*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Pertengkaran Yudha dan Vira
...Lelah itu biasa, kecewa itu wajar. Namun, percayalah dalam pernikahan bukan tentang seberapa kali engkau lelah dan kecewa, melainkan tentang seberapa lama dan kuat engkau bertahan....
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Vira keluar kamar. Menepati janjinya, dia menemui Ibu Desy yang sedang menonton di ruang televisi. Vira memilih duduk di sofa sebelah kanan ibu mertuanya itu.
"Silakan, Bu. Apa yang ingin ibu katakan dan sampaikan?" tanya Vira. Wanita itu penasaran karena tidak biasa ibu mertuanya bicara lembut.
"Begini, Vira. Ibu tahu ini rumahmu. Tapi ibu minta pengertian kamu buat Weny," ucap Ibu Desy.
Dahi Vira berkerut mendengar ucapan ibu mertuanya. Tidak mengerti sama sekali dengan maksudnya.
"Apa maksud, Ibu? Pengertian yang bagaimana lagi yang Ibu inginkan dariku? Apakah selama ini aku masih kurang mengerti dengan Weny? Aku bahkan rela membagi cintaku untuknya," ucap Vira.
"Kamu jangan marah dengan Weny. Semua ini kemauan Ibu," ucap Ibu Desy.
"Apa lagi yang Ibu inginkan?" tanya Vira.
Dia yakin ibu mertuanya itu akan meminta sesuatu. Dengan dalih mohon pengertian darinya. Vira telah hafal benar siapa mertuanya. Jika ada yang dia inginkan selalu saja bersikap manis.
"Ibu hanya ingin kamu pindah kamar," ucap Ibu pelan.
"Pindah kamar?" tanya Vira dengan senyum mengejek.
Apa ibu mertuanya sudah tidak ada urat malu lagi? Pikir Vira dalam hati. Padahal dia telah mengetahui jika rumah ini milik Vira. Masih saja dia ingin menguasai semuanya.
"Kenapa aku harus pindah kamar? Ini rumahku. Jadi dimanapun aku mau tidur tidak ada yang berhak melarang, termasuk ibu!" ucap Vira dengan nada sedikit tinggi.
Saat Vira mengatakan itu bertepatan dengan Yudha yang baru pulang kerja. Pria itu kaget mendengar ucapan Vira yang bernada tinggi dengan ibunya.
Ibu yang melihat kedatangan putranya, memulai sandiwaranya. Dia tidak ingin anaknya nanti menyalahkan dirinya.
"Ibu hanya bertanya, Vira? Bukan memaksa kamu pindah. Kenapa kamu marah dengan ibu?" tanya Ibu dengan suara terbata. Wanita paruh baya itu berusaha mengeluarkan air mata palsunya.
"Jika aku tidak mau pindah, ibu mau apa?" tanya Vira masih dengan suara sedikit tinggi.
"Kalau kamu tidak mau pindah, ya nggak apa-apa. Ibu juga meminta itu untuk sementara. Karena Weny dan Yudha itu pengantin baru, jadi butuh kamar yang nyaman."
"Apa kurangnya kamar di kamar ini? Kurang nyaman apa lagi? Weny hanya menumpang. Seharusnya dia sadar diri."
Weny yang juga telah mengetahui kehadirannya Yudha, memainkan dramanya. Agar Vira tampak sangat kejam di mata pria itu.
"Maaf Mbak Vira. Aku tidak pernah ingin pindah kamar. Itu murni kemauan Ibu. Aku sadar posisi aku hanyalah menumpang. Aku tidak ada hak apa-apa di rumah ini, kecuali sebagai tamu," ucap Weny dengan air mata palsunya.
Yudha yang dari tadi berdiri di belakang Vira sudah tidak tahan lagi. Akhirnya angkat bicara. Dia tidak suka ibunya dimarahi Vira.
"Vira, aku tahu jika kami di sini hanya menumpang. Tapi tidak bisakah kamu bersikap sedikit sopan pada ibuku. Jika kamu memang tidak menyukai ibuku dan sudah tidak menganggapnya sebagai mertua, paling tidak belajar sedikit sopan saja bicara pada orang tua. Aku akan pindah dengan segera. Aku sedang mengajukan pinjaman pada atasanku. Jika dikabulkan, aku akan beli rumah. Walau sederhana paling tidak itu dibeli dari uang pribadiku, sehingga kau tidak bisa lagi menghina ibuku karena menumpang di rumahmu!" ucap Yudha dengan bentakan.
Vira terkejut dengan kehadiran suaminya itu. Apa lagi mendengar bentakan dari suaminya itu.
"Aku bicara apa adanya, Mas. Mengapa aku yang harus pindah dari kamarku? Setelah aku mengikhlaskan kamu apa aku juga harus mengikhlaskan kamar tempatku beristirahat dikuasai juga. Salah jika aku marah?" tanya Vira.
Vira bangun dari duduknya. Tanpa menunggu jawaban dari Yudha suaminya, wanita itu masuk ke dalam kamar.
...****************...
Sambil menunggu novel ini update bisa mampir ke novel teman mama di bawah ini. Terima kasih.