Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Seolah Akan Nyata
“Ini cara pakainya bagaimana? Salah penggunaan, khasiatnya pasti beda,” lirih Arini yang mempelajari setiap perlengkapan mandinya.
Arini siap memanfaatkan semua fasilitas yang Ardhan berikan kepadanya. Karena seperti kata Ardhan, Arini akan membuat setiap komentar sibuk memujinya. Sungguh bukan Killa yang akan mereka puji, melainkan Arini yang akan glow up menggunakan fasilitas yang Ardhan berikan.
“Hah! Produk mahal dan berkualitas memang enggak kaleng-kaleng. Badan langsung enteng, keset, berasa habis perawatan mahal. Padahal aku melakukan semuanya sendiri.”
Selanjutnya, yang Arini lakukan ialah memilih pakaian. Karena dirinya tak mungkin keluar dari dalam toilet hanya memakai handuk layaknya sekarang. Bisa-bisa, Ardhan tak hanya kejang. Karena pria galak itu juga bisa langsung menjebloskannya ke RSJ, andai Ardhan tahu Arini pecicilan hanya melilit dada hingga pahanya, menggunakan handuk biru pemberian pria itu.
Di luar, beberapa karyawan memergoki Ardhan terjaga dan tampak jelas tengah menunggu. Dari ekspresinya yang sangat datar, Ardhan seolah sudah bosan bahkan muak menunggu. Namun beberapa dari mereka ada yang menyinggung hubungan Ardhan dan Arini, juga pasangan keduanya. Mereka dan merupakan karyawan di sana berdalih, bahwa keempatnya mengalami cinta segi empat yang rumit.
“Perempuan kalau dikasih kesempatan buat dandan ... kayak enggak ada waktu lain saja. Seolah dunia akan kiamat kalau mereka dandannya enggak pakai paket komplit bahkan kombo!” gerutu Ardhan.
Ardhan yang awalnya bersedekap di sebelah wastafel yang dihiasi hamparan cermin, berangsur menoleh ke sebelah. Ia menatap lorong pintu menuju ruang toilet di belakang. Berharap, pada akhirnya kesibukannya menunggu usai karena Arini keluar dari sana. Akan tetapi, walau harapannya akhirnya terwujud. Kenyataan Arini yang tampil bening sekaligus glowing tanpa harus menor, malah membuat Ardhan tetap tidak lebih baik. Ardhan bahkan sempat lupa bernapas untuk beberapa saat.
“Berasa lihat mama, tapi versi bar-bar.” Ardan jadi sibuk berbicara dalam hati.
“Lihat, dia memang berhijab, tapi gayanya mirip ksatria. Semua barang dia bawa, dan bikin dia kerepotan sendiri.”
“Cantik, loh ... Arini beneran cantik. Cantik banget, asal dimodalin.”
“Hebatnya dia, dia tetap menutup aurat meski komentar di video kompak nebak, Arini bakalan tampil seksi melebihi Killa buat balas rasa sakitnya ke Killa dan Akbar.”
“Arini merupakan wanita sekaligus istri serba bisa. Walau bar-bar, dia pasti tipikal yang mengabdi. Dia pasti memperlakukan si sopir breng s e k itu layaknya raja.”
“Namun karena Arini yang terlalu mengabdi pula, si sopir enggak punya otak itu jadi semena-mena. Pasti sopir itu beranggapan, Arini akan tetap mengabdi bahkan tunduk kepadanya, walau dia sakiti tanpa henti.” Ardhan baru berhenti berbicara dalam hati membahas perubahan Arini, tak lama setelah wanita itu berdiri di hadapannya.
Arini memakai gamis biru langit dan putih dipadukan dengan hijab segi empat warna putih. Kecantikan Arini kali ini layaknya langit yang sedang cerah-cerahnya dan itu sangat indah.
“Aku pikir, Pak Ardhan bakalan akan langsung kena sawan,” ucap Arini sambil mengembuskan napas melalui mulut.
Padahal Arini berpikir, Ardhan akan pangling. Terlebih Arini sendiri sempat tidak mengelai dirinya yang jadi sangat cantik. Tak bisa Arini pungkiri, produk mahal yang ia dapatkan dari Ardhan, langsung mempercantik penampilannya. Tidak ada drama produk menggumpal, terasa lengket bahkan berminyak setelah diaplikasikan di kulitnya. Selain itu, rasa tidak nyaman seperti ditusuk-tusuk benda tajam juga tak Arini rasakan. Hingga selain menjadi sangat cantik, Arini juga merasa sangat nyaman.
“Aku menghargai kamu. Takut kamu nangis kejer seandainya aku jujur,” ucap Ardhan lirih sekaligus tenang.
“Eh, ... nih orang kenapa?” batin Arini.
“Sebenarnya bukan Akbar yang tidak tahu diri kenapa sampai membuatmu bu r ik level minus, selama hampir enam bulan terakhir. Karena memang kamunya saja yang be go. Bisa-bisanya salah pilih suami kok tetap lanjut. Hampir enam bulan menikah bukan waktu yang sebentar. Sementara selama itu, kamu memperbudak dirimu untuk mengabdi kepadanya,” ucap Ardhan.
