NovelToon NovelToon
Altar Darah!

Altar Darah!

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Tamat / Peradaban Antar Bintang / Tumbal / Permainan Kematian
Popularitas:352
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

Bawa pesan ini ke keluargamu!
Teruslah maju! Walau sudah engkau tidak temui senja esok hari. Ada harapan selama nafas masih berembus.

Bawa pesan ini lari ke keluargamu!
Siapa yang akan menunggu dalam hangatnya rumah? Berlindung dibawah atap dalam keceriaan. Keset selamat datang sudah dia buang jauh tanpa sisa. Hanya sebatang kara setelah kehilangan asa. Ada batu dijalanmu, jangan tersandung!

Bawa pesan ini ke keluargamu!
Kontrak mana yang sudah Si Lelaki Mata Sebelah ini buat? Tanpa sengaja menginjak nisan takdirnya sendiri. Tuan sedang bergairah untuk mengejar. Langkah kaki Tuan lebih cepat dari yang lelaki kira. Awas engkau sudah terjatuh, lelaki!

Jangan lelah kakimu berlari!
Jika lelah jangan berhenti, tempat yang lelaki tuju adalah persinggahan terakhir. Tuan dengan tudung merah mengejar kilat.

Tuan telah mempersembahkan kembang merah untuk Si Lelaki Mata Sebelah.

Sulur, rindang pohon liar, sayupnya bacaan doa, lumut sejati, juga angin dingin menjadi saksi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Jeda

..."Perjalanan yang alirannya tidak sempurna, terjal, atau sedikit licin. Kadang suksesnya mengalahkan pemikiran sendiri atau ekspektasi. Tetapi, kami hanya akan menunggu di sini sembari melihat kalian sibuk memecahkan ulah kami."-Altar......

Indah langit memerah di ujung Barat. Menyaksikan ketiga anak manusia sedang bermain ombak. Sesekali menendang karang tanpa sengaja. Sedikit sakit ketika angin membawa pasir masuk ke dalam mata. Bergelung ringan ombak dengan buih putih sudah lama tidak mereka sapa. Ada yang selalu mengacaukan mata mengenai manusia berkasih, begitulah adanya.

"Sayangnya, kita sendirian," keluh Julian kepada sepasang kekasih.

"Aku akan menemanimu," suara Tuan Zion memecah kegalauan yang datang.

Clause memperlihatkan senyum jahilnya. Bergelantung manja pada dada Tuan Zion. Manik itu melihat kengerian sahabatnya. "Ada apa dengan dirimu?"

"Katanya kamu akan menemanimu. Aku ingin seperti itu." Tunjuk Clause dengan entengnya. Melihat kedua pasangan itu berciuman di depan matanya.

Julian merinding sampai ke ubun-ubun. "Berasa pengen pipis," ujarnya bergidik ngeri.

Mengalahkan kekhawatiran dipagi hari sampai sekarang banyaknya tugas menumpuk di bahu. Kini, legakan diri kalian sebentar. Berkacamata hitam berjalan pelan menyapa dua orang yang menenggelamkan dirinya di air laut menuju bibir pantai. Banyaknya yang bermadu kasih tidak mereka hiraukan. Awan semakin tipis membuat beberapa pengunjung memilih pulang karena malam semakin gelap.

Tuan Zion merebahkan dirinya pada teduhan payung. "lelah juga menemani mereka bermain.

"Hm," dehemnya lelaki berkacamata hitam. Tuan Zion melambaikan tangannya ke arah dua manusia. Julian juga Clause menyapa, sedikit cemberut di wajah mereka.

"Apakah kita akan pulang?" tanya Clause lesu.

"Aku belum puas bermain."

Berdiri lelaki gagah dengan kemeja kasualnya. Setelah mendapatkan debat panjang dengan kedua orangtua Julian. Mengijinkan Julian pergi ke pantai dengan Bryan. Dan di sinilah dia dengan segala lagak bodohnya. Siapa juga yang akan memakai kemeja rapi ke pantai. Julian berjalan lesu juga dengan Clause yang menyeret kakinya.

