Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 17
Taplak biru bergaris-garis kuning sebagai penutup meja yang paling panjang diantara meja yang lain. Meja tersebut sudah di kelilingi oleh rombongan dari salah satu perusahaan. Para pemilik saham Sandranu grup, petinggi-petinggi perusahaan tersebut, beberapa stap, dan juga skretaris. Satu persatu menarik kursi, kemudian duduk.
Pria yang paling muda tampan dan gagah di antara mereka sempat beradu pandang kepada Mia. Dia adalah Vano, seperti hari-hari sebelumnya pria itu selalu tampil keren di antara teman-temannya.
Tak.
Piring lebar beradu dengan meja kaca, membuat wajah Mia perpaling dari meja sebelah. Bukan karena Mia ada rasa dengan Vano, tetapi mengapa bisa kebetulan bertemu disini.
Beberapa hidangan khas Indonesia telah tersedia. Aroma rempah menggugah selera makan Mia.
"Ayo Mia, dicicipi dong," Jaka mengingatkan Mia yang masih bingung entah mau makan yang mana, karena semua makanan menggiurkan.
"Kalau suruh diicipi berarti nggak boleh makan banyak dong," Kelakar Mia tersenyum menoleh Jaka. Jaka terkekeh lalu menyentuh kening Mia dengan telunjuk. Jaka tidak tahu jika ulahnya bertepatan dengan tatapan pria di meja sebelah.
"Makan semuanya Mia, kalau kurang nambah. Kamu masih ingat kan, dulu kamu selalu traktir aku," Jaka ingat ketika masih sekolah, setiap jajan Mia yang membayar. Kedua orang tua Jaka tak seberuntung kedua orang tua Mia.
Usaha yang di jalani kedua orang tua Mia lancar, walaupun hanya kecil-kecilan. Sehingga kehidupannya mapan. Mia tidak pernah kekurangan.
"Kamu yang benar saja Jak, memesan makanan sebanyak ini," Mia masih bingung mau menyendok yang mana.
"Kalau nggak habis kita bawa pulang" Jaka mengulum senyum.
"Seperti dulu ya Jak, makan bakso nggak habis terus kamu masukkan ke dalam plastik" Mia terkikik. Mia ingat ketika SMP, Jaka dia traktir bakso. Tetapi belum habis, bel sudah berbunyi. Jaka minta plastik kepada ibu kantin.
"Hahaha..." Jaka tertawa lebar. Malam ini dia bahagia karena bisa mengenang kembali masalu, walaupun pahit, tetapi terasa indah. Mengingat semua kenangan bersama Mia.
Jaka tidak tahu jika tawanya menjadi pusat perhatian, semua yang berada di meja sebelah menoleh ke arah Jaka dan Mia.
"Seett... kamu sih Jak," Mia menoleh ke sebelah. Lagi-lagi bertemu pandang dengan Vano yang tidak ada ekspresi.
"Hup" Jaka pun kaget ketika mengikuti arah pandang Mia, tetapi hanya sekilas. Jaka ambil piring mengisi nasi sedikit dan bermacam-macam lauk untuk Mia. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang memperhatikanya, memilih melayani Mia. Kapan lagi bisa seperti sekarang. Pikir Jaka.
Bibir Mia tidak mampu berkata-kata hanya memutar bola mata ke sana, kemari, memandangi ke mana arah gerak tangan Jaka ambli lauk.
"Stop, Jak" Mia mengangkat piring menjauhkan dari Jaka. Mau tak mau dia akan makan, makanan yang sudah disiapkan Jaka agar jangan sampai mubazir.
"Mbak Jamu kan?" Tanya wanita di sebelah. Mia yang akan mulai menyuap pun meletakkan sendok kembali.
"Saya Bu" Mia mengangguk santun kepada wanita yang tadi pagi membeli jamunya. Lalu beranjak memberi salam diikuti Jaka.
"Ini calon suami kamu?" Tanya wanita itu menatap Jaka. Vano yang sedang meneguk air pun batuk-batuk.
