NovelToon NovelToon
JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Dosen / Poligami / Mafia
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Withlove9897_1

kumpulan fic Jaewoo

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Honey Trouble Part 001

...****...

Jaehyun pikir, ingin bertanding di pertandingan final liga sepakbola di ajang piala dunia adalah sejuta kali lebih mudah daripada menghadapi istrinya yang kini sedang hamil anak pertama mereka.

Pada awalnya semua hal terasa cukup menggemaskan. Jungwoo menjadi sangat terobsesi pada kecap asin, memujanya bagaikan makanan para leluhur dan berkata bahwa kecap asin adalah penemuan paling luar biasa yang pernah ada dalam dunia kuliner.

Suatu malam, Jaehyun bahkan sempat mengalami serangan jantung kecil saat terbangun dan tidak mendapati sang istri tidur di sampingnya.

Kepanikan Jaehyun semakin menjadi-jadi ketika ia mendengar suara tak wajar dari arah dapur. Maka dengan langkah hati-hati ia mengambil tongkat baseball, berjalan mengendap-endap ke dapur bersiap melawan siapa saja yang membobol masuk ke rumah mereka.

Tapi nyatanya yang ia dapatkan justru istrinya tengah berjongkok di atas bangku tinggi menghadap counter dapur, menjilati kecap asin dari jari-jarinya.

Ya, berjongkok di atas kursi. Masih lengkap dengan piyama dan selimut yang dibawa dari kamar tidur mereka, menyelubunginya seperti jubah tebal.

"Sayang? Apa yang kau lakukan?"

Jungwoo mendongak padanya. Senyum sang istri begitu polos, cengiran yang menyebar dengan noda kecap di seputar mulutnya.

"Hai, kau bangun? Jaehyun, kau harus coba! Ini enak sekali!"

Detik itu Jaehyun bahkan tidak bisa memutuskan apa yang paling dominan menguasai hatinya. Perasaan lega atau justru kesal.

Maka sebagai suami yang baik hati, Jaehyun meletakkan tongkat baseballnya kembali, lalu berjalan ke arah Jungwoo dan menangkup wajah pemuda itu dengan kedua telapak tangannya.

Menjepitnya dengan gemas sebelum menciumi seluruh wajahnya tanpa ampun. Mengabaikan deru protes maupun tawa geli pemuda itu sepenuhnya, kemudian dalam satu gerak cepat ia membopong istrinya yang tengah hamil muda itu secara bridal style dan membawanya kembali ke kamar. Memeluknya posesif di atas kasur hangat mereka.

Lima menit kemudian, saat Jaehyun nyaris jatuh kembali dalam mimpi, ia merasakan sentuhan lembut jari-jari Jungwoo di rahangnya.

"Jaehyun...?"

Jaehyun menghembuskan napas, tanpa membuka matanya ia merapatkan pelukan dan bergumam.

"Mhmm..."

Jungwoo justru menusuk-nusuk pipi Jaehyun dengan jarinya.

"Jaehyun... Hei, Jaehyun..."

"Tidur, sayang."

Jungwoo masih menusuki pipinya.

"Buka matamu sebentar, aku mau bicara hal penting."

Jaehyun membuka mata dengan malas, tapi kali ini benar-benar mencoba memasang kepedulian lebih.

"Apa?"

"Kalau besok aku beli perusahaan produksi kecap asin , kau marah tidak?"

Jaehyun bersumpah bahwa ia mencintai Jungwoo setengah mati. Tapi tolong, ini benar-benar jam setengah tiga pagi!

****

Pada hari libur, mereka layaknya pasangan normal yang ingin menghabiskan waktu bersama.

Baik itu sengaja pergi keluar rumah dan berkencan layaknya remaja, ataupun sekadar berdiam diri di dalam rumah, bermalas-malasan di atas sofa sambil menonton tv. Tapi tentu saja, meski hanya di dalam rumah bukan berarti tidak bisa bermesraan seperti remaja, kan?

