Maura gadis 24 tahun, gadis polos yang sangat penurut. Maura wanita yang baik dan tidak pernah macam-macam. Dia selalu mengalah sejak kecil sampai dewasa.
Memiliki Ibu tiri dan adik tiri yang dua tahun di bawahnya. Membuat Maura mendapatkan perlakuan kurang adil. Tetapi tetap dia sangat mencintai keluarganya dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Tapi pada suatu seketika Maura dihadapkan dengan kegelisahan hati. Banyak pernyataan yang terjadi di depannya, pengkhianatan yang telah dia terima dengan adiknya Jesslyn yang ternyata menjalin hubungan dengan calon suaminya dan bahkan calon suaminya tidak menyukainya dan hanya menikah dengannya agar bisa lebih dekat dengan adik tirinya.
Maura juga dihadapkan yang menjadi korban fitnah dari sang ibu tiri. Hal itu membuat Maura berubah dan berniat untuk membalas dendam atas pengkhianatan yang telah dia dapatkan.
Maura melakukan hal yang sama dengan merebut calon suami adiknya. Maura terikat kontrak pernikahan untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 Rafa dan Maura.
Maura merasa sangat nyaman yang sudah satu hari tinggal di rumah baru yang disediakan Rafa untuk dia. Maura yang bersantai di kamarnya yang sejak tadi melihat tabletnya.
"Pertemuan pertama kesannya lumayan dan aku rasa tidak ada masalah sama sekali. Semoga Tante Jinan bisa melihatku dengan sisi yang berbeda," batin Maura dengan harapan yang banyak.
"Bunga itu sudah sampai ke tangan yang tepat belum ya?" Maura begitu sangat penasaran dengan bunga yang telah dia kirim.
"Apa aku tanya Rafa saja ya," Maura yang penasaran mengambil ponselnya yang ingin menghubungi Rafa.
Ceklek.
Tiba-tiba dari dalam kamar Maura mendengar suara pintu yang membuat Maura kaget dan melihat kearah pintu kamar.
"Siapa yang datang malam-malam seperti ini. Apa jangan-jangan ada maling, atau mereka yang ingin mencelakaiku!" batin Maura yang tiba-tiba saja ketakutan dan langsung cepat-cepat turun dari ranjang.
Maura membuka pintu kamar sedikit dan mengintip keluar dan tidak melihat ada siapa-siapa.
Maura yang mengintip keluar dan ternyata tidak menemukan siapa-siapa yang membuat dia semakin panik. Perlahan Maura keluar dengan langkah mengendap-endap dan tiba-tiba Maura kaget dengan kemunculan Rafa yang tiba-tiba di depannya.
"Aaaaaaa!" teriak Maura dengan seseorang yang menggelegar membuat Rafa kebisingan dengan telinga yang sakit dan Rafa yang langsung membekap mulut Maura dengan tangannya.
"Pelankan suara mu Maura!" tegas Rafa.
Maura dan Rafa saling melihat dengan tatapan mata yang dan Rafa melepaskan tangannya dari mulut Maura. Barulah Maura bisa bernafas dengan mengatur nafasnya yang naik turun.
"Jika kamu berteriak seperti ini, orang-orang akan berpikir jika aku melakukan sesuatu yang tidak baik padamu," ucap Rafa.
"Kamu sih membuatku kaget," ucap Maura yang masih mengatur nafas.
"Kenapa harus kaget?" tanya Rafa.
"Lagi pula kamu apa-apaan masuk rumah begitu saja, aku pikir kamu itu entah siapa penjahat atau maling," ucap Maura yang berbicara dengan dada sesak.
"Kamu mengatakan aku adalah seorang mailing. Mungkin jika aku menjadi maling maka aku akan menjadi maling yang paling tampan," sahut Rafa yang membuat Maura menyerngitkan dahinya melihat pria yang di hadapannya ini sangat percaya diri.
Ini baru pertama kali Maura melihat sisi lain dari Rafa yang selama ini memang terlihat sangat dingin, tidak banyak bicara dan sangat misterius, selalu serius dan sekarang malah mengeluarkan kata-kata seperti itu.
"Issss," sahut Maura yang berlalu dari hadapan Rafa menuju dapur yang mengambil air putih untuk meredakan tenggorokannya dan menenangkan dirinya yang masih begitu sangat terkejut.
"Kamu ngapain malam-malam datang?" tanya Maura yang sudah selesai minum.
"Aku hanya mampir dan ingin melihat apa kamu masih ada di rumah ini atau kamu sudah pulang," ucap Rafa
"Bagaimana aku akan pulang jika tidak ada 1 orang pun yang mencariku, Jadi jika aku tidak terlihat satu hari di rumah maka tidak akan ada yang bermasalah," jawab Maura.
Dia memang tidak mengabari kepada siapa-siapa jika dirinya akan tinggal sementara di luar rumah. Tetapi sudah satu hari tidak kembali ke rumah dan ternyata tidak membuat satupun orang rumahnya dan termasuk papanya mencari Maura.
"Begitukah!"
"Baiklah kalau begitu sebaiknya kita makan malam, aku membawakan kamu makanan," ucap Rafa yang mengeluarkan kantong plastik yang sejak tadi dia pegang.
Maura hanya diam dan melihat Rafa menyiapkan makanan itu di atas meja yang membuat Maura tidak berkomentar apapun sama sekali.
"Kenapa masih di sana. Ayo duduk dan makanlah! Bukankah kamu belum makan," sahut Rafa
Maura mengangguk yang duduk di hadapan Rafa. Maura melihat jenis makanan itu sangat banyak. Tetapi Maura terlihat tidak nyaman dan tiba-tiba merasa sangat gelisah dan bahkan wajah itu memucat seketika. Rafa tidak menyadari hal itu dan dia sudah mulai mengambil makanan untuknya.
Sampai akhirnya Rafa memperhatikan Maura. Karena tetap diam dengan mata yang terus melihat makanan itu.
"Ada apa Maura? Apa kamu tidak ingin memakannya?" tanya Rafa.
"Hah!" sahut Maura yang gugup.
"Makanlah! Jangan hanya di lihat saja," ucap Rafa.
"Baiklah akan aku makan!" sahut Maura yang mengambil sendok dengan tangan yang bergetar dan mencoba untuk mengambil makanan yang dibawakan Rafa.
Entah kenapa Maura begitu takut dan hal itu di perhatikan oleh Rafa. Rafa melihat wajah Maura pucat dengan tubuh yang bergetar yang membuat Rafa bertanya-tanya.
Ting
Suara dentingan sendok terdengar yang jatuh kelantai karena ke kegugupan Maura yang membuat sendok itu lepas dari tangannya.
"Maaf!" Maura yang langsung turun dari kursi yang ingin mengambil sendok tersebut. Namun lengannya menyenggol makanan itu dan akhirnya jatuh kelantai dan hal itu membuat Rafa kaget yang langsung berdiri dari tempat duduk.
"Maafkan aku..." Maura yang buru-buru berjongkok yang ingin membersihkan lantai dari makanan itu.
Tetapi baru saja tangannya ingin menyentuh lantai yang kotor itu tiba-tiba ditahan oleh Rafa. Tangan Rafa memegang tangan yang sangat bergetar dan sangat dingin itu.
Rafa tidak tahu apa yang terjadi dengan wanita yang dihadapannya itu yang tiba-tiba saja seperti orang ketakutan dan entah apa yang terjadi.
"Aku akan membersihkannya!" Maura melepaskan tangannya dari Rafa dan kembali ingin membersihkan lantai.
"Biar aku yang melakukannya!" Rafa kembali mencegah dan Maura mengangkat kepalanya, akhirnya Rafa bisa melihat wajah wanita itu yang benar-benar semakin pucat dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Rafa. Maura mengangguk pelan.
"Kamu duduk dan makan yang lain, jangan menyentuh ini," ucap Rafa dengan lembut.
"Maafkan aku. Aku tidak bisa memakan apa yang kamu berikan. Aku akan memasak sendiri," ucap Maura yang berdiri dari dan langsung ke dapur.
Rafa melihat kepergian Maura dan memperhatikan wanita itu yang gerusuk-grusuk yang membuka lemari penyimpanan makanan dan Maura mengambil mie instan yang terkesan buru-buru sekali melakukan hal itu.
Rafa langsung berdiri dan menghampiri Maura.
"Hentikan Maura apa yang kamu lakukan!" Rafa menahan Maura.
"Aku tidak bisa memakan, makanan yang kamu berikan. Makanan itu belum tentu bisa membuat hidupku bertahan," ucap Maura dengan suara bergetar yang membuat Rafa semakin bingung.
"Apa maksud kamu?" tanya Rafa.
Maura yang terlihat semakin gugup dan tidak berani menatap Rafa dengan saling memencet jarinya.
"Kamu tidak punya pikiran, jika aku meracuni kamu!" duga Rafa.
Maura mengangkat kepala yang kembali saling melihat dengan Rafa.
"Aku tidak bermaksud menuduh kamu, aku hanya ingin hati-hati," jawab Maura.
Rafa benar-benar kaget jika memang apa yang telah dia duga dan ternyata benar. Dia tidak percaya jika Maura bisa punya pikiran bahwa dia akan meracun Maura.
Rafa membuang nafas panjang perlahan kedepan.
"Baiklah kamu sekarang duduk. Biar aku yang memasak mie instan untuk kamu dan kamu memperhatikan kau memasaknya," ucap Rafa yang berbicara begitu lembut dan mencoba untuk menenangkan Maura.
Maura menganggukkan kepala yang setuju dengan apa yang dikatakan Rafa. Rafa juga membawa Maura untuk duduk kembali dengan menarik kursi dan mempersilahkan Maura untuk.
Rafa membereskan semua makanan yang dimeja makan yang tidak ingin dimakan Maura.
Rafa juga membereskan lantai dan Maura hanya terdiam yang memperhatikan Rafa melakukan semua itu dengan tatapan wajah Maura yang merasa bersalah
Bersambung