"Aku mencintai Humairah, gadis cantik yang mempunyai suara indah dan merdu itu."
Shaka begitu bahagia saat kedua orangtuanya akan menjodohkannya dengan gadis yang dia kagumi. Dia merasa takdir benar-benar menyatukannya dengan Humairah, gadis sholeha, yang memiliki wajah cantik tersembunyi dan hanya dia yang beruntung mendapatkannya.
Gabungan: Sahabatku Ambang Pernikahanku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
Humairah melepaskan pelukan Shaka yang sudah tertidur, sebaiknya dia memasak sebentar lagi mertuanya pulang.
"Mau kemana?" tanya Shaka memegang tangan Humairah.
"Mau turun, mommy dan daddy kan udah mau pulang. Mau masak."
Shaka menghela napas panjang, dia melepaskan Humairah, membiarkan istrinya itu pergi.
Setelah memakai hijab dan cadar, Humairah melangkah keluar kamar.
Saat di ruang tamu, Humairah melihat Arvi yang tengah bermain game.
"Udah makan Arvi?" tanya Humairah.
Arvi menoleh ke arah sang kakak ipar, lelaki itu menggeleng.
"Yaudah bentar."
Humairah menuju dapur untuk menyiapkan makan. Bibi lagi pulang kampung makanya tidak ada yang memasak.
"Humairah, Shaka mana?" tanya Arvi saat mengambil minuman di kulkas.
"Kamar."
Arvi berlalu pergi, dia akan ke kamar untuk membangunkan Shaka.
"Shak." Arvi langsung melompat naik ke atas ranjang membuat Shaka mendengus kesal dan membuka matanya.
"Apaan."
"Gue mau bicara sama lo."
"Kamar lo Shak, jadi bau perempuan."
Shaka bangun, mengatur rambutnya agar tak berantakan. Pemuda itu menuju kamar mandi buat mencuci wajah.
"Naya masuk."
Shaka menghentikan aktivitas yang menyisir rambutnya.
"Bukannya di skort?" tanya Shaka.
"Entah, tadi dia masuk sekolah. Guru-guru biasa aja."
Shaka memukul meja.
"Sialan, guru-guru apaan banget, jelas-jelas udah ada bukti kenapa cewek itu masih dibiarin berkeliaran di sekolah?"
"Gue enggak akan biarin dia sampai ngelakuin sesuatu lagi sama Humairah."
"Lo udah suka sama Humairah?" tanya Arvi kepada kembarannya itu.
"Humairah istri gue, emang udah tanggung jawab gue buat lindungi dia!"
Arvi menghela napas panjang, benar juga ucapan kembarannya itu.
...----------------...
Arika dan Raiden baru saja pulang kerja. Namun, mereka melihat Shaka sama Humairah di dapur.
Shaka terlihat begitu bahagia, senang membantu Humairah memasak.
Arika tersenyum begitu pun dengan Raiden melihat keduanya bahagia.
"Kan apa yang aku bilang benar, mas. Mereka tuh sama-sama suka cuma gengsi sebesar gaban."
"Udah yok mom ke kamar, mas capek."
Arika dan Raiden menuju kamar mereka, tak menganggu waktu berdua Shaka dan Humairah di dapur.
"JANGAN DI TUANG DISITU KAK..."
Shaka menoleh saat campuran bumbu dia sudah tuang ke dalam wajan.
"Kak Shaka..."
"Enggak tau." Dengan wajah polosnya Shaka berkata seperti itu.
"Kan udah aku bilang kak Shaka enggak usah bantu, bukannya cepat selesai jadinya makin lama."
Shaka menghela napas panjang. Humairah melirik ke arah suaminya sekilas.
"Kenapa mukanya gitu?" tanya Humairah.
Shaka menggeleng saja.
"Yaudah maaf, sekarang kan Shaka duduk."
Shaka menurut, dia duduk menunggu Humairah memasak.
Saat semua masakan sudah selesai, Humairah memanggil orang rumah untuk makan bersama.
"Makasih ya menantunya mommy."
Humairah tersenyum lalu mengangguk. Mereka pun menikmati masakan Humairah pertama kalinya.
Dan tak henti-hentinya Arika memuji menantunya itu hal itu membuat Humairah hanya senyum-senyum saja.
"Shaka nanti kamu keruangan daddy ya, daddy mau bicara."
"Oke daddy."
Usai makan, Shaka menuju ruang kerja daddynya entah apa yang akan pria itu bahas.
"Ada apa dad?" tanya Shaka.
"Daddy cuma mau bilang setelah lulu sekolah, kamu mau lanjut kuliah di mana?"
Shaka terdiam sesaat, dia begitu ingin kuliah di New york, tapi apakah dia harus meninggalkan Humairah?