Jaehyun mencuri pandang ke arah istrinya yang masih bersandar malas di sebelahnya. Memeluk satu bantal sementara kepalanya terkulai ke sekitar lengan atas dan gelang bahu Jaehyun.

Mata Jungwoo lurus pada televisi, tapi tampaknya mulai bosan karena sejak lima belas menit yang lalu mata itu sama sekali tak menunjukkan gairah apapun.

Jaehyun tersenyum melihat adanya peluang bagus di tengah situasi ini.

Tanpa melakukan pergerakan yang bisa mengusik kenyamanan sang istri, Jaehyun menggerakkan kepalanya sedikit, menunduk kecil dan meninggalkan kecupan manis di kening Jungwoo.

Lalu Jaehyun mengulangi proses, mengecup lebih lama dan menjadi beruntun sampai ke pelipis dan rambutnya.

Saat Jungwoo tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan, Jaehyun mulai menyapukan ciumannya ke bagian-bagian lain.

Dari pelipis turun ke pipi, menuju telinga, kembali lagi ke pipi, bergerak sampai ke ujung dagu, lalu berakhir pada leher.

Mencium dengan lebih berani, melibatkan suara decak basah dan jilatan lidah dengan bertubi-tubi.

Jungwoo tertawa geli ketika Jaehyun menggelitik garis lehernya dengan ujung lidah.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kau terlihat bosan, jadi aku ingin membantu."

"Dengan menjilatiku?"

Jaehyun lalu beranjak dari leher ke daun telinga Jungwoo, mengigitnya gemas.

"Aku menggodamu, Sayang. Aku ingin mengusir kebosananmu dengan sesuatu yang lebih menyenangkan."

Jaehyun berhenti menciumi Jungwoo sejenak, menyentuh dagu sang istri dengan telunjuk dan ibu jarinya lalu membawanya hingga wajah mereka saling berhadapan dalam jarak yang begitu intim.

Sangat dekat hingga pucuk hidung saling bertabrakan dan napas bertukar satu sama lain.

Mata Jungwoo berbinar di bawah bayang-bayang bulu matanya yang panjang. Lekukan senyum terpesona di bibirnya yang penuh, juga rona merah muda di kedua pipinya. Jaehyun lagi-lagi menemukan dirinya jatuh cinta.

Tanpa membuang waktu lagi, Jaehyun maju untuk mencium sudut bibir Jungwoo. Kanan dan kiri secara bergantian dengan maksud menggodanya hingga Jungwoo mengeluarkan suara desahan tipis dan Jaehyun bisa merasakan jari-jari lentik sang istri menyusup ke dalam rambutnya.

"Jaehyun..."

"Hmm?"

Jungwoo menghela napas, lalu menahan kepala Jaehyun dan balas menciumnya.

Ciuman tepat di bibir. Menagih tak sabaran saat Jaehyun tertawa ke dalam mulutnya.

Jaehyun membalas, menikmati kelembutan bibir sang istri dengan setiap jengkal dedikasi yang ia miliki. Kedua tangannya ikut memanjakan pemuda itu dengan bergerayang ke bagian-bagian tubuh yang lain.

Namun belum sempat tangannya masuk ke pakaian Jungwoo, pemuda itu tiba-tiba mendorong dadanya menjauh. Agak kasar dan terlalu tiba-tiba hingga sukses membuat Jaehyun menatap tak mengerti.

Jungwoo terengah-engah menarik oksigen ke mulutnya.

"Tidak bisa." Ia mendorong Jaehyun mundur dan duduk kembali dengan tegak.

"Aku benar-benar tidak sanggup."

Jaehyun mengernyit, tapi buru-buru memasang wajah siaga dan menangkup pipi sang istri lembut, mencari matanya.

"Hey, hey... Sayang? Ada apa?"

Jungwoo balas menatapnya, matanya bergetar lengkap dengan selaput tipis air mata yang membuat hati Jaehyun mencelos.

"Maaf,... Aku benar-benar tidak kuat lagi berciuman selama itu. Napasku sesak."

