kita memang tak tau siapa yang tuhan takdir kan untuk kita,namun kita bisa melabuhkan hati kita pada siapa. namun bagaimana jadinya jika ternyata hati dan takdir tak sejalan. Begitulah yang di rasakan oleh Aidan Arsyad Rafardhan,dia mencintai seorang wanita dan berniat akan melamar nya,namun bagaimana jadinya malah dia menikah dengan adik dari sang pujaan hati?
"menikahi orang yang di cintai memang impian,tapi mencintai orang yang di nikahi adalah kewajiban."
Aidan Arsyad Rafardhan
yukkk simak cerita lengkapnya di sini 👇
tinggalkan like,komen dan follow setelah membaca yah ☺️😆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon h.alwiah putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2. anak gak tau di untung
"Astaghfirullah pake acara mogok segala lagi."lirih Shafa.
Dalam perjalanan pulang tiba tiba mobilnya mogok,Shafa kemudian menghubungi salah satu kontak yang ada di ponselnya.
Setelah menghubungi seseorang Shafa pun masuk ke dalam mobil, menunggu orang yang tadi dia hubungi.
Tok tok tok
Pintu mobil pun di ketuk oleh seseorang,Shafa kemudian keluar dari dalam mobilnya.
"Ayo pulang sama saya, nanti mobil kamu di anter sama orang suruhan saya."ucap seorang laki laki,Shafa pun mengangguk lalu mengambil tas di dalam mobil dan menyerahkan kunci mobilnya pada orang suruhan laki laki itu.
"Maaf yah aku jadi ngerepotin kamu lagi."ucap Shafa saat masuk ke dalam mobil.
"Santai aja."
Shafa pun di antarkan oleh laki laki itu sampai rumah.
"Kamu mau mampir dulu gak?"tanya Shafa di balas gelengan kepala oleh laki laki itu.
"Ya udah hati hati yah di jalan nya,sekali lagi makasih."
"Iya sama sama,saya duluan masih ada kerjaan di kantor."setelah mengucapkan salam laki laki itu pun kembali menjalankan mobilnya.
"Mana mobil kamu?"tanya sang ibu yang bernama Hana.
"Mas Aidan, mah."
Ya,laki laki yang mengantarkan Shafa adalah Aidan. Saat dalam keadaan genting atau butuh bantuan,bukan ayah nya maupun saudara yang lain yang Shafa hubungi melainkan Aidan.
Dia adalah sahabat Shafa,tak hanya karena Aidan selalu ada saat Shafa membutuhkan. Namun laki laki itu juga selalu mau mau saja Shafa repotkan, walaupun dalam keadaan sibuk Aidan akan selalu ada untuk Shafa saat Shafa membutuhkan nya.
***
Malam hari telah tiba, keluarga pak Latif sedang melakukan makan malam.
"Adek belum pulang mah?"tanya Shafa saat melihat kursi di sampingnya,yang biasa di gunakan oleh sang adik masih kosong.
"Belum,mama udah telpon dari tadi tapi gak di angkat."ucap mama Hana.
"Biar Shafa cari yah mah."Shafa akan bangkit dari duduknya namun di tahan oleh sang ayah.
"Biarkan saja,mau dia pulang atau tidak terserah dia. Memang anaknya susah di atur. Duduk dan makan lah, jika dia masih mau hidup nanti juga pulang sendiri."ucap pak Latif,selaku ayah dari Maureen dan juga Shafa.
Shafa pun tak bisa membantah ucapan ayah nya, walaupun dalam hatinya dia merasa khawatir dengan keadaan sang adik.
Biasanya paling telat Maureen akan pulang jam delapan malam,namun sekarang sudah jam delapan lebih lima belas menit Maureen belum pulang juga.
Terkadang Shafa merasa aneh dengan Maureen yang selalu berangkat pagi pagi sekali,dan pulang malam hari atau sore jam lima.
Padahal yang dia tau jadwal kuliah adiknya tak padat,dan juga tugas pun tak terlalu banyak. Namun selalu saja Maureen beralasan ada tugas kuliah,main dengan teman lah.
Pernah sekali Maureen pulang jam 12 malam,tepat satu tahun yang lalu saat Maureen merayakan kelulusan nya,dan pulang di antar oleh temannya dengan keadaan teler/mabuk.
Tentu saja saat itu pak Latif marah pada Maureen bahkan akan mengusir Maureen namun dapat di cegah oleh Shafa,yang membujuk pak Latif agar tak mengusir Maureen.
Akhirnya pak Latif pun luluh dan hanya memberikan hukuman yang dimana Maureen dikurung selama satu Minggu.
Shafa pun takut jika kejadian satu tahun lalu itu kembali terjadi, sehingga jika sang adik belum pulang jam delapan Shafa pasti akan menelpon dan juga mencari adiknya.
Sampai pukul sepuluh malam Maureen belum juga pulang,pak Latif,mama Hana dan juga Shafa pun belum tidur.
"Yah aku cari Maureen yah,aku khawatir dia kenapa napa."ucap Shafa,dia sudah sangat khawatir dengan keadaan adiknya.