"Shaka belum memikirkannya dad."
"Kamu pikir-pikir dulu ya."
"Sebenarnya Shaka mau kuliah di new york, tapi keknya kuliah di indonesia juga tak masalah, dad."
"Kenapa?"
"Bagaimana dengan Humairah? Shaka harus ninggalin dia?"
Raiden menatap putranya sekilas lalu tersenyum.
"Kamu bicara dulu dengan Humairah sebelum memutuskan ingin kuliah di mana."
"Iya dad."
Setelah berbincang-bincang, Shaka menuju kamarnya.
Terlihat Humairah baru saja selesai sholat. Dia pun mendekati istrinya itu.
"Mau peluk."
Shaka memeluk Humairah, mencari kenyamanan di dalam pelukan perempuan itu.
"Kenapa kak?"
Shaka menggeleng, dia mengecup leher mulus Humairah, dia melepaskan pelukannya lalu menutup pintu kamar
Shaka menggendong Humairah ke ranjang, meletakkannya dengan hati-hati. Setelah itu ikut naik ke aras ranjang, memeluk perempuannya.
"Humairah."
"Iya?"
"Gimana kalau kita berpisah?"
"Maksud kak Shaka? Kak Shaka mau pisah sama aku? Bukannya kak Shaka bilang kita sama-sama berusaha saling mencintai?"
"Bukan, Humairah. Bukan berpisah seperti itu yang ku maksud."
"Terus?"
"Aku berancana kuliah di new york."
Humairah menatap Shaka yang juga menatapnya, tatapan Humairah seperti terkejut.
"Harus di new york?"
Shaka menghela napas panjang, sebenarnya tak harus karena di dalam negeri pun banyak kampus bagus, tapi impiannya dia ingin kuliah di new york, berkuliah di luar negeri juga hanya membutuhkan sedikit waktu dibanding di indonesia.
"Tapi kalau itu memang impian kak Shaka, aku enggak masalah kok kalau kita harus melakukan ldr."
Shaka memegang kedua pipi istrinya, dia juga tak ingin meninggalkan Humairah sendiri. Ini adalah pilihan yang sulit.
Harus memilih antara cinta dan impiannya. Keduanya sama-sama masa depannya.
"Nanti dipikirin masih lama juga."
Humairah memeluk Shaka. Saat sudah mulai nyaman, haruskah dia berpisah dengan suaminya?
Sudah berjarak jauh dengan orangtua, haruskah Humairah juga berjarak nanti bersama dengan suaminya?
Shaka mencium bibir Humairah, memperdalam ciuman mereka.
Shaka melakukannya begitu ganas, dan Humairah hanya diam tak melarang atau menegur lelaki itu.
Sebagai perempuan paham agama, Humairah tak ingin melarang Shaka menyentuhnya sebab itu hak sang suami, dia bisa dosa jika melarang suaminya untuk melakukan haknya.
"Humairah, aaa..." Shaka mendesis pelan, menempelkan keningnya dengan Humairah.
"Cukup ciuman aja dulu, kalau yang lebih tunggu kamu selesai sekolah."
Humairah menatap seduh suaminya yang berada diatasnya.
"Emang sanggup?" tanya Humairah.
"Disanggupi aja dulu, kalau enggak tahan di cicil-cicil dikit."
Humairah terkekeh dan memukul lengan Shaka. Ternyata wajah tampan itu tepat berada di depannya, merasakan sentuhan dan bibirnya.
Dari banyaknya orang yang ingin bersama Shaka, dialah pemenangnya.
"Dikira barang main cicil-cicil."
Shaka terkekeh, dia mengusap pipi Humairah yang berada di bawahnya.
Dia belum nyangka bisa mendapatkan perempuan yang dia kagumi, ini semua berangkat orang tua yang menjodohkan mereka.
"Kak enggak pegal tangannya? Ayo tidur.'
Shaka menyingkir di atas Humairah dan beralih tidur di sampingnya sambil memeluknya.
"Halum banget." Shaka ngedusel ke leher Humairah membuat Humairah memejamkan matanya.
"Masa sih?"
"Iya... Suka banget."
Aneh banget, kenapa Shaka begitu suka dan candu dengan bau badan Humairah.
"Kalau keringatan masih suka?"
"Macih..."
"Kok gitu suaranya? Kek bayikk..."
"Bayikknya Maira."
Humairah terkekeh gemas mengacak rambut Shaka.
Saat mereka berdua bermesraan, ada aja Arvi. Pemuda itu ada di depan kamar keduanya.
"Baru ingat kan udah nikah, berarti udah enggak bisa keluar masuk seenaknya dong di kamar ini?"