Mata Jaehyun melebar, bibirnya merapal umpatan kecil sebelum tangannya bergerak dengan cepat memeluk sang istri dan membawanya ke dalam dekapan yang aman.

"Sayang... jangan minta maaf. Aku yang salah, aku terkadang lupa keadaanmu yang sekarang. Maafkan aku." Jaehyun menghujani kening sang istri dengan kecupan-kecupan menenangkan sementara tangannya mengelus punggung Jungwoo perlahan.

"K-Kau... tidak marah?"

Jaehyun melonggarkan pelukan agar bisa kembali menatap wajah istrinya. Memberi senyum kecil dan menggeleng.

"Marah? Untuk apa?" Lalu satu tangannya bergerak meraba perut Jungwoo, masih rata, tapi Jaehyun tahu ada kehidupan lain yang sedang mekar di sana.

"Aku justru akan marah pada diriku sendiri kalau tanpa sadar menyakiti kalian berdua hanya demi kepuasanku."

Jungwoo menatapnya penuh haru namum cemberut di saat bersamaan. Kedua tangannya kembali melingkari leher Jaehyun dan memeluk lebih dulu.

"Gombal." Pemuda itu berkata dengan nada ketus yang membuat Jaehyun geli.

"...mungkin kalau pelan-pelan tidak apa."

"Mm-hmm?"

Jungwoo makin erat memeluknya. "Aku juga menginginkanmu! Kau pikir aku tahan setelah menghadapi suami super atraktif, dan tampan, dan seksi, dan berotot, dan—Tsk, sudahlah! Ayo ke kamar!"

Suara tawa Jaehyun mengisi udara, ia menjawab.

***

Bagian dramanya dimulai dari sekarang.

"Berhenti menempeliku, Jung Jaehyun!"

Jaehyun mengusap rusuknya yang ngilu, baru saja mendapat sikutan telak yang membuatnya sempat sesak napas.

Dan sekarang, Jungwoo sudah memelototinya tajam, dipersenjatai bantal yang siap dilemparkan.

"Tapi aku suamimu." Jaehyun berusaha tidak membentak balik atau terbawa emosi.

Bagaimanapun, ini hampir pukul sebelas malam dan seharusnya mereka bisa tidur dengan damai.

"Aku memang harus tidur di sebelahmu, kan?"

Bantal sungguh dilempar telak, tapi puji syukur kepada insting tajam Jaehyun, dia berhasil menangkap sebelum menghantam wajahnya sendiri.

"Aku tidak mau kau tidur di dekatku!" Ledak Jungwoo.

"Kasur ini terlalu sempit untuk kita berdua, jadi menjauhlah dariku!"

"Sayang, kasur kita king size."

"Jangan mendebatku! Ku bilang sempit, ya sempit!"

Jungwoo melempar bantal lainnya, tapi lagi-lagi Jaehyun bisa menangkap dengan sempurna.

Dan rupanya Jungwoo menganggap ketangkasan Jaehyun seperti sebuah dosa besar karena setelah itu ia makin bernafsu untuk melemparkan semua bantal mereka ke wajah sang suami.

Menghujaninya dengan serangan bertubi-tubi yang sayangnya masih mampu Jaehyun atasi.

Saat pasokan bantal telah habis, Jungwoo memakai sebelah kakinya untuk menendang tungkai Jaehyun.

"Pergi sana, dasar menyebalkan! Pergi! Aku tidak mau tidur denganmu!"

Jaehyun berusaha tenang. "Sayang... aku mohon berhentilah mengamuk."

"AKU TIDAK MENGAMUK!" Sergah Jungwoo, jelas mengamuk.

"PERGI!"

Jaehyun yakin ia sempat membeku barang beberapa detik. Seumur hidupnya, ia tak pernah diteriaki sekeras itu.

Mendadak ia merasa bagai anak tiri bernasib malang. Sadar bahwa Jungwoo hanya akan bertambah emosi jika ia tidak mengalah,

Jaehyun akhirnya membuang napas berat. Menumpuk bantal-bantal dan turun dari kasur.

"Oke, aku pergi." Ia berhasil berkata, memijit pangkal hidungnya dan memaksakan senyum.

