KEHADIRANMU MENGUBAH HIDUPKU bukan sedekar bicara tentang Cinta biasa namun tentang perjalanan hidup yang mereka lalui.
Diambil dari sebuah kita nyata perjalanan Hidup sebuah keluarga yang berasal dari keluarga miskin. Perselisihan dalam rumah tangga membuat Anak mereka yang baru lahir menjalani kehidupan tanpa seorang ayah. Sampai anaknya tumbuh dewasa. Perjalanan sebuah keluarga ini tidaklah mudah deraian air mata berbaur dalam setiap langkah mereka. Kehidupan yang penuh perjuangan untuk sebuah keluarga kecil tanpa adanya kepala keluarga. Mereka lalui dengan ikhlas hingga mereka menemukan kebahagiaan yang sedikit demi sedikit mereka dapatkan dan membuat mereka semua bahagia.
Bagaimanakah perjalanan kisahnya?
Ikuti terus Kisah ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SitiKomariyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masuk Sekolah
Sekarang permasalahan diantara Marni dan keluarga pak dodo telah selesai. Sejak kejadian tempo hari Pak Dodo dan Ibu Nina menjadikan semua itu sebuah pelajaran berharga bagi mereka. Kini mereka tidak pernah membicarakan hal yang buruk tentang Marni.
“ Marni dari mana? Kesini mampir, ini bawalah buat digoreng. Tisna sepertinya sangat suka dengan pisang goreng.”
“ Masyaallah bu Nina! Tidak perlu repot-repot, ini banyak sekali pisangnya bu?”
“ Tidak apa! O..iya kapan Tisna mulai masuk sekolah. Kemarin ibu lihat kalian pergi kesekolahan.” Ucap bu nina sembari memberikan marni seganteng kelapa muda.
“ Insyaallah hari senin besok buk. Ini kenapa jadi banyak yang dibawa bu. Ini saja sudah cukup.”
“ Bawa saja untuk Tisna, sepertinya dia juga suka dugan.”
“ Terimakasih bu Nina, maaf aku mau pamit pulang dulu bu. Tisna sudah menungguku terlalu lama dirumah."
“ Sama-sama Marni, titip salam untuk keluargamu." Ujar bu Nina sembari duduk diteras melihat marni yang mulai menjauh pergi.
Sesampainya dirumah Tisna menyambut kedatangan ibunya penuh riang. Terlebih lGi ketika ia melihat ibunya membawa setandan pisang muli.
Marni kemudian memberikan beberapa buah pisang muli yang sudah matang untuk Tisna. Tisna begitu menyukai pisang muli yang rasanya sedikit asam tapi manis juga.
“ Tisna hati-hati nak makannya, nanti tersedak jika kamu makan terburu-buru.”
“ Nak ayah boleh minta pisang yang dibawa tisna?”
“ Jangan ayah! Ayah minta saja pada ibu, ibu bawa banyak sekali pisang.”
Iman tersenyum melihat jawaban polos dari tisna. Padahal iman hanya sekedar mengganggunya. Iman melihat tisna berjalan menghampiri ibunya
“ Ibu tisna minta pisang lagi, punya tisna diambil ayah.”
“ Ini ambilah nak, tapi tisna boleh terlalu banyak makan pisang lagi ya nak.”
“ Iya bu” Jawab tisna sembari memakan pisang ditangannya.
Marni menghampiri iman, ia menanyakan perihal biaya pendaftaran sekolah Tisna. Iman mengatakan jika semua biaya sudah dibayar. Ia meminta marni agar tidak memikirkan tentang biaya sekolah. Karena iman yang akan bertanggung jawab.
Marni terkadang merasa tidak enak hati dengan iman. Sebab dari Tisna lahir selalu iman yang membiayai kebutuhannya.
“ Iman maafkan mba Marni selama ini sudah merepotkanmu. Sampai saat ini kami juga belum berangkat merantau lagi. Pasti ini semua karena mba."
“ Ngomong apa mba ini, jangan berfikir seperti itu mba. Aku ikhlas mba, dari tisna lahir aku juga sudah berjanji untuk menjaganya. Tenangkan hatimu mba, masalah pekerjaan memang dari perusahaan diliburkan. Satu minggu lagi aku berangkat lagi mba."
Ujar iman mencoba menenangkan Marni, karena ia tahu jika sudah banyak permasalahan yang dihadapi Marni. Iman kemudian berdiri dan masuk kedalam kamarnya.
Ia membuka lebari lalu mengambil dompet, ia mengambil beberapa lembar uang dan memberikan kepada Marni.
“ Ini mba ambilnya! Uang ini mba simpan untuk kebutuhan sehari-hari Tisna jika aku bekerja nanti.”
“ Tapi ini terlalu banyak iman, bagaimana cara mba mengembalikan ini semua?”
