Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
"Sayang, hubungan kalian saat masa SMA dekat sekali ya?" lontar Narendra setelah duduk di samping sang istri.
"Maksud kamu Galang yang?" tanya Aruna memastikan, sembari menatap lekat laki-laki yang telah memenangkan hatinya itu.
Karena tebakan Aruna benar, Narendra hanya menjawabnya dengan anggukan kepala saja.
Aruna yang mengetahui kecemburuan sang suami pun tersenyum, "Kamu cemburu yang?"
"Nggak lah!" elak Narendra yang langsung memalingkan wajahnya.
"Ngapain juga aku cemburu sama dia, nggak ada gunanya!" sambung Narendra lagi sembari menekankan kata-katanya.
"Hahaha! Jujur aja sayang, kamu pasti cemburu kan?" lontar Aruna lagi, semakin bahagia melihat tingkah laku sang suami.
"Enggak sayang! Aku hanya penasaran aja!" tegas Narendra, yang kembali menatap sang istri agar percaya.
Aruna pun menahan tawa dan rasa bahagianya itu, laki-laki memang sulit jika disuruh mengakui perasaannya secara langsung. Padahal keduanya sudahlah menjadi sepasang suami istri.
"Iya deh yang nggak cemburu," ucap Aruna pada akhirnya.
Narendra menatap tepat pada manik mata Aruna, lalu menggenggam kedua tangan sang istri dengan erat, "Aku percaya sama kamu sayang! Aku juga nggak akan cemburu nggak jelas pada sahabat kamu itu! Lagi pula dia itu pacar Diandra, nggak seharusnya aku cemburu sama dia,"
"Terima kasih sayang, kamu sudah percaya sama aku," ujar Aruna yang langsung memeluk sang suami.
"Nggak usah bilang seperti itu sayang, kepercayaan memang penting untuk suatu hubungan," jawab Narendra sembari membalas pelukan sang istri.
"Iya sayang, aku akan selalu percaya sama kamu. Aku harap kamu juga nggak akan pernah merusak kepercayaan yang aku berikan," ucap Aruna.
"Tidak akan pernah sayang." Jawab Narendra dengan yakinnya.
Mereka berdua meluapkan kasih sayang masing-masing dengan cara berpelukan satu sama lain. Sampai pada akhirnya Aruna yang lelah, terlebih dahulu melepaskan pelukan tersebut.
"Mau jalan-jalan?" tawar Narendra.
Mata Aruna langsung berbinar ketika mendapatkan tawaran seperti itu, "Boleh?"
"Boleh sayang! Boleh banget!" seru Narendra sembari tersenyum.
"Aku ganti baju dulu ya?" lontar Aruna dengan senyuman yang selalu mengembang di wajahnya.
"Iya sayang."
Aruna bangkit dari duduknya, lalu bergegas menuju ke depan lemari untuk mengambil pakaian gantinya. Dan setelah mendapatkannya, ia pun segera pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Sedangkan Narendra sendiri tidak berganti pakaian. Dirinya hanya mengambil kunci mobil dan dompetnya yang berada di atas nakas samping tempat tidur, lalu menunggu sang istri di sofa yang ada di dalam kamarnya.
.
Lima menit kemudian, Aruna sudah keluar dari dalam kamar mandi menggunakan pakaian yang ia ambil tadi. Dia terlebih dahulu mengambil tasnya, setelah itu barulah menghampiri Narendra yang sedang menunggunya.
"Kita izin mama dulu?" tanya Aruna begitu berdiri di samping sang suami.
"Nggak usah," jawab Narendra seraya berdiri.
"Nanti kalo dia nyariin kita gimana?" lontar Aruna lagi, sengaja ingin menggoda sang suami.
Narendra yang mendengar celotehan sang istri pun menatapnya dengan sinis, "Kamu mau izin sama mama atau ketemu teman lamamu?"
"Hahaha..." Aruna tertawa puas ketika melihat perubahan ekspresi wajah Narendra.
Aruna pun langsung merangkul lengannya, "Nggak sayang, ayo kita langsung pergi!"
"Hmmm..."
Narendra yang sedikit merajuk hanya berdeham saja. Namun dirinya tetap berjalan keluar kamar, mengikuti sang istri yang memang menarik tangannya mengajak keluar.
Keduanya keluar rumah begitu saja, tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Maya. Sebenarnya Aruna merasa tak enak, namun ia juga tidak ingin membuat Narendra marah. Biarlah nanti Maya memarahinya, yang penting sang suami tidak marah dan selalu ada di sampingnya.
.
Ketika mobil Narendra melintas di pusat kota, Aruna tidak sengaja melihat keberadaan Kania dan Danu yang sedang menikmati makanan di pedagang kaki lima.
"Sayang, itu bukannya Kania sama Danu ya?" lontar Aruna sembari menunjuk ke arah samping salah satu pedagang kaki lima yang berjejer di tepi jalan.
Narendra yang penasaran pun memperlambat laju mobilnya, lalu menatap ke arah yang ditunjuk oleh sang istri, "Iya sayang, itu mereka berdua,"
"Gimana kalo kita gabung mereka aja?" tawar Aruna yang beralih menatap Narendra.
"Boleh sayang, aku cari parkiran mobil dulu ya," ujar Narendra dengan lembut.
"Iya sayang." Jawab Aruna.
Narendra sedikit celingukan, mencari tempat parkir yang aman. Ia juga tidak akan malu untuk makan di tempat seperti itu, walaupun dirinya seorang CEO perusahaan terkenal.
