Aiden Valen, seorang CEO tampan yang ternyata vampir abadi, telah berabad-abad mencari darah suci untuk memperkuat kekuatannya. Saat terjebak kemacetan, dia mencium aroma yang telah lama ia buru "darah suci," yang merupakan milik seorang gadis muda bernama Elara Grey.
Tanpa ragu, Aiden mengejar Elara dan menawarkan pekerjaan di perusahaannya setelah melihatnya gagal dalam wawancara. Namun, semakin dekat mereka, Aiden dihadapkan pada pilihan sulit antara mengorbankan Elara demi keabadian dan melindungi dunia atau memilih melindungi gadis yang telah merebut hatinya dari dunia kelam yang mengincarnya.
Kini, takdir mereka terikat dalam sebuah cinta yang berbahaya...
Seperti apa akhir dari cerita nya? Stay tuned because the 'Bloodlines of Fate' story is far form over...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak Masa Lalu dan Masa Depan
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apapun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Aiden Valen membawa tubuh Elara yang terkulai lemas ke kamarnya. Gadis itu tertidur pulas, nafasnya teratur, dan wajahnya terlihat begitu damai di bawah sorotan lampu redup. Dengan hati-hati, ia meletakkan Elara di atas ranjangnya yang luas dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Namun, pandangan Aiden tertahan.
“Kenapa kamu harus terlihat begitu... memikat?” gumamnya, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Dia mendekat, tangannya sedikit bergetar saat menyentuh ujung selimut. Wajah Elara begitu tenang, dan tanpa sadar Aiden menundukkan kepalanya, hendak mencium kening gadis itu. Namun, tepat sebelum bibirnya menyentuh kulit Elara, ia menghentikan dirinya.
“Tidak, aku tidak boleh melakukan ini,” bisiknya dengan nada yang berat. Ia menarik diri, meluruskan punggungnya, dan berusaha mengalihkan pikirannya.
Aiden berdiri di dekat jendela, menatap bulan yang tergantung di langit malam. Hatinya berkecamuk, tetapi ia memilih untuk melangkah keluar dari kamar. Sebelum menutup pintu, ia memastikan Elara tetap nyaman dalam tidurnya.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Aiden melangkah menuju ruang bawah tanah, tempat di mana kenangan masa lalu yang pahit tersimpan. Di sudut ruangan yang remang-remang, terdapat sebuah kendi kecil berisi abu Seraphane, kekasih lamanya, dan sebuah botol kaca yang berisi kayu pasai pengingat dimana Seraphane tiada.
Ia meraih kendi itu, memandanginya dengan tatapan kosong yang penuh penyesalan.
“Seraphane... apakah kamu benar-benar telah pergi selamanya?” bisiknya, suaranya penuh dengan rasa kehilangan yang mendalam.
Kenangan bersama Seraphane kembali membanjiri pikirannya, tetapi ada sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Sejak ia bertemu Queensera, seorang wanita dari perusahaan mitra, wajah itu terus mengusiknya. Wajah yang hampir identik dengan Seraphane.
“Jika ini benar, apakah kamu telah bereinkarnasi? Tetapi... itu tidak masuk akal. Reinkarnasi vampir membutuhkan waktu lebih lama, dan Queensera adalah manusia.”
Aiden menggelengkan kepalanya, mencoba menepis pikiran tersebut. “Mungkin aku hanya berhalusinasi. Tapi jika kamu memang hadir kembali di dunia ini, aku akan ikut senang, meski tidak ada tempat lagi di hatiku untukmu.”
Ia meletakkan kembali kendi itu dengan hati-hati sebelum melangkah keluar dari ruang bawah tanah.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Kembali ke kamarnya, Aiden mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan. Persiapannya untuk presentasi besok harus sempurna, terutama karena minggu ini banyak tamu dari perusahaan mitra yang akan datang. Termasuk Queensera dan Ethan, CEO muda yang belakangan ini terlihat mencoba mendekati Elara.
Pikiran tentang Ethan membuat amarah Aiden memuncak.
“Aku tidak akan membiarkan dia mendekati Elara,” gumamnya sambil mengepalkan tangan. Ia merasakan api cemburu menyala dalam dirinya, sesuatu yang jarang ia rasakan.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Keesokan Harinya, di Kantor
Di ruang rapat yang mewah, Aiden dan Kevin sedang bersiap menyambut tamu-tamu mereka. Pintu terbuka, dan Queensera masuk bersama Ethan. Penampilan Queensera mencuri perhatian, dengan rambutnya yang tertata rapi dan pakaian yang elegan itu mengingatkan Aiden pada Seraphane.
“Selamat pagi, Tuan Valen,” sapa Queensera dengan senyum manisnya.
“Pagi,” balas Aiden singkat, mencoba menjaga profesionalitasnya.
Di sisi lain, Kevin tampak terpesona oleh kecantikan Queensera. Ia berbisik kepada Aiden, “Tuan, sekertaris Ethan itu benar-benar cantik. Apakah menurutmu aku punya peluang dengannya?”
Aiden hanya melirik sekilas, tidak terlalu peduli dengan komentar Kevin.
Ethan, dengan senyum ramahnya, mengulurkan tangan. “Tuan Valen, senang bisa bekerja sama dengan Anda. Saya yakin proyek ini akan menguntungkan kedua belah pihak.”
