega terdengar dari mulutnya tetapi matanya yang jeli melihat ada orang asing yang ikut dalam rombongan tersebut dan dalam keadaan terluka pula.
Eyang Jimbaran melesat menghampiri mereka.
Lalu satu persatu mencium tangan Eyang Jimbaran dan memberikan penghormatan. Prakoso hanya terdiam dan memberikan penghormatan kepada sang guru lalu jatuh berlutut dihadapan sang guru.
"Eyang terimalah aku sebagai muridmu, aku berjanji akan belajar sungguh-sungguh dan tidak akan mengecewakan eyang"ucap Prakoso.
Bersambung...