"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17 : Salah Tingkah
..."Seburuk apapun sifatnya lambat laun pasti akan berubah. Sekejam-kejamnya tindakan yang dilakukan olehnya jika sudah berhadapan dengan orang berhati lembut, maka luluh sudah pertahanannya."...
...~~~...
Alaska terdiam, nampaknya ia tengah mengingat-ingat kejadian beberapa menit yang lalu. Tiba-tiba saja wajah menyeramkan itu menatap Arumi dengan masih tidak menyangka.
"Aaahkk sialan! Aku baru inget tadi sempat mengatakan itu kepadanya. Memalukan sekali," batin Alaska berkata setelah mengingat semuanya.
"Kenapa Mas diam? Mas lupa ya? Tadi Mas sendiri loh yang bilang untuk ...," ucap Arumi terjeda karena melihat keterdiaman suaminya.
"Stop! Diamlah jangan banyak bicara!" tegur Alaska tidak ingin mendengar Arumi mengulangi katanya tadi.
"Loh Mas kenapa? Malu ya? Suruh siapa marah-marah, padahal sendirinya yang salah," celetuk Arumi membuat Alaska menatap sinis terhadapnya.
"Sudahlah jangan banyak bicara! Berisik kamu tuh! Makan ya makan saja jangan banyak ngomong," ketus Alaska yang tidak terima mendapatkan sindiran dari mulut Arumi.
"Loh kok Mas yang sewot si? Berati benar kan kata aku? Mas malu kan nyalahin Arumi? Huh tukang nyalahin giliran salah enggak mau ngaku," cecer Arumi dengan sengaja memanas-manasi Alaska.
"Enggak! Sudah diem! Mulut kamu itu perlu ditutup biar bungkam," ucap Alaska sembari menyodorkan sendok berisi nasi serta lauk pauknya ke dalam mulut Arumi secara tiba-tiba.
"Eemmm ... Mas ih!" kata Arumi disela mengunyah makanan di dalam mulutnya.
"Apa? Diam kan kamu? Sudah makan saja jangan banyak omong tar kesedak kan repot," kata Alaska dengan senyum smirk di bibirnya.
Wajah Arumi cemberut mendengar perkataan dari suaminya barusan. Sungguh menggemaskan jika dilihat. Namun, karena ego Alaska yang terlalu tinggi, maka ia pun memalingkan mukanya ke sembarang arah supaya tidak terkecoh oleh tingkah Arumi.
"Arumi mau makan kalau Mas suapin lagi kayak tadi. Sini Mas suapin lagi ya?" ucap Arumi memiliki ide lain untuk menarik perhatian Alaska.
"Dih apaan si kamu? Makan saja sendiri! Jangan geer ya! Tadi cuma ketidaksengajaan," ujar Alaska mengelak apa yang Arumi katakan.
"Masa tidak sengaja kok senyum-senyum gitu?" goda Arumi sembari menyenggol pundak Alaska yang kini akan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Pring!
Suara sendok jatuh ke bawah piring kaca dengan sengaja karena ulah Arumi yang menyenggol pundaknya itu.
Wajah Alaska memerah, ia sudah tidak tahan menanggapi sikap Arumi yang terus-menerus menggodanya. Tangannya dengan cepat menggeser kursi Arumi kasar, sehingga membuat istrinya kaget dan ketakutan berada sangat dekat dengan tubuhnya.
"Mas mau ngapain? Jangan begini, aku takut," cicit Arumi sedikit menundukkan kepalanya, karena takut jika harus melihat wajah menakutkan dari suaminya.
"Hem kamu takut ya istriku? Bukannya ini yang kamu mau hem? Berada dekat dengan suamimu? Kenapa sekarang kamu begitu takut?" tanya Alaska dengan senyum khas di bibirnya.
"Iya, tapi Mas jangan begini juga. Aku takut, kini Mas Alaska sudah berbeda tidak seromantis kemarin," kata Arumi dengan masih menunduk.
"Haha, istri yang pintar kamu! Sekarang sudah tahu kan suamimu ini seperti apa? Jadi, jangan coba main-main denganku!" ucap Alaska dengan sengaja memegang dagu Arumi sangat kuat.
"Aaaww! Mas udah, sakit!" keluh Arumi sembari memegangi tangan Alaska yang masih berada di dagunya.
"Bilang dulu iya, kalau tidak maka aku akan terus membuatmu kesakitan seperti ini!" ancam Alaska semakin menyakiti Arumi.
"Aaaww! Iya Mas, iya Arumi enggak macem-macem lagi," kata Arumi dengan berusaha menghentikan aksi suaminya.
Alaska terseyum puas, lalu melepaskan tangannya dari wajah cantik Arumi. "Bagus, sekarang kamu habiskan makanan itu!" lanjutnya membuat kedua mata Arumi membulat sempurna.