“Eh, iya ... bener,” batin Arini.
“Turunkan semua itu biar orang lain saja yang membawanya. Karena bersamaku, kamu tidak akan jadi ba bu. Sudah saatnya kamu menjadi orang kaya dan disegani oleh semuanya!” lanjut Ardhan yang detik itu juga membuat Arini kebingungan. Namun selanjutnya, Arini berangsur menurunkan semua bawaan di tangan bahkan kedua pundaknya.
“Ambil satu tas buat pegangan kamu. Pilih yang paling cocok dengan penampilan kamu yang sekarang,” lanjut Ardhan masih serba memberi arahan.
Beberapa karyawan yang memergoki kebersamaan kedua sejoli itu berpikir bahwa wanita berhijab yang sampai membuat Ardhan jongkok kemudian berlutut, bukan Arini. Semuanya berpikir bahwa wanita cantik yang juga sangat wangi yang dipilihkan tas oleh Ardhan, kemudian sampai digandeng, memang wanita lain.
“Cepat banget dapat pengganti,” komentar para wanita di ruang toilet area belakang. Karena takut berpapasan dengan Ardhan, mereka kompak menunggu Ardhan dan wanitanya pergi dulu.
Selain menduga wanita yang bersama Ardhan, merupakan pengganti Killa. Sebagian orang kantor justru beranggapan bahwa wanita yang bersama Ardhan merupakan saudara Ardhan mengingat Ardhan memiliki banyak saudara dari keluarga besarnya yang sebaya dengannya.
Selain digandeng hingga depan mobil yang menunggu mereka di depan pintu masuk utama kantor, Ardhan juga membuat Arini masuk ke dalam mobil lebih dulu. Barulah setelah Arini geser kemudian duduk di tempat duduk penumpang sebelah, Ardhan menyusul masuk dari pintu yang sama.
“Rasanya benar-benar gugup,” batin Arini yang memang jadi gerogi kepada Ardhan.
“Ke rutan, Pak,” ucap Ardhan tak bersemangat. Ia menunduk dan membiarkan Arini mengawasinya untuk beberapa saat. Kemudian masih melalui lirikannya, Arini yang duduk berjarak darinya memilih mengawasi suasana luar dari kaca jendela pintu di sebelah.
Dari kedua tangan Arini yang sibuk mencengkeram tentengan tas mungil warna biru di pangkuan, Ardhan yakin bahwa Arini sangat gugup. Hanya saja, lagi-lagi Arini menyembunyikannya. Bagi Ardhan, Arini terlalu pandai bahkan sibuk memendam emosi. Hingga sekalinya wanita itu muak, wanita itu akan meledak. Jadi, wajar saat memergoki Akbar dan Killa, Arini tak segan mem ban ting, keduanya.
“Sampai kapan pun, ... jangan pernah umbar auratmu. Makasih karena tetap waras dan tetap menutup aurat kamu, walau yang mereka lakukan, sangat menyakitkan. Lain kali, kamu bebas menangis setelah urusan kita dengan mereka sudah selsai,” ucap Ardhan terdengar sangat menenangkan di telinga Arini.
Ucapan Ardhan tak beda dengan suasana siang ini yang mendung berhias embusan angin dan teramat syahdu.
“Baru kali ini ada yang bilang terima kasih ke aku,” lirih Arini yang kemudian cemberut. Ia berangsur menoleh kemudian menengadah hanya untuk menatap kedua mata Ardhan. “Sekalinya ada, enggak tanggung-tanggung, yang melakukannya justru Pak Ardhan.”
Ardhan balas menatap Arini. Hingga dirinya dan Arini bertatapan sangat lama. Berbeda dari tatapan Arini sebelumnya, kali ini wanita itu tampak sendu dan nyaris menangis. Terbukti, Arini menarik diri dan langsung mengawasi suasana luar melalui kaca jendela pintu di sebelahnya.
Yang membuat Arini terkejut, kesunyiannya terusik oleh dekapan erat dari kedua tangan kokoh Ardhan.
“Ini sungguh bukan mimpi. Aku merasakan dekapannya. Aku melihat kedua tangannya mendekapku. Dan sekarang, dagunya juga mengunci pundak kananku,” batin Arini.
“Jangan pernah menahan emosimu lagi. Itu enggak baik buat kesehatan kamu. Jika kamu ingin menangis, menangislah. Aku tahu apa yang kamu rasakan karena aku juga merasakannya,” lirih Ardhan yang sudah lebih dulu menangis. Tangis tanpa suara, tapi langsung menular kepada Arini.
Melalui kaca di hadapannya, Arini melihat pantulan dirinya maupun Ardhan. “Kalau melihat watak Pak Ardhan yang sangat bertanggung jawab, sepertinya ... hubungan kami memang akan menjadi nyata,” pikir Arini masih kesulitan bernapas. Karena walau pelukan Ardhan membuatnya merasa nyaman bahkan ia saja bisa melepaskan luka berikut air matanya. Belum terbiasa bersama Ardhan juga membuatnya sangat gugup.
(Ramaikan yaa ❤️❤️❤️ Selamat hari minggu)
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