Pada suatu masa dunia game menjadi rumah kedua bagi semua orang. Game bernama Another Life telah mengubah tatanan dunia menjadi di ambang kehancuran. Bidang perekonomian mengalami dampak terburuk. Banyak pabrik mengalami gulung tikar hingga membuat sembilan puluh persen produksi berbagai macam komoditas dunia berhenti.
Namun dibalik efek negatif tersebut, muncul banyak keluarga besar yang menjadi pondasi baru di tengah terpuruknya kehidupan. Mereka mengambil alih pabrik-pabrik dan memaksa roda perekonomian untuk kembali berputar.
Alex yang menjadi salah satu keturunan dari keluarga tersebut berniat untuk tidak mengikuti sepak terjang keluarganya yang telah banyak berperan penting dalam kehidupan di dunia Another Life. Alex ingin lepas dari nama besar keluarganya demi menikmati game dengan penuh kebebasan.
Namun kenyataan tidak seindah harapan. Kebebasan yang didambakan Alex ternyata membawa dirinya pada sebuah tanggung jawab besar yang dapat menentukan nasib seluruh isi planet.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putra Utra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Batu Misterius
Walau tersembunyi dan terisolasi dari dunia luar, geliat perekonomian Desa Lologo cukup berkembang. Banyak tempat usaha didirikan di tempat ini. Mulai dari toko-toko keperluan para petualang, rumah makan, hingga tempat pelatihan. Semua terlihat mengesankan dan ramai dikunjungi pelanggan.
Semakin dalam memasuki desa, kekaguman Alex pada Desa Lologo meningkat hingga ke titik tertinggi. Selain bangunan dan jalanan yang tertata rapi layaknya sebuah area perumahan elite, keramahan menempel lekat pada seluruh penghuninya. Semua yang menyadari keberadaan Alex akan langsung tersenyum dan sedikit membungkukan badan sebagai sikap hormat mereka.
"Tuan Asakori, apa mereka selalu seperti ini?" tanya Alex tiba-tiba. "Maksudku apa mereka akan selalu ramah pada semua pendatang sepertiku? Bukannya aku tidak suka. Hanya saja aku takut mereka salah mengartikan kedatanganku."
Asakori terkekeh singkat. "Tidak ada yang salah dengan sikap mereka, Tuan Muda. Mereka bersikap seperti itu karena terlalu lama menyimpan sebuah harapan."
"Harapan? Aku tidak mengerti maksud anda, Tuan Asakori!" pernyataan Asakori cukup membingungkan Alex sekaligus membuatnya penasaran. Bahkan dia segera menatap lekat sosok di sebelahnya itu dan menajamkan pendengaran agar setiap kata yang meluncur dari mulutnya dapat segera dipahami.
Harapan merupakan sebuah keinginan yang sangat didambakan oleh siapa saja pemiliknya. Namun disaat yang sama, harapan hanya akan menjadi sebuah onggokan angan yang entah apakah bisa menjadi kenyataan atau tidak. Dari sikap yang diperlihatkan, Alex yakin jika apa yang diharapkan oleh seluruh penduduk Desa Lologo pasti sangat berhubungan dengan keberadaan lokasi desa mereka yang tersembunyi dari dunia luar.
Bukannya langsung menjawab, Asakori malah semakin melebarkan senyuman, seolah respon Alex tak ayal seperti anak kecil yang sangat penasaran pada sebuah cerita legenda. "Singkatnya, mereka hanya merindukan seseorang yang sanggup mengembalikan kehidupan dunia ini seperti semula."
"Hah! Bukankah--itu--seperti--"
Alex tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Menurut Alex harapan yang bercokol di benak setiap penduduk desa bukan sesuatu yang mudah dilakukan seperti membalikan tangan, melainkan sesuatu yang memerlukan perjuangan keras dan panjang, serta membutuhkan banyak pengorbanan. Oleh sebab itu, dari pengakuan Asakori dan tingkah penduduk desa, Alex yakin jika kedatangannya di tempat ini secara otomatis menjadikan dirinya sebagai salah satu kandidat sosok yang selama ini menjadi harapan seluruh penduduk desa.
Senyum Asakori meredup, berganti sungkan dan canggung saat melihat ketakutan dan kekhawatiran menggurat di sekujur wajah Alex. "Itu hanya harapan, Tuan Muda. Jadi jangan dipikirkan. Jika anda mau, saya bisa menceritakan semua detailnya pada anda. Saya yakin setelah anda mendengar apa yang pernah terjadi di tanah ini pasti anda akan merasa tidak pernah berhubungan dengan semua harapan penduduk desa. Bagaimana? Apa anda ingin mendengarnya?"
Sejenak, Alex menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan untuk menjernihkan pikiran. "Baik. Sepertinya aku harus mendengarnya agar merasa lebih tenang kedepannya."
"Tapi sebelumnya saya minta maaf Tuan Muda. Sepertinya saya tidak bisa bercerita sekarang karena harus melapor pada Kepala Desa." Asakori merekahkan senyum canggung. "Saya benar-benar minta maaf, Tuan Muda."
"Tidak masalah." balas Alex datar dan sopan.
"Terima kasih atas pengertiannya, Tuan Muda."
"Kalau begitu apa anda bisa memberitahu dimana lokasi bunga mawar pelangi? Karena sepertinya anda sedang terburu-buru, bukankah akan lebih baik jika aku kesana sendiri. Aku rasa itu akan lebih efisien."
"Ah--baiklah! Saya rasa juga seperti itu. Anda pasti juga memiliki hal penting lain yang harus anda selesaikan di dunia anda, bukan? Ya. Saya bisa memahaminya, Tuan Muda."
Dahi dan alis Alex mengernyit. Pernyataan Asakori barusan cukup mengejutkan bagi Alex. Selama beberapa saat remaja bertubuh atletis itu mengamati Asakori lekat-lekat, memastikan apakah ada yang salah dengan sosok di hadapannya itu. Lalu Alex beralih memperhatikan penduduk desa di sekitarnya. Sejauh apa yang dapat dilihat Alex, tidak ada secuil kejanggalan atau keanehan yang mereka tunjukan. Semua tampak wajar.
"Apa ini hanya perasaanku saja?" Tanya Alex pada dirinya sendiri.
Setahu Alex semua penduduk pribumi atau NPC di dunia Another Life menyebut para pemain sebagai pendatang. Hanya sebatas itu yang diketahui dan dipahami oleh mereka. Namun, mendengar pernyataan Asakori yang menyebut Alex memiliki kepentingan di dunianya sendiri membuat kecurigaan tersendiri bagi Alex.
"Pasti karena AI game ini." celetuk Alex pelan, berusaha berpikir realistis.
"Maaf! Tuan muda bicara apa?"
"Ah! Tidak! Aku hanya bicara sendiri."
"Oh. Baiklah!" Asakori menanggapi dan tidak menuntut penjelasan lebih. Langkahnya tiba-tiba berhenti saat berada di sebuah perempatan jalan. "Habitat bunga mawar pelangi ada di ujung jalan ini, Tuan Muda." lanjut Asakori seraya menunjuk belokan jalan ke kiri.
"Terima kasih Tuan Asakori! Saya akan langsung ke sana."
"Anda bisa memetik sebanyak yang anda mau, Tuan Muda. Bahkan anda bisa mengambil semuanya."
"Benarkah?"
Asakori mengangguk. "Jika anda sudah selesai, datanglah ke rumah kepala desa untuk menemui saya. Saya akan memberi anda benda yang bisa membuat anda dikenali kabut pelindung di luar desa."
"Baik. Saya akan segera menemui anda setelah ini."
Dengan langkah cepat, Alex menyusuri jalan yang ditunjuk Asakori. Hanya membutuhkan waktu kurang dari sepuluh menit bagi Alex untuk sampai di ujung jalan.
"Padang rumput?"
Sekilas, pandangan Alex memindai sebuah cekungan gua seluas setengah lapangan sepak bola di ujung langkahnya. Hamparan padang rumput menjadi pemandangan utama tempat ini. Di antara dominasi warna hijau di seluruh lantainya, bunga mawar pelangi tumbuh subur di sana. Warnanya terlihat sangat mencolok dan jumlahnya ribuan. Seketika merekahkan senyuman di bibir pemuda bertubuh atletis itu.
"Ini yang namanya keberuntungan super."
Tanpa basa basi, Alex menghambur menapaki padang rumput, segera mendekati bunga mawar pelangi terdekat. Kemudian dengan hati-hati Alex memetiknya. Sesaat mengamati keindahan di setiap bagian bunga tersebut sebelum akhirnya asap hitam yang menyembur keluar dari telapak tangan Alex membalutnya dan menghisapnya utuh-utuh, membawanya ke dalam ruang penyimpanan dimensi.
Tidak ingin membuang waktu, Alex terus memetik. Berpindah dari satu tempat ketempat lain. Selusin, dua lusin, tiga lusin bunga yang konon katanya diambang kelangkaan itu telah dipindahkan dari tempat hidupnya. Namun saat hendak memetik untuk lusin selanjutnya, sebentuk benda keras tiba-tiba menghantam kepala Alex hingga membuatnya tersungkur ke samping.
Pletak!
"Adu...du...duh!" Alex mengusap kepalanya dengan cukup keras, berulang-ulang hingga rambut pendeknya berantakan. "Dasar pemerintah dunia sialan! Kenapa kalian tidak bisa membuat kebijakan untuk mengurangi rasa sakit di Another Life? Sial! Ini benar-benar sakit. Untung saja aku sempat menggunakan teknik prediksi saat melawan serigala cakar besi. Aku tidak bisa membayangkan semengerikan apa rasa sakitnya saat menerima serangan monster tersebut secara telak."
Efek samping penggunaan teknik prediksi adalah hilangnya kemampuan otak dalam merasakan rasa sakit dan lelah. Ada yang menganggap efek tersebut sebagai sesuatu yang baik. Namun ada juga yang menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang dapat membuat penggunanya kehilangan akal sehat. Dengan tidak merasakan sakit dan lelah, pengguna teknik prediksi akan kesulitan menyadari bagaimana kondisi fisiknya saat itu. Apakah sudah mencapai batas atau telah berada diambang kehancuran.
"Sepertinya aku harus lebih berhati-hati dalam setiap pertarungan selanjutnya. Entah apa yang akan terjadi dengan mentalku jika tubuhku benar-benar tersayat di dunia ini, atau ada bagian tubuhku yang terpotong? Aku yakin rasa sakitnya akan tetap terasa walau aku sudah kembali ke dunia nyata."
Ada satu peringatan yang terus digaungkan oleh pemerintah dunia mengenai game Another Life, yaitu rasa sakit yang sama dengan dunia nyata. Tidak pernah ada alasan yang diutarakan kenapa mereka membuat rasa sakit dibuat senyata mungkin. Walau hal tersebut terus dipertanyakan oleh semua orang, tetap saja tidak ada sepatah kata pun penjelasan yang pernah disampaikan oleh pemerintah dunia sebagai pencipta sekaligus pengembang game Another Life. Mereka hanya terus memberi peringatan dan meminta semua pemain untuk lebih berhati-hati dan waspada di dalam permainan. Bahkan peringatan tersebut juga yang pertama kali diutarakan pada setiap calon pemain ditempat pendaftaran.
Walau di bawah bayang-bayang rasa sakit yang bisa kapan saja menjadi ancaman perusak mental, semua orang tetap memainkan game Another Life tanpa memikirkan hal tersebut. Mereka semua terlanjur terhipnotis oleh kerealistisan dunia Another Life dan terlanjur menjadikannya sebagai tempat pendulang uang. Apalagi mata uang di dunia nyata dan Another Life sama. Karena alasan tersebut tidak ada satu manusia pun yang sepenuhnya bisa melepaskan diri dari dunia Another Life. Mereka tidak lagi mempermasalahkan sebanyak apa rasa sakit yang bisa mereka rasakan saat terluka.
Di tengah tikaman rasa sakit di kepala, perhatian Alex tidak sengaja terjatuh pada sebongkah batu di dekat kakinya. Dengan rasa penasaran menumpuk di benak, Alex meraih batu sebesar bola tenis itu. Sejenak mengamatinya dengan seksama hingga alis dan dahinya mengernyit. Lalu sepersekian detik kemudian, dengan cepat, Alex melempar pandangan ke sekeliling, mencoba menemukan apa saja yang bisa menjadi penyebab batu di tangannya itu menghantam kepalanya.
"Pasti ada sesuatu di tempat ini." Alex menduga. Sangat yakin dengan kesimpulan singkatnya itu. "Monumen?"
Perhatian Alex menajam saat melihat sebuah monumen berbentuk balok di ujung padang rumput, di dekat dinding gua. Monumen setinggi tiga meter itu terlihat sederhana namun mewah. Seluruh bagiannya berkilau walau terbuat dari batu berwarna hitam kelam.
"Ini aneh. Kenapa aku tidak melihatnya tadi? Apa mungkin mataku melewatkannya? Tidak. Seharusnya itu tidak mungkin. Seharusnya aku langsung melihatnya setibanya di tempat ini."
Alex meragukan kedua matanya tidak menyadari keberadaan sebentuk monumen besar tersebut. Sebagai pengguna teknik prediksi seharusnya sebentuk benda besar seperti yang ada di ujung padang rumput itu merupakan sesuatu yang mudah untuk dilihat dan ditemukan. Namun nyatanya Alex baru melihatnya sekarang.
"Sepertinya memang ada yang aneh di tempat ini. Ada yang sedang mengawasiku." Senyum Alex tertarik ke sudut-sudut pipinya.
support ceritaku juga ya....
Imajinasi dunia game yang berbeda dari novel sejenis.
Mantap.