NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

makan siang yang cangung!!

“aluna, kau seperti sosok mu yang dulu hari ini,” kata Yuri yang senang menghampiri setelah jam makan siang.

Aluna hanya tersenyum, lalu mengangkat bahu santai. “Aku hanya melakukan apa yang seharusnya, Kak Yuri. Lagipula, mereka datang ke sini untuk mencari ketenangan, bukan?”

Sementara itu, Elvanzo, yang kini berdiri dekat meja kerja Yuri, kembali mencuri pandang ke arah Aluna. Dalam hati, ia tidak dapat menyangkal bahwa Aluna bukan hanya gadis yang penuh teka-teki, tapi juga memiliki kebaikan yang kadang-kadang lebih mudah terlihat dalam momen-momen kecil seperti ini.

...~||~...

Yuri yang memperhatikan gerak-gerik Elvanzo, yang dari tadi hanya diam memandangi Aluna dengan tatapan penuh pertanyaan, tiba-tiba melangkah mendekat. Ia tersenyum kecil, lalu menepuk bahu Elvanzo yang lebar, membuat pria itu sedikit tersentak.

"Sepertinya Aluna belum makan, dia terlalu sibuk menangani pasien hari ini," bisik Yuri lembut di dekat telinganya, tapi cukup jelas untuk menggugah kesadaran pria itu.

Elvanzo kaget mendengar ucapan itu. Ia mendongak dengan ekspresi seperti anak kecil yang ketahuan melamun. "Eh, Yuri, sejak kapan kau ada di sini? Bukannya tadi kau sedang mengobrol dengan Aluna?" tanyanya gugup, berusaha mencari-cari alasan agar tidak tampak terlalu salah tingkah.

Yuri hanya menyipitkan matanya, tersenyum penuh arti. "Aku tahu apa yang kulihat, Vanzo," katanya setengah bercanda. "Bukankah kau juga belum makan? Kenapa tidak kau ajak saja Aluna? Lagi pula, gadis itu mungkin benar-benar akan lupa makan kalau dibiarkan seperti ini," ujarnya, suaranya lebih seperti menyarankan daripada memerintah.

Tanpa menunggu jawaban, Yuri meninggalkan Elvanzo yang masih sedikit bingung dengan ekspresi dan saran barusan. Setelah beberapa saat, pria itu akhirnya menarik napas panjang dan memutuskan untuk mendekati Aluna.

Di meja pendaftar, Aluna tampak sibuk menata dokumen pasien yang masih tersisa dari antrian tadi. Rambut hitamnya yang sedikit terurai membuat wajah seriusnya terlihat sangat menawan dalam kesibukannya, bahkan tanpa ia sadari. Elvanzo menghela napas kecil, menguatkan diri, lalu melangkah mendekat.

"Aluna," ucap Elvanzo, suaranya lebih rendah dari biasanya, namun cukup untuk membuat gadis itu menoleh.

"Ya?" sahut Aluna ringan, tatapannya singkat sebelum kembali fokus pada dokumen-dokumennya. Ada kelelahan yang samar terlihat di raut wajahnya, namun ia mencoba menyembunyikannya.

"Letakkan semua itu," ucap Elvanzo tegas, membuat Aluna berhenti menulis dan kembali menoleh, kali ini dengan dahi sedikit berkerut.

"Kenapa?" tanyanya, meski ia tahu pasti jawaban itu tidak jauh-jauh dari saran untuk beristirahat.

"Kau harus ikut makan denganku sekarang," ucap Elvanzo, nada suaranya berbaur antara memerintah dan memohon. "Ayolah. Jam makan siang memang sudah lewat, tapi kau tetap butuh makan, kan?"

"Kak Vanzo, aku masih punya pekerjaan. Tidak bisakah kau menunggu sebentar lagi?" Aluna mencoba membela dirinya sendiri, meski perutnya mulai memprotes dengan cara yang ia rasa cukup memalukan.

"Tidak ada 'sebentar lagi'. Kalau kau terus seperti ini, nanti malah kau yang jadi pasien di sini," tukas Elvanzo, suaranya sedikit lebih rendah, tapi jelas penuh perhatian. Ia bahkan menahan dokumen yang ada di tangan Aluna agar tidak lagi disentuh.

