Nadia melihat secara langsung perselingkuhan sang suami. Dan di antara keterpurukannya, dia tetap coba untuk berpikir waras.
Sebelum mengajukan gugatan cerai, Nadia mengambil semua haknya, harta dan anak semata wayangnya, Zayn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Bab 9
Pagi datang.
Hari itu Nadia hanya menyajikan menu sederhana di atas meja, sementara daging yang dia masak disimpannya di tempat lain. hanya untuk bekal Zayn dan bekalnya sendiri.
Aslan menatap tak suka pada semua hidangan yang tersaji di atas meja makan itu, sedikitpun dia tidak berselera untuk menyantapnya.
Pria itu malah menatap penuh amarah kepada sang istri, bagaimana bisa dia yang bekerja di rumah ini malah hanya diberi makan dengan menu sederhana.
"Nad, kamu yakin menyajikan semua makanan itu untukku?" tanya Aslan, dia masih berdiri dan melenggangkan salah satu tangannya di pinggang. tidak sudi untuk duduk di meja makan, jika makanannya hanya sayur.
"Kalau mau makan silakan kalau tidak ya sudah, aku harus segera pergi ke kantor, naik Bus, jadi perginya harus lebih cepat daripada kamu," balas Nadia.
Karena Aslan pergi menggunakan mobil. Jawaban yang membuat Aslan baru ingat jika Nadia saat ini mulai bekerja di peruaahaan yang sama dengannya. Wajar saja jika pagi ini Nadia terlihat cukup cantik.
"Bukannya aku sudah bilang, jangan bekerja disana, kalau kamu mau kerja cari tempat lain."
Biar kamu bisa leluasa dengan selingkuhan mu? menjijiikkan.
Nadia yang sedang mencuci peralatan dapur seketika menghentikan kerjanya, membalas tatapan Aslan.
"Tenang saja, disana kita tidak saling mengenal," balas Nadia.
Tanpa peduli dengan tatapan Aslan dia kembali menyelesaikan urusan rumah.
Lalu buru-buru pergi ke kantor. Motornya tidak bisa dia bawa, untuk akses bik narti kulu kilir mengantar dan menjemput Zayn sekolah. Atau jika tiba-tiba Zayn ingin pergi ke taman.
Hampir jam 8 Nadia baru tiba di perusahaan.
Sedikit berlari masuk namun kemudian tatapannya teralihkan pada sebuah mobil yang terparkir di depan pintu lobby.
Mobil yang penyok seperti habis ditabrak dari belakang.
Matanya menyipit menatap aneh, tapi tidak sempat berpikir jauh. Dia sudah takut terlambat.
Jadi masuk begitu saja, sedikit berlari dan menuju ruangannya di lantai 2.
"Dingin," ucap Nadia setelah duduk, AC di ruangan ini membuatnya sejuk.
"Tumben baru dateng, kemarin-kemarin jam setengah 8 sudah datang," ucap Devi. Meja mereka bersebelahan, hanya di batasi kaca buram setinggi dadda. Kalau mereka berdiri bisa saling melihat.
"Bus pertama kelewat, jadi naik bus kedua."
"Oalah, rumah mu di daerah mana?"
"Angrek putih."
"Oh, aku di Cempaka putih, jauh."
Mereka berdua cengir-cengir.
"Eh, itu di depan mobil siapa? seperti habis kecelakaan?" tanya Nadia, baru ingat tentang mobil itu. Takutnya milik salah satu karyawan, bisa jadi mengalami keadaan parah.
"Itu mobil Tuan Steve, minggu lalu ada pemotor yang menabrak mobilnya, nah sekarang dia mau cari pelaku itu."
Nadia mendelik, karena seketika ingat kecelakaan yang dialaminya, ingat ucapan tuan Steve yang mengatakan wajahnya tidak asing.
Deg! seketika jantung Nadia berdegup. mulai terpikir tentang kemungkinan-kemungkinan.
Bagaimana jika memang benar mobil yang dia tabrak waktu itu adalah mobil sang dirut.
Astaga.
"Nad, kenapa wajah mu jadi takut begitu?"
Pertanyaan Devi membuat Nadia tersadar, dia menggeleng dengan ragu.
"Ti-tidak apa-apa Dev," balasnya dengan takut-takut.
"Kalau ganti rugi mobil rusak seperti itu biayanya berapa Dev?" tanya Nadia lagi.
"Mahal, itu kan mobil mewah, bisa sampai puluhan juta."
Deg!
Matti aku. Batin Nadia.