Aiden menjabat tangannya, tetapi tatapannya dingin. Dalam hati, ia merasa risih melihat cara Ethan memperhatikan Elara yang kebetulan melewati ruang rapat.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Setelah pertemuan selesai, Queensera sengaja mendekati Aiden di ruang kerjanya.
“Tuan Valen, saya harap kita bisa lebih sering bekerja sama di masa depan,” ucapnya dengan nada lembut, sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga gerakan yang sangat mirip dengan kebiasaan Seraphane.
Aiden tidak langsung menjawab, tetapi tatapannya mengamati setiap gerakan Queensera. Wajahnya, senyumnya, bahkan caranya berbicara dan semua itu seperti membawa bayangan masa lalu yang ia coba kubur dalam-dalam.
Namun, hatinya tetap teguh. Perasaan yang dulu ia miliki untuk Seraphane telah berlalu. Kini, ada Elara, gadis yang perlahan-lahan mengisi ruang kosong di hatinya.
“Kita lihat saja nanti,” jawab Aiden akhirnya, dengan nada datar.
Queensera tersenyum penuh arti, merasa bahwa usahanya mulai membuahkan hasil. Namun, dalam hati, ia dan Ethan menyimpan rahasia besar. Mereka tidak hanya datang untuk proyek ini, tetapi juga memiliki misi untuk mendekati Aiden dan Elara demi kepentingan Monvok, pemimpin vampir gelap.
Di Lain Tempat
Elara yang sedang sibuk di ruang kerja merasa ada yang aneh dengan sikap Aiden belakangan ini. Vampir yang biasanya dingin dan menjaga jarak itu kini terlihat lebih perhatian padanya.
“Kenapa Aiden bersikap seperti itu?” pikir Elara sambil mengetik di laptopnya. Ia mengingat momen-momen kecil di mana Aiden membantunya, seperti memberikan air minum, membiarkannya tertidur, saat ia kelelahan atau melindunginya dari komentar tajam rekan kerja.
Tanpa sadar, Elara tersenyum sendiri. “Apa mungkin... dia menyukaiku?” bisiknya pelan.
Namun, ia segera menggelengkan kepalanya. “Tidak mungkin. Aiden Valen itu vampir yang terlalu sempurna untukku. Lagipula, aku hanyalah dhampir biasa.”
Meski demikian, hatinya merasa hangat setiap kali mengingat tatapan Aiden yang lembut padanya.
Namun, tiba-tiba ada yang mengusik ketika seseorang mendekatinya. Ethan, dengan senyum yang begitu menawan, berjalan mendekat dengan percaya diri.
“Halo, Elara,” sapa Ethan, nadanya ramah namun penuh dengan kesan menggoda.
Elara mengangkat wajahnya, terkejut melihat Ethan berdiri di depannya. “Oh, Tuan Ethan. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sopan.
Ethan mendekati Elara, posisi tubuhnya condong ke arah Elara. “Tidak ada yang spesifik, hanya ingin mengobrol. Kamu terlihat sibuk, tapi aku rasa kamu butuh istirahat sebentar.”
Elara tersenyum kecil, mencoba tetap profesional. “Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Ethan, tapi saya benar-benar harus menyelesaikan ini.”
“Panggil saja Ethan,” ucapnya dengan nada rendah, matanya memancarkan sesuatu yang membuat Elara merasa sedikit tidak nyaman.
Ethan melanjutkan, “Kamu tahu, aku jarang bertemu seseorang yang menarik seperti kamu. Ada aura yang begitu istimewa... Kamu membuatku penasaran, Elara.”
Elara mengernyitkan alis, mencoba menghindari tatapannya. “Saya rasa itu hanya kebetulan, Tuan Ethan. Saya hanyalah asisten biasa.”
Namun, Ethan tidak menyerah. Ia semakin mendekat, suaranya berubah menjadi lebih lembut. “Biasa? Tidak mungkin. Kamu memiliki sesuatu yang berbeda... sesuatu yang memikat. Kamu sangat manis,"
Sebelum Ethan bisa melanjutkan lebih jauh, suara yang dalam dan dingin tiba-tiba memotong percakapan mereka.
“Elara,” panggil Aiden Valen, berdiri beberapa meter dari mereka. Suaranya tegas, membuat udara di sekitar mereka terasa lebih berat.
Elara segera menoleh, merasa lega melihat Aiden. “Tuan Valen,” jawabnya dengan nada hormat.
Tatapan Aiden yang tajam mengarah pada Ethan, seolah memberikan peringatan yang tidak tersirat. “Aku butuh bantuanmu di ruang kerjaku sekarang. Laporanku harus selesai sebelum sore.”
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Saat malam tiba, Aiden duduk di depan meja kerjanya, memikirkan semuanya. Ia tahu Queensera memiliki kemiripan yang mencolok dengan Seraphane, tetapi ia tidak akan membiarkan hal itu mengganggu pikirannya. Yang lebih penting baginya sekarang adalah melindungi Elara.
“Ethan tidak akan pernah menyentuhnya,” tegas Aiden dalam hati.
Ia tahu, perasaan ini adalah sesuatu yang baru baginya, tetapi ia tidak bisa menyangkalnya. Elara telah menjadi pusat dunianya, meski ia belum tahu bagaimana cara mengungkapkannya.
Sambil menatap bulan yang bersinar terang di luar jendela, Aiden berjanji pada dirinya sendiri:
“Aku akan melindungi mu, Elara. Apapun yang terjadi.”