"Ada apa?" tanya Tuan Zion melihat keduanya tidak puas.

"Masa pulang, sih?" Clause langsung protes.

"Kami kan baru satu jam main," tambah Julian lesu.

Berharap Tuan Zion tidak mengalami pusing dadakan. Bryan juga menggelengkan kepalanya. Bekerja seharian juga mengadakan rapat dadakan di hari libur.

"Kalian boleh menginap?" Bryan menawarkan. Menyadari jika keduanya masih lelah bekerja.

Julian melewati tubuh Bryan sembari membawa bajunya. "Kita pulang saja," lirihnya, sembari menunjukkan wajah melas dihadapan Tuan Zion.

"Kalian boleh menginap. Besok main lagi." Tuan Zion bersuara. Walau matanya memadang pantai yang sudah mulai gelap.

Julian dan Clause saling melirik puas. Bertepuk tangan kecil lalu akhirnya menuju rumah yang mungkin akan menjadi penginapan mereka.

"Dari mana mereka tahu ada penginapan disitu?" Bryan merasa heran.

"Aku akan menyewanya," Tuan Zion menyambung.

Bryan menunjukkan kunci kamar kepada Julian dan Clause. Sedangkan Tuan Zion masih berada diluar menelepon seseorang. "Hanya ada dua kamar tersisa. Siapa yang akan tidur dengan siapa?"

Julian menatap Clause lekat, begitu juga dengan Clause. "Kurasa aku akan tidur dengannya," jawab Julian lemas.

"Julian bersamaku saja," Bryan kemudian memberikan satu kunci kepada Clause.

"Lah mengapa malah menyerobot," protes Clause.

Julian tersenyum nakal sebelum menyeret baju juga tasnya menuju kamar lantai dua. Clause menunggu Tuan Zion lalu menyusul keduanya. "Kita sekamar?" tanya Tuan Zion begitu melihat kunci yang dibawa

"Iya," jawab Clause. Dengan sedikit menaikkan alisnya. "Darimana kamu tahu?"

"Aku mendengar," jawab Tuan Zion.

"Wow," puji Clause.

Mengisi perut keroncongan dengan masakan udang asam manis kesukaan Julian. Bumbu yang dibuat dengan cara dibakar utuh membuat cita rasa masakan khas pinggiran terekspos sempurna. Setelahnya, sedikit menaikkan gairah hidup dengan berbelanja baju juga aksesoris yang bisa dipakai. semua itu hanya mengangguk pasrah kedua manusia mengikuti anak buah yang bergembira.

Setenang dimana wajah Clause ketika tertidur. Lampu yang dimatikan juga tidak mengusik lelaki itu sama sekali. Merasakan ada sekelibat angin yang menerpa tubuh bagian bawahnya, Clause menggeliat dalam tidur. Dilihatnya Tuan Zion yang tertidur disampingnya sedikit lega perasaannya. Selimut yang menutupi kakinya sempurna dia buka sedikit. Jendela sudah ditutup juga tidak banyak fentilasi udara.

Clause mengabaikan perasaannya lalu terlelap kembali.

Tuan Zion membuka matanya. Mengintip wajah Clause terlelap tenang. Setelah memastikan, Tuan Zion beranjak menuruni kasur. Berjalan menyusuri lorong tempat penginapannya.

Terletak di pinggiran pantai, sedikit tanjakan untuk bisa sampai dalam tempat dibangun menggunakan kayu Glugu. Kuat dan kokoh. Di rancang secara sederhana untuk bisa memanjakan wisatawan.

Pantai yang selalu penuh dengan orang, kini sedikit sepi karena sedikitnya penginapan. Wisatawan lebih menyukai menginap di hotel jauh atau pulang ke rumah. Tuan Zion tidak terlalu bagus suasana hati. Sejak ditemukannya Kasus Mayat Kering pemikirannya tidak berada pada manusia.

