Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nganter-nganter
"Aku lebih tahu tentang Atun! Enggak usah diinget-inget lagi sekalipun itu cuma ingusnya." sahut Abdul tak suka istrinya di puji laki-laki lain.
"Bercanda kali Dul." Ajeng ikut menyahuti adik iparnya yang terlihat kesal kepada suaminya itu.
Ammar tersenyum sambil menggeleng kecil. Dia tahu adik iparnya itu sedang cemburu. Ia memilih diam, apalagi lengannya sudah digandeng Ajeng begitu erat.
Sedangkan Rara, ia menatap kedua pasangan yang terlihat kompak itu dengan sangat penasaran. Wanita yang sejak tadi duduk mendampingi ibunya itu menghampiri Atun dan Ajeng.
"Ku pikir kamu enggak dateng?" ucap Rara kepada adik bungsunya yang sedang dirangkul Abdul.
"Tentu saja kami datang." jawab Abdul mewakili istrinya.
Rara mengangguk pelan, ia enggan berkata-kata lagi setelah melihat penampilan Abdul yang ngganteng dengan batik modern membalut tubuh tegapnya. Ya, walaupun sekarang ini ada Bima sebagai suaminya. Tentu saja ketika melihat Abdul akan berbeda suasana hatinya.
"Ra, kamu bereskan ruangan ini seperti semula!" teriak Mak Rodiah sambil memijat kepalanya, sekilas perempuan paruh baya itu menatap tak suka kepada Atun.
"Iya Mak." jawab Rara sambil menatap emak Rodiah masuk kedalam kamarnya.
"Dul, kamu bantuin aku angkat meja ya." pinta Rara menunjuk meja kayu yang sempat di singkirkan tadi sore, agar ruang tamu itu terlihat lebih luas.
Abdul mengangguk. "Dek, kamu duduk dulu ya." pintanya kepada Atun, melirik kursi kayu di sudut ruangan.
"Dah lah, Atun tidak akan hilang!" kesal Rara.
Abdul dan Rara mulai mengangkat meja kayu tersebut dan mengembalikan ke posisi semula, yaitu di sisi kiri ruang tamu.
"Sekalian saja kursinya ya Dul!" pinta Rara lagi, tentulah Abdul tidak menolak demi menghargai Atun istrinya, ia tak masalah bantu-bantu sedikit di rumah mertua.
"Jadi ingat waktu SMA, kita sering menyusun bangku kayu ketika piket hari Senin." ucap Rara tiba-tiba membuat Abdul menoleh heran kepada kakak iparnya. Rara tertawa.
"Iya." Abdul tersenyum sedikit, dia berpikir jika Rara sudah menerima dirinya dengan baik, sebagai suami Atun."Mungkin hubungan Rara dan Atun akan membaik." gumamnya dalam hati.
Namun tiba-tiba Bima merebut kursi kayu yang di pegang Abdul. "Biar aku saja."
Abdul menautkan alisnya, tentu saja ia akan menyerahkan kursi kayu tersebut kepada Bima. Abdul tersenyum sinis menatap pria plontos itu, ia ingat betul bagaimana malam itu mereka bertengkar di kamar Atun. Bahkan bibir pria itu masih memiliki bekas luka karena di tusuk Atun.
"Ada apa Mas?" sengaja Rara menanyai pria botak yang terlihat emosi itu.
"Tidak apa-apa." jawab Bima, ia segera meletakkan kursi kayu tersebut di dekat meja. Matanya melirik Rara yang terlihat salah tingkah ketika ada Abdul di dekatnya.
Pria berkepala botak itu pula menatap tak suka kepada Abdul. Lalu menarik Rara masuk kedalam kamar mereka.
"Dek, ayo kita pulang." ajak Abdul, sudah tak nyaman dengan keadaan yang mulai memanas. Entah itu antara Ajeng dan suaminya, Rara, Bima ataupun emak Rodiah, ia tahu sebentar lagi perang akan meledak.
"Iya Mas." Atun menurut saja, ia segera berpamitan dengan Ajeng, dan hanya menitip salam kepada emak.
"Apakah mereka akan akur tinggal dalam satu rumah?" ucap Atun tiba-tiba, setelah beberapa saat berjalan dan saling berdiam.
"Entahlah Dek, yang penting kita tidak ikutan." kata Abdul sedikit terkekeh. Mereka hanya mengobrol sedikit-sedikit, Atun masih memikirkan kedua kakaknya juga emaknya.
...***...
Pagi harinya, Atun kembali pada aktivitas seperti biasa. Setelah membereskan semua tugas di rumahnya, ia akan berpamitan kepada Abdul untuk mengupas bawang di rumah Marina untuk mengisi waktu senggang, begitu kata Atun.