"Mas ini kan untuk Mas? Kok jadi aku yang makan?" tanya Arumi penuh keheranan.
"Jangan membantah! Kamu makan sampai habis dan berikan porsi baru untukku!" pinta Alaska dengan penuh penekanan di setiap katanya.
"Emm ... iya Mas sebentar." Arumi hanya bisa menerima apa yang Alaska minta jika menolak pun percuma.
Tangannya dengan telatan membawa piring baru dan memasukan nasi juga lauk pauk secukupnya. Diam-diam Alaska terus memperhatikan gerakan Arumi, melihatnya seperti itu menjadi hobi barunya.
"Sudah ini Mas. Semuanya baru seperti yang Mas Alaska minta," kata Arumi sembari menggantikan piringnya dengan milik Alaska yang akan dimakannya nanti.
"Ya, sekarang suapi aku!" pinta Alaska kembali membuat Arumi menatapnya sebal.
"Apa lihat-lihat? Cepat suapi aku! Tidak lagi menerima penolakan!" ujar Alaska semakin membuat Arumi bungkam dan menurutinya.
"Huh! Dasar menyebalkan sekali suamiku ini. Disuruh nyuapin enggak mau, giliran dia maunya makan disuapin. Dasar manja!" gumam Arumi di dalam hatinya. Kali ini tidak ia lontarkan secara langsung karena kalau itu terjadi, maka Alaska akan menyakitinya lagi.
"Yang bener dong kalau nyuapin! Tangan sama mukanya dikondisikan," ucap Alaska karena Arumi kurang konsen. Mengarahkan sendok malah ke hidungnya.
"Eh iya Mas maaf. Ni udah bener," ucap Arumi yang sudah berhasil memasukan makanan ke dalam mulut Alaska.
"Masih kurang," kata Alaska sembari mengunyah makanan di dalam mulutnya.
"Hah, apanya yang kurang Mas? Nasinya? Biar aku tambahkan kembali," ujar Arumi dengan sigap ingin mengambil nasi kembali. Namun, dihentikan oleh tangan kekar Alaska.
"Bukan nasi, tetapi mukamu," ucap Alaska membuat Arumi kebingungan.
"Muka aku kenapa Mas?" tanya Arumi penuh dengan keheranan.
"Lemot banget si kamu? Maksudku wajah kamu kondisikan bukan monyong begitu kayak bebek. Jelek sekali si," ucap Alaska tidak terduga.
Kedua mata Arumi melotot dibuatnya, secara terang-terangan Alaska mengatainya. Sungguh tidak punya sopan santunnya suaminya itu, sama istri sendiri seperti itu.
"Mas ih! Wajah aku enggak kayak bebek ya! Mas yang kayak gorila," ketus Arumi yang sangat sebal dengan perkataan suaminya itu.
"Heh apa kamu bilang? Coba sekali lagi kamu katakan?" ucap Alaska kembali emosi.
"Eh enggak Mas, Mas ganteng kok hehe," sahut Arumi karena takut dimarahi kembali oleh Alaska.
"Bagus, aku emang sangat tampan." Dengan pedenya Alaska mengakui dirinya itu tampan.
"Ganteng-genteng kok galak?" gumam Arumi pelan dan masih bisa didenger oleh Alaska.
"Apa kamu bilang?" Alaska mendekati Arumi yang masih memegang piring.
"Enggak Mas, itu ada kecoa lewat tadi," sangkal Arumi supaya suaminya tidak emosi.
"Jangan bohong kamu!" tegas Alaska yang memang tidak bisa untuk dibohongi.
"Iya Mas Alaska yang ganteng. Sini aku suapin lagi ya?" tawar Arumi dengan wajah yang sangat menggemaskan sehingga membuat Alaska menurut.
"Baiklah. Suapinnya yang bener jangan kayak tadi!" tegas Alaska yang hanya diangguki oleh Arumi.
"Ini, aaaa ...," ucap Arumi memberi instruksi untuk Alaska.
Hap!
Semua isi makanan di dalam sendok itu pun masuk ke dalam mulut Alaska. Dengan lahap Alaska menghabiskan makanan yang ada di dalam piring itu sampai meminta nambah. Arumi dengan sengaja memasukan makanan dari piringnya untuk dimakan oleh Alaska tanpa sepengetahuan darinya, karena sedari tadi Alaska makan hanya dengan menatap wajahnya, sehingga tidak melihat aksinya itu.
Lumayan untuk mengurangi porsi makannya yang sudah Alaska perintahkan.
Malam itu mereka habiskan dengen Arumi yang terus menyuapi Alaska, dilanjutkan Arumi yang hanya makan sendiri karena setelah Alaska kenyang, ia ditinggalkan sendirian di meja makan tanpa mengucapkan terimakasih dan pamitan.