"Selamat tidur, Istriku."

Jaehyun berjalan keluar kamar dan menutup pintu dengan hati-hati lalu membuang napas panjang sambil memegangi dadanya.

Ya Tuhan... apa itu tadi?

Ia merasakan debar jantungnya berpacu tak normal di balik sangkar iganya. Bagaimana bisa istrinya jadi menyeramkan begitu?

Masih setengah syok, Jaehyun memaksakan tubuhnya berjalan gontai menuju sofa ruang tengah. Ia menatap nelangsa sofa panjang berbahan kulit sintesis itu sejenak sebelum membuang napas panjang.

"Oke, tidur di sofa untuk malam ini." Jaehyun tersenyum pasrah. Merapal doa semoga bahunya akan baik-baik saja besok pagi lalu mulai berbaring, berusaha menyamankan diri.

Jaehyun pasti sempat tertidur selama beberapa menit, kemudian terusik ketika mendengar pintu kamar terbuka.

Masih trauma karena omelan Jungwoo sebelumnya, Jaehyun memutuskan untuk pura-pura tertidur sambil berdoa semoga istrinya tidak mencekiknya.

"Bodoh."

Mendengar dari suaranya, Jaehyun yakin istrinya itu kini berdiri tepat di hadapannya.

"Lehermu bisa sakit kalau kau tidur seperti itu, tau." Suara Jungwoo melembut, selang beberapa detik kemudian Jaehyun bisa merasakan kepalanya diangkat perlahan oleh tangan sang istri, lalu Jungwoo menyelipkan bantal ke bawah kepalanya.

"Dan kau juga bisa masuk angin." Jaehyun merasakan Jungwoo menyelimutinya sampai ke dada, lalu membelai wajahnya hati-hati.

"Kenapa kau malah pergi? Dasar suami tidak peka, mana bisa aku tidur tanpamu."

Jaehyun tergoda untuk bangun dan berkata bahwa Jungwoo sendiri yang mengusirnya. Tapi ia memutuskan lebih sayang nyawa.

Lalu secara mengejutkan Jaehyun merasakan sofa sedikit melesak, dan kemudian sesuatu merapat ke tubuhnya.

Suara napas Jungwoo begitu dekat, dan tangan Jungwoo meninggalkan wajahnya, beranjak ke pinggangnya. Jungwoo berbaring di sampingnya, memeluknya.

"Selamat tidur, Suamiku."

***

Jaehyun selalu tahu bahwa Jungwoo punya tingkat simpati begitu tinggi yang diimbangi dengan kelembutan hatinya.

Jungwoo tidak segan menangis haru kerena orang lain. Bahkan membaca novel yang klise pun dia tetap menangis.

Tapi belakangan ini, Jaehyun merasa tingkat emosionalnya menjadi terlalu berlebihan dan dramatis.

"Ssshh, Sayang sudahlah jangan menangis lagi." Jaehyun berusaha menenangkan, mengusap punggung dan rambut sang istri yang sudah tiga puluh menit meraung di dadanya.

Kaus Jaehyun bahkan telah basah oleh air mata dan lendir, tapi rupanya Jungwoo tidak peduli.

Jungwoo terisak.

"Kasihan... Kasihan sekali..."

Setidaknya Jaehyun sudah mendengar kata-kata itu selama setengah jam penuh.

"Kasihan..."

"Aku tahu, tapi sekarang kau sudah cukup menangisinya."

Jungwoo makin histeris, merapal kata kasihan bertubi-tubi sampai Jaehyun merasa bagaikan mendengar robot.

Tidak ada yang salah dari merasa kasihan pada makhluk lain. Tapi masalahnya, apakah wajar jika istrimu belum juga berhenti mengangis setelah tiga puluh menit hanya karena melihat bangkai cicak terjepit di bawah meja?

***

"JUNG JAEHYUN!"

Jaehyun mengangkat wajahnya dari bukunya dengan segera. Seluruh sendinya berada dalam posisi siap sedia.