Tanya marni yang merasa selalu merepotkan adiknya. Iman menyakinkan marni jika ia ikhlas memberikan uang untuk marni. Yang terpenting abgi Iman saat ini adalah Tisna bisa sekolah seperti anak-anak yang lainnya mesti tanpa seorang ayah disisinya.
Marni begitu terharu atas semua pengorbanan yang diberikan adiknya. Beruntungnya marni mempunyai adik dan ibu yang selalu ada untuknya.
Hari ini adalah hari senin di awal bulan juli tahun 1997. Dimana ini adalah hari awal Tisna masuk sekolah. Ia masuk sekolah saat usianya masih lima tahun. Di era tahun 90 an anak usia lima tahun sudah bisa masuk sekolah dasar atau SD.
Tisna sangat bahagia bisa masuk sekolah bersama teman-teman. Terlebih lagi dia bisa memakai seragam baru, tas baru, sepatu baru, serta buku dan pensil.
Pagi ini Tisna berangkat diantar Marni dan Iman naik sepeda ontel.
“ Hore, Tisna sudah masuk sekolah. Ayah disekolah banyak anak-anak seperti Tisna tidak?” Celoteh Tisna yang duduk didepan.
“ Banyak dong nak, Tisna juga sangat cantik memakai seragam sekolah ini.”
“ Benarkah ayah Tisna cantik? Terus apa mereka juga diantar sepeti Tisna?”
“ Tentu saja sayang, mereka juga diantar oleh orang tuanya. Ingat pesan ayah dan ibu, Tisna harus semangat belajarnya. Karena masih awal sekolah, nanti ibu masih menunggu tisna. Tapi hanya hari ini ya nak ditunggunya."
“ Kenapa hanya hari ibu?”
“ Nanti disekolah ada Oni juga nak, jadi mulai besok Tisna bisa berteman dan bermain disekolah bersama Oni. Saat pulang baru dijemput ayah. Bagaimana, Tisna mau ya?”
“ Iya ayah! Hore ada Oni juga, ada mas Aris juga tidak ibu?"
“ Ada nak, nanti juga ada mas Aris yang akan menjagamu disekolah nanti. Mas Aris sekarang sudah naik kelas 5.”
“ Hore, hore. Tisna sekolah bersama Oni dan mas Aris.
Aris adalah anak kakak Marni yang pertama. Sesampainya disekolah Tisna begitu bahagia mendengar sahabatnya Oni ternyata saru kelas juga dengan Tisna.
Disekolah Tisna belajar sambil bermain bersama teman-temannya. Tisna termasuk anak yang aktif dan mudah bergaul. Marni mengamati anaknya dari kejauhan. Marni dan Iman menunggu tisna dirumah temannya. Rumahnya letaknya tidak jauh dari sekolah Tisna, hanya bersebelahan.
Tak berselang lama lonceng pulang sekolah berbunyi. Sema anak-anak murid berhamburan keluar dari kelas mereka. Iman dan Marni menunggu di seberang jalan.
Terlihat Tisna berlari-lari kecil mendekati mereka.
“ Ayah, ibu! Tisna disekolah banyak temannya, mereka baik-baik padku bu.”
“ Alhamdulillah, yuk Tisna cepat naik. Berceritanya sembari kita bersepeda ya nak?”
“ Iya ibu! Ayah, ayah tadi kata pak guru besok disuruh beli penghapus.”
“ Bukannya sudah ayah belikan semua nak? Memang penghapus Tisna tidak ada?”
Tisna menggelengkan kepalanya, lalu merengek minta dibelikan yang baru lagi pada Iman. Marni tersenyum melihat sikap anaknya yang begitu manja pada Iman.
Sebelum pulang mereka mampir dulu kewarung yang menjual peralatan tulis. Agar Tisna mudah saat menghapus, dibelikannya pensil yang berwarna merah hitam yang sudah sekaligus ada penghapus diatasnya.
Ternyata sesampainya diwarung Tisna buka sekedar membeli pensi. Tetapi juga membeli banyak jajan dan juga tak lupa dia membeli kotak pensil.
“ Nak bayak sekali jajan yang kamu beli? Belum lagi ini! Kotak pensil kan sudah ada nak. Kasihan dong sama ayah, nanti kalau uang ayah habis Tisna tidak bisa jajan lagi!”
“ Tapi kata ayah Tisna boleh beli apa saja yang Tisna mau ibu."
“ Tapi ini terlalu banyak nak, masa beli jajan satu kantong plastik penuh!"
“ Sudah mba, biarlah! Lagipula tidak setiap hari, ini semua memang makanan kesukaannya.”
“ Tapi kamu terlalu memanjakannya Iman. Nanti saat kamu pergi bekerja lagi, terus tisna minta jajan seperti ini terus padaku gimana? Sedangkan kamu tahu sendiri keadaan mba.”
“ Mba jangan seperti itu, nanti juga ada rezekinya untuk Tisna jajan setiap hari.”