Melainkan sesuatu,

Seperti hantu, dewa, iblis, atau jin.

Tuan Zion berhenti pada tepian laut. Sedikit udara segar merasuk ke hidungnya. Suara langkah kaki menyadarkan Tuan Zion segera.

“Bryan,” panggil Tuan Zion ketika melihat kaki.

“Apakah kebiasaanmu berjalan-jalan malam?”

Memalingkan wajah Tuan Zion dari suasana pantai. “Aku tidak terbiasa. Tetapi, sedari tadi suasananya tidak tenang. Clause juga bergerak terus menerus.”

“Mengenai itu.” Bryan mendekati Tuan Zion. Menyejajarkan dirinya. “Bolehkah aku bertanya mengenai hal menyangkut dengannya?”

Sedikit rasa kecurigaan mampir. “Memangnya kamu tertarik dengannya?”

“Bukan tertarik secara romansa. Aku hanya tertarik dengan pribadi dirinya.”

“Apa itu?”

“Bagian rambutnya, apakah dia memilikinya secara genetik?”

Tuan Zion tertawa kecil. “Ternyata banyak orang yang penasaran dengan rambutnya, ya.”

Menarik nafasnya siap bercerita. "Keluarga Zegar cukup unik, aku pernah bertemu dengan ayahandanya juga kakak laki-laki beberapa kali. Mereka memiliki seliwir yang sama. Hanya ibundanya yang tidak memiliki. Seakan garis keturunan ayahandanya yang memberikan keistimewaan itu. Ketika aku bertanya, Clause juga tidak mengerti menganai hal itu. Tapi, apa kamu tahu, keluarga Zegar adalah bangsawan terbesar di Kota Jariz. Keluarga paling dihormati disana berketurunan lebih dari 200 atau 300 tahun."

"Nenek moyang?" Bryan memastikan.

"Ya yang aku tahu. Keluarga Zegar juga memiliki perbukitan sendiri."

“Zegar, ah jadi dia dari keluarga Zegar. Keluarga Clause tidak pernah terekspos. Bagaimana wajah anak pertamanya juga ayahandanya mereka. Mereka sulit ditemui. Sedangkan, Clause termasuk terbuka."

“Yah, salah satu jajaran kebangsawanan tertinggi negeri ini.” Tuan Zion menambahkan.

Juga bagus dijadikan tumbal.

Mungkin sepenggal kalimat sudah tersiar dari udara menuju tanah, berperantara angin, dan mensyukuri api didalam diri lelaki bertudung merah siap dengan cangkulnya. Hendak menggali kubur jika dia tidak memikirkan cara yang lebih baik.

“Sepertinya sudah tidak diperlukan, cangkulnya.”

Tuan Zion mengedarkan pandangannya. Seakan suasana malam gemerisik itu menyampaikan kabar buruk. “Aku akan kembali ke kamar,” pamitnya kepada Bryan.

“Hei, padahal aku ingin mengajakmu minum.”

Suara itu terdengar samar. Tuan Zion buru membuka kamar dan mendapati Clause masih tertidur lelap. Melega dirinya.

“Mengapa aku seakan ketakutan?” Tuan Zion menaiki ranjang. Menyusul Clause tertidur.

“Apakah ciri-ciri korban selanjutnya dapat dilihat dari Clause. Jika memang begitu, apa persamaan mereka semua?”

Seakan terus meminta jawaban pasti. Merasakan Clause meraba tubuhnya. “Hnngh, ada,” lirihnya lalu membenahi tidurnya dan bermimpi kembali.

...***...

Sudah lelah usai jeda sebentar yang dimiliki oleh ketiganya. Dihadapan rumah besar, megah, mewah, penuh dengan penjaga, siap melawan dunia.

Hari ini harus siap dengan matang rencana festival. Walau Tuan Zion tahu resiko berhadapan dengan pembunuh secara langsung.

“Selamat datang Tuan Zion, Tuan Clause juga Tuan Muda Julian. Tuan Besar Zegar sudah menanti kehadiran Anda.” Beberapa dayang menunduk hormat. Mempersilakan mereka untuk memasuki ruang tamu.

Ruangan luas dengan beberapa tatami berlapis furniture mewah. Di ruangan inilah pertemuan yang akan menetukan semua rencana selanjutnya. Tuan Zion memberikan sekotak bingkisan.

"Saya mendengar jika Anda menyukai beberapa camilan dari gula aren. Saya dengan rekan membuatnya sendiri. Semoga Anda suka dengan bingkisan dari kami."

Tatapan mata saling terhubung. Senyum yang terulas di Tuan Besar Vegas begitu menyejukkan. "Tuan Zion Connelius. Salah satu kapten detektif paling kondang sekarang. Jika Anda datang menemuiku secara pribadi. Apakah sudah melega diri Anda?"

"Saya akan mengantarkan sebuah surat dimana Anda akan merasa lega dengan hasil yang akan kami temukan."

Dipejamkan mata sipit itu. Sedikit meragu tentang keputusan apa yang dilakukan oleh Tuan Zion. "Saya tahu jika itu adalah sebuah usaha. Tetapi, kami memiliki tradisi."

"Tanpa mengurangi rasa hormat kami juga menyadari akan hal itu. namun, bisakah jika malam nanti kami memajukan jamnya? Atau memberikan kami peluang untuk mendata semua penduduk."

"Apakah masalah Kasus Mayat Kering?"

Begitu yang menjadi ciri khas Tuan Vegas. Begitu tahu niat seseorang yang akan meinta bantuan sekalipun hanya masuk ke dalam teras rumah.

"Benar," jawab Tuan Zion.

"Jika aku mengatakan kita memiliki tradisi, apa yang akan kamu lakukan?"

Tuan Zion memberi ketenangan pada otaknya yang terus saja berpikir bergulat lidah dan kata dengan Tuan Vegas. Beradu kata mana yang akan dia lontarkan. Jika salah menjawab maka semua usahanya sia-sia.

"Tuan Muda Zegar," panggil Tuan Besar Vegas. "Aku bertanya kepadamu."

Julian menoleh ke arah Clause yang bahkan tidak memikirkan apapun. Apakah dia mampu menjawab kata-kata barusan? Julian hanya mengisyaratkan untuk menjawab dengan jujur apa yang ada diotaknya.

Tuan Zion menoleh. Berharap banyak kepada lelaki di sana.

"Sejujurnya saya merasa marah ketika tahu seseorang akan mengalami hal mengerikan itu. Kami tahu usaha ini hanyalah sekedar usaha. Jika membagi hasilnya apakah berhasil atau tidak, saya meragu. Namun, yang ingin kami lakukan adalah menghalangi langkah itu. Disanalah kita akan menjegal."

Tuan Besar Vegas mengangguk. Melihat rambut seliwir abu metalik menyala membuat dirinya sedikit mengernyitan kening. "Apakah rambutmu alami?"

"Tentu saja," jawab Clause.

Menghembuskan nafasnya setelah berpikir panjang. "Saya akan membantu. Gerbang akan dibuka dua jam lebih awal dan pesta akan diperpanjang. Dengan cara itu saya harap bisa selesai sebelum acara puncak. Apakah itu cukup?"

Senyum diantara ketiganya menunjukkan kelegaan yang luar biasa. "Saya rasa cukup," jawab Tuan Zion.

Mengulurkan badannya menikmati udara sore yang masuk ke dalam tulang. Julian bisa bernafas dengan lega setelah ketegangan yang diciptakan. "Huwaa!"

"Berisik Julian." Clause menyungut.

"Dia menurut padamu." Suara Tuan Zion mengacaukan segala pertengkaran yang akan terjadi.

"Hah?" Julian juga Clause hanya saling berpandangan.

"Ayahmu, dia tidak pernah selunak itu."