Belakangan, teriakan itu menjadi alarm paling ampuh untuk membuatnya berdiri tegak seperti Superman yang siap menolong seisi kota. Dan ya, Jaehyun akan langsung berlari meninggalkan apapun yang sedang dia kerjakan saat mendengar teriakan itu.

Jangankan hanya membaca buku, minggu lalu ia bahkan langsung lari keluar kamar mandi dengan shampo masih berbusa di atas kepala dan sikat gigi terjepit di mulutnya.

Dalam tiga detik Jaehyun sudah meluncur ke dapur, berdiri setegak papan. Ia mulai punya firasat bahwa tak lama lagi tubuhnya akan refleks memberi hormat militer dengan Jungwoo sebagai Jendralnya.

"Ya? Kenapa?"

Jungwoo menatapnya tajam, rahang terkatup kaku. Pemuda itu telah memutuskan untuk membuat ekspresinya menjadi lebih judes

"Kau tahu apa salahmu kali ini?"

Jaehyun tidak tahu. Tapi kalau ia menjawab tidak tahu, pasti ia akan dimarahi lagi. Kalau ia menjawab tahu, Jungwoo akan mencecarnya.

Kesimpulannya, ia akan tetap kena marah apapun yang terjadi. Jadi, dia hanya menggeleng sambil memasang wajah menyesal.

"JAWAB!"

"Siap! Tidak tahu!"

Jendral Jungwoo memandanginya dengan keji, lalu maju ke arahnya tanpa senyum secuilpun. Begitu jarak mereka hanya satu langkah, Jungwoo menyodorkan cangkir ke arah Jaehyun. Ada sisa kopi paginya di dalam cangkir.

"Inilah kesalahanmu, Jung Jaehyun. Kau tidak sadar?"

Jaehyun memandangi cangkir itu dengan heran. Masih tidak mengerti di sebelah mana kesalahannya. Cangkirnya tidak lecet sedikitpun! Dia bahkan ingat meletakkan tatakan di bawah cangkirnya agar tidak meninggalkan noda di meja dapur.

Jadi apa yang salah?

"Kau masih tidak tahu apa salahmu!?" Bentak Jungwoo.

"Jung Jaehyun, kau menyeduh kopi di cangkir ini! Padahal aku sengaja membeli cangkir ini untuk menyeduh COKELAT! Tapi kau malah memakainya untuk menyeduh KOPI!"

Jaehyun ingin sekali menjawab bahwa sejatinya cangkir memang dipakai untuk minuman. Terlepas dari jenis minuman apapun itu, ia lumayan yakin bahwa tidak akan mengubah fungsi dari cangkir itu sendiri. Tapi yah, lupakan saja. Bahkan saat dia tak mendebat sekalipun, istrinya itu akan tetap mengomel selama satu jam.

***

Jungwoo semakin sering muntah. Nyaris tidak bisa menelan apapun tanpa memuntahkannya kembali. Penciumannya juga menjadi lebih sensitif dan berdampak signifikan pada perubahan suasana hatinya.

Ia bisa mencium bau parfum wanita di jaket Jaehyun. Wanita yang sama sekali tidak Jaehyun kenal karena mereka hanya kebetulan bertemu di lift yang padat. Konyol, bagaimana bau parfum yang bahkan sama sekali tidak bisa ia cium itu nyaris menghilangkan nyawanya.

Jaehyun harus menelpon Doyoung sambil gemetar dan meminta bantuannya.

Ketika Doyoung menceritakan detail bahwa sepanjang hari ini ia selalu berada di sisi Jaehyun dan mengangkat sumpah bahwa Jaehyun sama sekali tidak melirik wanita manapun, barulah amarah Jungwoo mereda.

Jungwoo memeluk Jaehyun, menangis, meminta maaf, lalu muntah di baju Jaehyun.

Dan Jaehyun kembali mengundang masalah karena tanpa sadar mengeluarkan suara keluhan tipis saat melihat bajunya dipenuhi muntahan sang istri.