Di telpon beberapa kali pun nomor Maureen tak di angkat,Shafa juga menelpon teman Maureen. Namun tak ada satupun dari mereka yang tau dimana keberadaan Maureen.
"Biarkan saja,lebih baik kakak tidur."ujar pak Latif.
"Tapi yah-"
"Kaka jangan bantah ucapan ayah."tegas pak Latif.
Tring
Ponsel pak Latif berbunyi,pak Latif pun mengecek siapa yang memberikan nya pesan.
Saat membaca pesan itu,wajah pak Latif berubah menjadi merah. Urat uratnya menegang, menandakan bahwa saat ini pak Latif sedang emosi.
"Ada apa yah?"tanya mama Hana yang menyadari perubahan pak Latif.
"Anak itu."geram pak Latif.
Mama Hana dan Shafa pun tak mengerti apa yang membuat pak Latif marah,siapa sebenarnya yang di maksud pak Latif?
"Assalamualaikum."
Maureen masuk ke dalam rumah nya,lalu menghampiri ibu,ayah dan juga kakak nya. Dan mencium tangan mereka.
Namun saat akan mencium tangan ayahnya,pak Latif bukannya mengulurkan tangannya untuk di cium malah mengangkat tangannya dan menampar pipi Maureen.
Plak
Karena keadaan Maureen yang sedang lemah dan lelah,serta tak siap dengan tamparan dari pak Latif, membuat tubuh Maureen tersungkur ke lantai.
"DASAR ANAK TAK TAU DI UNTUNG."marah pak Latif.
"Astagfirullah yah, istighfar."mama Hana langsung menghampiri sang suami dan mengelus tangan pak Latif guna meredakan emosi nya.
"Apa maksud ayah?"tanya Maureen memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari ayah nya.
"Puas kamu hah, berangkat pagi pulang larut malam. Saya kira kamu kuliah nyatanya tidak,ini kali ketiga saya mendapati laporan jika kamu tak masuk kelas di kampus. Buat apa kamu berangkat pagi pagi jika tak masuk kuliah hah? Apa saja yang kamu lakukan berangkat pagi pagi buta pulang larut malam. Bagus seperti itu hah."
Semua yang berada di sana pun hanya bisa terdiam mendengar amukan dari pak Latif,tak ada satupun dari mereka yang berani berucap barang satu katapun.
"Gak ada untung saya menyekolah kan kamu,jika kamu saja tak mau belajar tak masuk kelas. Buat apa saya menyekolah kamu ,buang buang uang saja. Contoh tuh kakak kamu,bisa kuliah di luar negeri rajin belajar,entah menurun dari siapa kamu ini."
Maureen mengepalkan kedua tangannya,merasa tak terima dengan perkataan sang ayah.
"Siaoa juga yang menyuruh anda menyekolahkan saya,tidak ada kan. Lagi pula anda sendiri yang memasukan saya ke jurusan yang saya benci ini. Saya juga bisa kok kuliah di luar negri,jadi stop banding bandingkan saya dengan kak Shafa."balas Maureen.
"Berani kamu."geram pak Latif.
Plak
Pak Latif kembali melayangkan tamparan pada Maureen,kali ini lebih keras dari pada yang pertama tadi, hingga ujung bibir Maureen pun mengeluarkan darah.
"Berani kamu menjawab perkataan saya,bagus. Inikah didikan nenek kakek mu hah."
"Jangan bawa bawa mereka."marah Maureen,dia paling tak terima jika kesalahan nya di sangkut pautkan dengan didikan mendiang nenek kakeknya.
"Seharusnya di sini anda yang disalahkan atas sikap saya ini,sedari kecil saya tak sedikitpun mendapatkan didikan dan kasih sayang dari anda. Jadi jangan salahkan saya atas sikap saya ini, karena ini semua karena anda."saking marahnya Maureen sampai dia berani menunjuk ke arah pak Latif.
Pak Latif pun menepis tangan Maureen itu.
"Sudah bolos kuliah,berani melawan orang tua,pulang larut malam. Apa saja yang selama ini kamu lakukan hah, tak cukup kamu membuat saya pusing setiap hari dengan tingkah kamu ini. Apa kata orang nanti saat tau anak gadis keluarga ini pulang selalu larut malam,mau jadi jal*g kamu hah."
"Anak gak tau di untung,jika kamu mau nge-jal*g pergi dari rumah saya dan jangan pernah mengaku jadi anak saya,jangan kamu kotori nama keluarga saya dengan kelakuan bejad mu itu,dasar wanita mura*an."
Jlebb
Rasanya seperti di tusuk ribuan duri, mendengar perkataan pak Latif yang mengatakan nya dengan sebutan ja*ng dan wanita mur**an.
Tanpa mengucapkan apapun Maureen langsung pergi dari sana menuju kamarnya yang berada di lantai dua,dengan air mata yang mengucur deras dari kelopak matanya.
"Astaghfirullah, istighfar yah. Apa yang kamu ucapkan,tak baik berucap seperti itu pada putri mu sendiri."mama Hana tampak kaget saat mendengar ucapan sang suami.
Sedangkan Shafa,dia menyusul Maureen ke kamarnya. Takut sang adik melakukan hal yang tidak tidak karena sakit hati dengan ucapan ayah nya.
ada ruang,