"Benar Bu, Mia ini calon saya," Jaka menjawab asal. Bagusnya Mia tidak begitu fokus mendengar karena pandangan matanya tertuju kepada Vano.
"Besok jualan jamu ke kantor lagi ya" pesan karyawan kantor. Mia tidak menjawab lalu memandangi Vano, seakan minta izin kepadanya.
"Tidak apa-apa kan Tuan Vano?" Tanya karyawan itu dan hanya diberi isyarat dengan anggukan oleh Vano.
Mia pun akhirnya kembali ke tempat duduknya lalu makan. Walaupun dia paksakan tetap saja makanan di piring tidak habis, dia akhiri menyeruput air putih.
"Jak, tadi kan kamu mau bicara, bicara apa?" Mia ingin tahu apa yang akan Jaka katakan setelah mengusap mulut dengan tissue.
Jaka membetulkan posisi duduknya lalu menarik napas sebelum berucap. "Aku mau jujur sama kamu Mia. Dari dulu sampai sekarang, kamu tetap di hati aku. Izinkan aku untuk menyambung cinta yang telah terputus. Aku katakan ini dari dasar hatiku yang paling dalam. Kamu mau menjadi istri aku kan Mia" kata Jaka lancar seperti jalan tol. Kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Tentu saja, karena kata-kata itu Jaka sudah susun sejak beberapa hari yang lalu ketika bertemu Mia.
Deg.
Mia kaget lalu kembali meneguk air.
"Maafkan aku Jak, aku ingin kita tetap menjadi sahabat sampai kapanpun" Mia harus jujur, walaupun mungkin menyakiti Jaka. Yang Mia rasakan dari dulu sampai sekarang, Jaka adalah sahabat yang bisa menerimanya apa adanya.
Dulu Mia pun sempat kecewa dengan Jaka bahwa kebaikan Jaka kepadanya karena ada rasa cinta. Tetapi kali ini Mia tidak mau memberi harapan palsu.
"Aku tahu, Mia" Jaka merasa kecewa, tetapi dia akan memberi waktu untuk Mia. Jaka hanya bisa berharap hati Mia yang sekeras batu akan mencair seriiring berjalannya waktu.
"Sebaiknya kita pulang Jak" Mia pun beranjak, diikuti Jaka.
Mereka pun akhirnya pulang. Sepanjang perjalanan suasana menjadi kaku tidak seperti ketika berangkat.
Begitulah, sahabat tetap sahabat, jika pada akhirnya tumbuh cinta kadang justru merusak persahabatan itu sendiri. Tetapi tentu tidak ada yang salah. Karena Jaka dengan Mia adalah pria dengan wanita, jika salah satu diantaranya ada yang di posisi itu, sah sah saja.
Di belangkang mobil Jaka, rupanya ada mobil lain yang mengikuti. Jaka melihat dari kaca spion saat keluar restoran. Hingga mobil Jaka masuk ke dalam gang. Mobil itu pun tetap mengikuti dari jarak agak jauh.
"Terimakasih Jak" Ucap Mia yang pertama kali sepanjang perjalanan pulang.
"Aku juga, karena kamu sudah meluangkan waktu untuk aku. Maaf, karena aku sudah lancang" Jaka menyesal karena terlalu cepat mengutarakan perasaannya, padahal Mia baru bercerai.
Mia tersenyum kecil, tanganya membuka pintu mobil lalu keluar.
Jaka masih memandangi Mia yang sedang berjalan di sorot lampu gang.
Ternyata bukan hanya Jaka, pria misterius itupun memperhatikan Mia saat turun dari mobil. Ketika kendaraan Jaka berhenti mobil tersebut ikut berhenti.
Jaka penasaran siapa si pengendara mobil yang sudah berani mengikuti lalu turun.
Tok tok tok
"Hee... siapa kamu?" Jaka mengetuk pintu mobil sambil berteriak agar si pria keluar.
...~Bersambung~...