"Dek, hari ini mending di rumah saja ya." bujuk Abdul kepada Atun, pria itu memeluk Atun dengan begitu mesranya.
"Ndak lama Mas, kemarin itu aku sudah janji sama Marina akan membantunya mengantarkan bawang ke pada tukang bakso karena orang yang biasanya mengantar bawang itu lagi ada urusan penting katanya." jelas Atun.
"Mas bantuin ya, biar cepat?" bujuk Abdul lagi.
"Nggak usah la Mas, tidak enak sama Marina. Lagipula tempatnya tidak jauh. Nanti aku dan Marina naik motor saja." jelas Atun lagi, hingga akhirnya Abdul menyerah.
Pria itu melepas kepergian Atun dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mana kerjaan belum dapat!" gumamnya sendiri.
Sedangkan di rumah Marina, gadis itu tampak sibuk dengan kardus-kardus berisi bawang merah yang sudah bersih. Ia menata rapi kardus tersebut di dalam mobil milik keluarganya.
"Lho, bukannya kita naik motor saja Mar?" tanya Atun yang baru saja tiba.
"Tadinya iya, tapi Mbak Arini juga mau pergi jadi sekalian aja kita nebeng. Lagian muat banyak biar pesenan tidak menumpuk." jawab Marina.
"Oh, okelah kalau begitu." Atun ikut menatap kardus berisi bawang tersebut.
"Ayuk lah, kita berangkat!" ajak Arini yang baru saja keluar dengan menentang tas di tangannya.
Atun sempat bingung, ia teringat suaminya yang ada di rumah. Padahal sudah janji pulang cepat, tapi sepertinya tidak bisa. Ia mendesah berat, namun tetap naik ke dalam mobil.
"Mbak cuma menemani mengantarkan saja. Nanti pulangnya bisa sendiri kan?" ucap Arini kepada Atun dan Marina.
"Iya Mbak." Atun mengangguk.
Hanya beberapa saat saja, mobil mereka sudah memasuki pasar. Satu persatu kardus yang ada di dalam mobil sudah berpindah kepada pemiliknya yang merupakan pedagang kaki lima ataupun warung nasi. Hanya tinggal satu lagi dan itu sudah di pegang Marina.
"Hanya tinggal satu lagi, kalian bisa kan antar sendiri?" tanya Arini.
"Bisa lah Mbak." sahut Marina, tentulah ia menjawab dengan kesal karena letak pedagang yang satu ini lumayan jauh.
"Nanti pulang naik ojek saja." ucap Arini lagi sebelum akhirnya melaju pergi.
"Iya!" jawab Marina lagi.
"Ayok lah Mar, sekalian kita jalan-jalan." ajak Atun menyemangati sahabatnya itu.
"Jalan-jalan gundulmu! Jalan-jalan bawa kardus berisi bawang yang baunya kecium sampai kesini dan kesana, mana asyik rek?" kesalnya dengan bibir mengerucut.
"Mana ada baunya Mar." kata Atun.
"Emang hidungmu tidak menciumnya? Bau ketek gitu loh!"
Kening Atun berkerut mendengar ungkapan Marina. "Ketekmu kali Mar? Enggak mandi dari kemarin." kesalnya.
"Enak aja, aku mah pakai deodoran. Kamu kali, enggak mandi setelah pertempuran semalam." Marina terkekeh geli.
"Ish, ini aja aku bau shampo dan minyak wangi rek!" Atun mencebik.
Marina masih saja tertawa hingga tidak terasa mereka sudah sampai di ujung desa.
"Itu dia gerobak baksonya." tunjuk Atun pada gerobak bakso di depan mereka.
"Iya rek." Marina segera memberikan kardus bawang itu kepada pria bertopi penjual bakso.
"Ini kok sepi banget ya?" tanya Atun melihat sekeliling kampung ujung itu dengan heran.
"Namanya juga kampung ujung Tun, tapi di sini itu penghuninya hampir semuanya orang kaya." jelas Marina, mereka mengamati rumah-rumah besar nan mewah yang sudah berdiri kokoh di sana.
"Tuh, mobil mereka saja sampai berjejer Tun!" seru Marina menatap kagum dengan rumah dan penghuni kompleks tersebut.
"Iya Rek." Atun ikut mengamati rumah-rumah di sekeliling jalanan. Sampai akhir mata kedua gadis muda tersebut berhenti pada sebuah papan yang bertuliskan 'lowongan pekerjaan'
"Tun? Itu ada yang butuh sopir Rek!" Marina menujuk pagar bertulisan tersebut.
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )