Sebuah pulpen langganan dipinjam Faiq kini tergeletak begitu saja, pemuda yang suka menggodanya, mengusiknya dengan segala cara, ia tidak pernah kehabisan akal untuk mengerjai Vika.
Vika memandanya dengan harap si tukang pinjam pulpen itu akan kembali. Ia memelototi pulpen itu seolah memaksanya membuka mulut untuk memberitahu dimana keberadaan Faiq.
••••••••
Goresan Pena terakhir ini
Kini tinggalah kenangan
Yang pernah kita ukir bersama
Sekarang kau tak tahu dimana
Tak ada secarik balasan untukku
Akankah titik ini titik terakhir
Yang mengakhiri kisah kita?
Kisah kau dan aku
-Vika Oktober 2017
⏭PERHATIAN CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR, BILA ADA KESAMAAN TOKOH MAUPUN TEMPAT, DLL. MERUPAKAN MURNI KETIDAK SENGAJAAN⏮
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kepik Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak
silahkan razia typo dan lain-lain, karena pasti akan ada banyak typo kedepannya, silahkan berkomentar.
...|Happy Reading|...
...••★••...
Cahaya mentari menerobos masuk melalui celah kecil mengusik pria yang sedang tertidur pulas di ranjangnya, tak lama suara ketukan pintu membangunkannya. Siapa lagi kalau bukan Vika? Faiq dan Vika semalam tidur di rumah peninggalan kakeknya, harap tenang! Bukan hanya mereka berdua yang ada di sana, ada Pak Mamat si tukang kebun kakek Vika beserta keluarganya. Sejak Vika pindah ke Jakarta yang menempati rumah itu keluarga Pak Mamat mereka masih setia menjadi pegawai di sana walau sang majikan terdahulu sudah tiada.
"Kak, bangun katanya mau joging!" ujar Vika sambil mengetuk pintu kamar yang ditempati Faiq. "Iya udah bangun! Lo tunggu aja di luar gue mau cuci muka dulu." Ia lekas beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi yang memang sudah ada di dalam kamar itu sendiri. Kemarin sore seharusnya mereka joging bersama, tapi cuaca kurang mendukung ditambah lagi keduanya kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh.
"Vik, mau lari kemana kita?" kini Faiq sudah berada di halaman depan rumah kakek Vika, ia berjalan menuju Vika yang sedang melamun di sebelah gazebo, "Woy, ngelamun aja!"
"Eh, Kak Faiq? Lihat tuh gunungnya keliatan." Vika menunjuk Gunung Slamet yang kelihatan kecil karena tertutup awan. "Iya, Vik kenapa rumah Kakek lo jauh dari tetangga sih? Liat ini sawah semua." Faiq menatap kesekeliling rumah yang berpagarkan tanaman bunga sepatu itu benar-benar dikelilingi sawah tiap sisi, ngeri-ngeri sedap kalau tinggal di sini entah itu ada hantu, ular, bahkan tikus, dan bisa saja ada maling masuk membobol rumah.
"Itulah Kakek, beliau suka ketenangan, dulu kakek bilang rumah ini dipersiapkan untuk hari tuanya. Makanya beliau memilih bangun rumah disini udaranya juga masih segar, tetangganya jauh jadi nggak berisik. Dulu rumah kakek nggak di sini, deket sih dari sini tapi rumahnya sudah dijual. Aku juga suka rumah yang dulu sebelahan sama Alfamart jadi kalau mau beli es krim deket."
"Lo suka es krim?" Vika mengangguk mantap. "Yaudah yuk jalan, nanti keburu panas." ujar Vika, dia berlari terlebih dahulu disusul Faiq di belakangnya, rencananya mereka akan ke pantai terdekat. Sekitar 15 menit berlari mereka sudah sampai di pantai yang penuh akan perahu nelayan, walaupun pantai ini tidak di gunakan sebagai objek wisata berbayar tetapi cukup ramai dikunjungi warga sekitar. Ada yang sedang berswafoto di jajaran pohon cemara laut, ada yang berenang, membuat istana pasir, bahkan ada ada yang sedang joging menyusuri pantai di trek joging seperti yang sedang Vika dan Faiq lakukan.
"Hei, ini emang pantai yang gunakan buat berlayar sama nelayan?"
"Iya, kak ke cemaraan yuk, di sana bagus."
"Boleh."
Mereka berlari menuju jajaran pohon cemara yang rindang bahkan sudah seperti hutan cemara. Banyak pasangan yang sedang duduk bahkan berfoto ria di sana, bahkan ada yang sedang memakan cilok. Walau pantai ini tidak di gunakan sebagai wisata berbayar tetapi para penjual keliling dapat di temukan di sini, bahkan tak sedikit dari mereka yang membangun toko semi permanen untuk menjajarkan dagangannya.
"Rame pedagang juga yah."
"Iya, apalagi sekarang hari sabtu, kalau hari minggu lebih ramai lagi loh Kak, eh Kak nanti kita jalan-jalan lagi mau? Aku ada planning tempat-tempat yang wajib Kakak datengin kalau di sini, enggak jauh kok."
"Boleh, emang kemana aja?"
"Ke hutan payau, sama ke daerah dekat pantai gitu kakak mau?"
"Oke."
"Sebetulnya aku mau ngajak ke air terjun juga, tapi enggak mungkin besok kita harus pulang."
"Yaudah duduk di situ dulu, gue mau beli air minum." ujar Faiq, pria itu berbelok tepat dimana pedagang berada. Sedangkan Vika dia duduk tepat bawah pohon cemara yang ditunjuk oleh Faiq tadi.
"Vika? Kamu Vika kan?" ujar seorang gadis sepantaran dengan Vika.
"Fi-Fibel?" Vika terkejut bukan main melihat seseorang yang paling dihindarinya memang kemungkinan dia bertemu Fibel sangat banyak karena rumah Fibel dekat pantai ini. "Bukannya kamu pindah ke Jakarta? Atau jangan-jangan udah diusir sama nenek kamu itu?" gadis yang diketahui bernama Fibel mendudukan pantatnya tepat disebelah Vika.
"Enggak, a-aku mau pergi dulu." Vika langsung bangkit dari duduknya, dia sangat risih bila harus berdekatan dengan Fibel yang notabene pelaku bullying terhadap Vika dulu. "Mau kemana? Ngobrol dulu sini." Dengan muka temboknya Fibel menyuruh Vika untuk duduk kembali, cih ... Sok akrab. Pasti dia sengaja beramah-tamah kepada Vika untuk mengulik kehidupan gadis itu setelah tinggal di Jakarta.
"Enggak aku ma-."
"Vika! Nih air buat lo, gue juga beli sosis bakar nih." Ujar Faiq yang tiba-tiba datang, dia melirik gadis di depan Vika dengan tatapan jengah, sudah tak terhitung berapa kali dia melihat gadis dengan pakaian kurang bahan sepertinya.
"Ey, temannya Vika? Kenalin aku Fibel temannya Vika juga."
Hei! Sejak kapan mereka berteman? Bahkan dulu Vikalah yang menjadi bahan bulan-bulannya beserta teman-temannya. Fibel mengulurkan tangannya sedangkan Faiq hanya melihatnya dia membiarkan tangan itu menggantung di udara. "Sorry, tangan gue penuh." alibinya, sebenarnya Faiq sama sekali tak mau berjabat tangan dengan orang yang bernama Fibel itu. Ingat perkataan bahwa Faiq paling tidak suka disentuh oleh wanita lain selain ibunya? Itu semua benar, bahkan saat di sirkuit para pendukungnya yang mayoritas wanita tak pernah ia jabat tangan bahkan seujung kukupun. Jika para fans gilanya berlari megejarnya Faiq lebih memilih pergi dengan motor kebanggaannya itu.
"Pulang yuk, Vik! Gue bosen disini." Vika mengangguk dengan semangat, mereka berjalan beriringan meninggalkan Fibel yang masih dengan posisi menyodorkan tangannya. "Cih, Sombong mentang-mentang anak Jakarta." ujarnya kesal, ia menghempaskan tangannya yang semula berniat menjabat tangan Faiq.
Setelah berjalan cukup jauh Vika dan Faiq berhenti di depan TPI yang sudah sangat ramai oleh tengkulak ikan.
"Kita duduk dulu!" Faiq mendudukan pantatnya di bangku depan TPI, "minum dulu!" Faiq menyodorkan botol air mineral yang sudah dibuka kepada Vika, yang langsung diterima oleh gadis itu. "Makasih, Kak!"
"Yang tadi itu-"
"Salah satu orang yang pernah ngerisak aku kak."
"Ooo, yaudah ini makan dulu sosisnya! Nanti jadi jalan-jalan lagi kan?" Vika mengangguk menanggapinya karena mulutnya sudah terisi penuh oleh sosis bakar, mereka makan sosis bakar itu dengan cepat supaya tidak bertemu dengan Fibel lagi.
...*...
...*...
...*...
...TBC...
...Thanks for Reading 💙🌻...
...Jangan lupa like dan komen ya🫶...
...Luv You All💙🌻...
^^^Kepik Senja 🐞^^^