Selesai memarkirkan mobilnya, Narendra dan Aruna bergegas menghampiri Kania dan Danu yang terlihat baru saja selesai makan.
"Lupa sama temen ya sekarang?!" lontar Narendra saat sampai di samping tempat Kania dan Danu duduk.
Sontak saja keduanya menoleh ke arah sumber suara. Wajah mereka biasa saja, tanpa keterkejutan sama sekali.
"Gue kira kalian nggak ada waktu. Kalo tau, udah gue ajak dari tadi," ujar Danu dengan santai.
"Iya, mau ajak takut ganggu pengantin baru," timpal Kania, sembari melirik dan menaik turunkan alisnya ketika Aruna juga sedang menatapnya.
"Kita berdua juga butuh jalan-jalan! Suntuk di rumah terus!" cetus Narendra.
"Kamu duduk dulu aja ya sayang, biar aku pesan minum," ucap Aruna, sembari mengusap lengan Narendra dengan lembut.
"Iya sayang." Jawab Narendra sembari tersenyum manis ke arah sang istri.
Setelah Aruna pergi ke arah penjual yang sedang sibuk melayani pelanggannya, Narendra duduk di tikar yang sama dengan Kania dan Danu. Ya mereka memang lebih suka duduk di bawah, daripada di kursi.
"Kalian udah dari tadi?" tanya Narendra berbasa-basi.
"Nggak, baru setengah jam yang lalu," jawab Danu setelah meminum minumannya.
"Kita nongkrong di sini dulu ya? Gue males pulang ke rumah!" seru Narendra, sembari memposisikan duduknya agar senyaman mungkin duduk di sana.
"Tumben banget Ren, ada masalah sama nyokap?" tanga Danu mulai penasaran.
"Ck! Nyokap gue udah meninggal!" tegas Narendra, tak suka dengan perkataan sang sahabat.
"Hahaha! Sorry Ren, becanda," ucap Danu sedikit ketakutan.
"Hmm..." Narendra hanya berdehem saja, lalu beralih menatap ke arah Kania.
"Hubungan Aruna sama Galang dulu dekat?" tanyanya yang ternyata masih penasaran.
"Jangan bilang lo cemburu?" tebak Kania dengan cepat.
"Ck! Gue cuma tanya doang!" elak Narendra, namun perlakuannya saat ini memang seperti remaja yang sedang cemburu.
"Kalo cemburu bilang bro!" seru Danu meledek sang sahabat.
"Nggak-,"
"Cemburu apa?" lontar Aruna yang tiba-tiba saja sudah kembali.
Seketika itu juga Narendra kebingungan ingin menjelaskan apa, "Nggak ada sayang,"
"Ni, ada apa?" tanya Aruna pada sang sahabat.
"Ini loh Na-,"
Belum sempat Kania menjelaskan, Narendra terlebih dahulu memotong pembicaraannya, "Diam Ni!"
"Lo yang diam bro! Aruna tanyanya sama pacar gue, bukan sama lo," Danu membela Aruna, sekaligus ingin meledek sang sahabat.
"Iya sayang, kamu diam aja!" tegas Aruna.
"Ck!" Narendra hanya bisa berdecak, ketika Aruna yang sudah angkat bicara.
"Jadi, ada apa Ni?" Aruna mengulang pertanyannya.
"Gini loh Na, suami lo tanya tentang lo sama Galang. Dulu kalian berdua dekat atau nggak," jelas Kania apa adanya.
"Hahaha! Cemburu tuh Na!" Danu tak bisa mengontrol tawanya.
Sebenarnya Aruna merasa senang karena rasa cemburu sang suami. Namun ia menunjukkan wajah kecewanya, ketika menatap ke arah Narendra.
"Kamu nggak percaya sama aku?" tanya Aruna dengan nada yang dibuat seperti sedang kecewa.
"Nggak sayang, bukan begitu," Narendra pun bingung ingin menjelaskan apa.
"Bilang aja kalo kamu memang nggak pernah percaya sama aku! Omongan tadi cuma biar aku tenang aja kan?" lontar Aruna lagi, mengubah ekspresi wajahnya sekecewa mungkin.
Sedangkan Kania dan Danu hanya bisa terus tertawa, melihat tingkah laku keduanya.
"Aku percaya sama kamu sayang, aku cuma penasaran aja," Narendra menggenggam tangan Aruna dengan erat.
"Aku udah ceritain semuanya sama kamu Narendra Mahardika!!!" tegas Aruna.
"Iya sayang, aku-,"
"Diam aja deh! Percuma kamu jelasin, kalo kamu memang nggak pernah percaya sama aku!" dengan cepat Aruna langsung memotong pembicaraan Narendra.
"Hahaha! Mampus lo Ren!" Danu terlihat begitu bahagia melihat sang sahabat yang menderita.
"Hahaha! Mereka berdua memang nggak dekat Ren. Hanya sebatas teman sekelas aja, nggak lebih." Walaupun tertawa, Kania tetap menjelaskannya.
Narendra dibuat terdiam dengan perkataan Kania. Memang sesuai apa yang dijelaskan oleh sang istri, namun rasa ingin tahunnya yang terus ada sebelum mendapatkan jawaban dari orang lain.
"Tuh dengar!" seru Aruna.
"Iya sayang iya," jawab Narendra pasrah.
"Hahaha..."
Kania dan Danu kembali tertawa ketika melihat Narendra yang takut kepada Aruna. Walaupun maksud Aruna hanya ingin mengerjai sang suami, namun sepertinya Narendra benar-benar ketakutan.
Mereka berempat kembali melontarkan candaan, kadang juga saling cerita masalah hidup satu sama lain.