Kesalahan fatal yang membuat Jungwoo langsung menatapnya sakit hati lalu berlari ke kamar mandi dan membanting pintu.

Bagus sekali, Jung Jaehyun. Jenius! Sekarang sebaiknya kau mulai menggali tanah untuk makammu sendiri.

"Sayang," Panggil Jaehyun lembut dari balik pintu. Mengetuk dengan hati-hati dan memutuskan untuk tidak mencoba membuka pintu sebelum Jungwoo mengizinkannya.

"Sayang, maaf aku tidak sengaja."

Terdengar suara tangis. Jaehyun ingin sekali masuk dan memeluk istrinya. Ia tidak suka dengan gagasan membiarkan Jungwoo menangis sendirian di kamar mandi.

"Sayang, tolong maafkan aku."

Setelah beberapa isakan, juga badai kecemasan yang melanda, akhirnya Jungwoo menjawab.

"Kau tidak suka lagi padaku Jaehyun... Kau membenciku..."

Jaehyun langsung membuka pintu dan berjalan menghampiri istrinya yang sedang memeluk lutut di dalam bathtub kosong.

Hati Jaehyun diliputi kekalutan, ia benar-benar tidak tahu apa yang sebaiknya ia lakukan lebih dulu. Memeluknya istrinya? Membelai rambutnya? Bersumpah seperti di altar? Bersujud mohon ampunan? Pura-pura mati?

"Jangan mendekat!" Jungwoo mendesis tajam, sukses membuat Jaehyun terpaku di tempat. Tiga langkah berjarak dari bak mandi.

"Tidak perlu pura-pura baik seakan kau menyukaiku Jaehyun"

"Jungwoo, aku menyukaimu." Jaehyun bersumpah.

"Aku sangat menyukaimu. Aku mencintaimu. Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya berhenti mencintaimu. Aku tidak mau berhenti, demi cintaku padamu

aku rela disambar petir

10 kali asalkan tidak kena"

"Cih. Pembohong." Dengus Jungwoo sakit hati. Matanya basah karena air mata.

"Kau tidak suka padaku lagi. Kau membenciku, kan? Kau merasa jijik padaku dan kau ingin membuangku."

"Jungwoo,"

"Jangan mendekat!"

Jaehyun menelan ludah, berusaha bernapas dan mempertahankan

kontak mata dengan istrinya.

"Sayang, mana mungkin aku ingin membuangmu. Aku tidak akan bisa hidup tanpamu"

Jaehyun kembali berjalan perlahan, berharap kata-katanya mampu meluluhkan hati sang istri.

Namun diluar dugaan Jungwoo bergerak lebih cepat, meraih sikat gigi dan menodongkannya tepat ke wajah Jaehyun bagaikan tongkat sihir.

"Jangan dekati aku, Jung Jaehyun."

Jaehyun angkat tangan. Ia tahu sikat gigi tidak bisa mentransfer ilmu sihir, tapi sikap tubuh Jungwoo yang kini meniru sempurna adegan Harry Potter itu membuatnya cukup resah.

"Jungwoo—"

"Expexto Patronum!"

"Sayang—"

"Expelliarmus!"

Setidaknya, istrinya tidak menyihirnya dengan mantra kematian Avada Kedavra.

Lanjut....?

Jangan jadi reader toxic, tinggalin jejak, silent reader deserve blocked🤓🤓🫵👎🖕

1
🌸 Airyein 🌸
Buset bang 😭
🌸 Airyein 🌸
Heleh nanti juga kau suka. Banyak pula cerita kau woo
🌸 Airyein 🌸
Bisa bisanya aku ketinggalan notif ini
Novita Handriyani
masak iya tiap kali selesai baca harus ninggalin jejak, Thor. saya hadir ✋️
Novita Handriyani
ngga suka cerita sedih
Novita Handriyani
kayaknya pernah baca nih cerita
kebikusi
astaga cerita ini mau dibaca berapa kali kok tetep bikin berkaca-kaca ya, untung banget punya otak pikunan jadi setiap baca selalu ngerasa kaya buat yang pertama kalinya.. NANGIS
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!