Julian sejenak berpikir, menyetujui perkataan Tuan Zion. Ayahandanya adalah tipikal orang yang menguji. Sebelum bepikir dia akan terus menguji musuh dengan banyaknya kata dan jebakan. Hanya dengan satu jawaban singkat Clause mampu memperolah hasil positif. Selain dengan Julian, ayahnya tidak pernah menunjukkan raut wajahnya.

"Aku sempat memperhatikan ayahku melunak saat bersama dengan kamu, Clause. Apakah kalian pernah bertemu sebelumnya?"

"Tidak, aku hanya melihatnya dalam koran atau majalah."

"Hm," Tuan Zion hanya berdehem.

Julian masih tidak puas dengan jawaban itu. "Apakah keluarga kalian saling mengenal?"

"Tidak, aku rasa." Clause hanya mengacuhkan semua pertanyaan bodoh rekannya. "Apakah itu penting sekarang?"

"Mungkin tidak," jawab Julian lesu.

...***...

Seseorang mungkin terus mencari tahu akan sesuatu mengganjal dihatinya. Pemikirannya penuh dengan batu ketika sebuah kalimat yang jarang dia temui terlontar. Seorang lelaki berotot keras dengan jas merah tua berjalan setelah pertemuan keluarga dengan Klan Vegas. Setelah membicarakan semua rencana kepolisian akhirnya rencana itu akan dijalankan malam fesival.

Bryan memasuki kamarnya. Sedikit tidak tenang dengan sebuah nama. "Clause Zegar," lirihnya. Setelah melihat dayang menunduk hormat pada Tuan besar yang meninggalkan rumahnya. Bryan berjalan keluar kamarnya menemui ayahandanya yang akan memasuki rumah.

"Ayahanda, bisakah aku bertanya mengenai sesuatu?"

Sang ayahandanya hanya mengangguk lalu membimbing putranya menuju ruang bersantainya. "Apa yang akan kamu tanyakan?"

"Ini mengenai nama keluarga Zegar."

Ayahandanya menyandarkan punggung pada kursi malas. "Apa yang ingin kamu ketahui?"

"Sebenarnya apakah keluarga Zegar memiliki keistimewaan?"

"Begitu ya," lirih ayahandanya. "Ayah tahu Clause Zegar dari Tuan Besar Vegas."

"Ayah tidak pernah bersinggungan dengannya, kan?"

Ayahandanya mengeluarkan sebuah surat yang dikirim oleh seseorang. Dengan lambang Teratai Merah itu Bryan mengambilnya.

"Darah suci," lirih Bryan setelah membaca surat itu. "Keluarga Zegar adalah pewaris darah suci?" Berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

"Dimana darahnya akan menjadi pupuk bagi semua tanaman yang ada." Berdiri lalu menautkan kedua tangannya. "Termasuk tanaman Dewa."

"Oleh sebabnya rencana ini dilaukan untuk menyelamatkan Clause?"

"Mungkin," jawab Ayahandanya.

Bryan mengangguk mengerti. Setelah bepuas berbincang kembalilah dia pada pintu kamar yang sudah menanti. "Pupuk bagi semua tanaman." lirih Bryan.

...***...

...Bersambung...

1
Kicauan burung di pagi hari, menjadi musik bagi para santri di pondok terasing dalam hutan sunyi.

Meski hati terserang rindu akan rumah tapi canda teman sesama menjadi penghangat lara, namun mereka tak tau ada sesuatu yang tengah mengincar nyawa.~~ Samito.

numpang iklan thor/Chuckle/
@shithan03_12: gakpapa iklan dong .. bebasmah saya
total 3 replies
Pecahnya dinding dimensi diatas altar darah yang mengantarkan pemangku Sijjin melintasi alam, hingga airmata darah menjadi awal dalam sebuah ketakutan yang mengerogoti para generasi pemeran opera. Namun para penonton sibuk menertawakannya tanpa tau, nyawa merekalah balasan bagi altar darah. ~SAMITO.

Iklan dikit ya thor🤭
@shithan03_12: Busyed... bisa juga kau ini menyambungknnya ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!