Aluna menghela napas panjang. "Baiklah," katanya akhirnya dengan nada setengah pasrah. Bagaimanapun, ia tahu Elvanzo tidak akan menyerah jika ia terus bersikeras. Dalam hati, ia sebenarnya agak terhibur oleh perhatiannya, meski wajahnya tetap datar.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di restoran kecil yang sama seperti kemarin. Aroma masakan langsung menyeruak, membawa rasa nostalgia yang tidak terlalu jauh.

"Kau tahu, jam makan siang sebenarnya sudah selesai," kata Aluna membuka percakapan setelah mereka memesan makanan. "Kenapa kau repot-repot mengajakku?"

Elvanzo mengangkat bahu, mencoba tampak santai meski jantungnya berdebar aneh. "Karena seseorang harus menjagamu. Yuri yang menyuruhku, sebenarnya," jawabnya, sengaja menambahkan alasan terakhir untuk mengurangi kesan canggung.

Aluna hanya tertawa kecil. "Oh, jadi hanya karena kak Yuri? Baiklah, kuanggap itu jawabanmu," katanya sambil tersenyum samar, pandangannya kini sedikit lebih lembut.

Elvanzo menatapnya beberapa detik, dan sekali lagi pikirannya terganggu oleh satu pemikiran sederhana namun menohok. Gadis ini lebih baik dari yang ia biarkan orang lain lihat, gumamnya dalam hati. Tapi, tentu saja, ia tidak akan pernah mengatakan itu dengan suara keras.

Suasana di restoran kecil itu terasa nyaman seperti kemarin, dengan suara pengunjung yang bercengkerama lembut dan aroma masakan yang memenuhi udara. Aluna dan Elvanzo duduk berhadapan, menunggu pesanan mereka.

Ketika makanan tiba—nasi goreng favorit Aluna dan sup ayam untuk Elvanzo—mereka mulai makan dalam hening. Namun, keheningan itu lebih terasa seperti jeda yang damai, setidaknya hingga sesuatu terjadi.

Elvanzo sedang mencoba menikmati suapannya ketika Aluna mendadak bersin kecil. Bersinnya itu tak disengaja, namun akibatnya cukup fatal: sebagian butiran nasi goreng yang sedang diangkat oleh sumpitnya terpental ke arah Elvanzo, mendarat tepat di bahunya.

Mata Aluna melebar karena kaget, sementara Elvanzo hanya mematung, menatap noda kecil yang sekarang menempel di bajunya. Beberapa detik keheningan terasa begitu lama.

"Oh tidak! Aku... aku nggak sengaja," Aluna buru-buru menaruh sumpitnya dan mengambil serbet untuk membersihkan noda itu. Wajahnya yang biasanya tenang kini bersemu merah. "Aku benar-benar nggak bermaksud begitu."

Elvanzo, yang awalnya juga terkejut, perlahan mulai menahan tawa. Ia tahu kejadian ini tidak disengaja, namun ekspresi panik Aluna begitu lucu hingga sulit baginya untuk tetap serius. "Tidak apa-apa," katanya mencoba menenangkan, meskipun sudut bibirnya melengkung ke atas.

Namun, Aluna tampaknya belum bisa memaafkan dirinya sendiri. "Tunggu sebentar, aku minta maaf! Harusnya aku lebih hati-hati," katanya terburu-buru, sambil terus berusaha membersihkan sisa butiran nasi dengan gerakan yang sedikit kikuk.

Melihat itu, Elvanzo akhirnya tak bisa lagi menahan diri. Ia tertawa pelan, suaranya lembut tapi cukup untuk menarik perhatian Aluna yang masih gelagapan.

"Apa yang lucu?" tanya Aluna, nada suaranya sedikit keras, jelas-jelas merasa dipermainkan.

"Kamu," jawab Elvanzo sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Kau terlihat seperti sedang mencoba memadamkan kebakaran besar. Itu hanya sedikit nasi goreng, Aluna. Serius, aku baik-baik saja."

Wajah Aluna makin memerah, campuran antara malu dan kesal. "Vanzo, kau itu... ah, sudahlah!" gumamnya, mengalihkan pandangan ke arah lain sambil menyembunyikan senyum kecil yang mulai tumbuh di bibirnya.

Setelah itu, keheningan kembali merajai meja mereka, namun kali ini disertai perasaan canggung yang terasa aneh. Mereka melanjutkan makan dengan sedikit lebih pelan, bahkan tanpa saling bertukar pandang terlalu banyak.

Elvanzo sesekali melirik Aluna dari balik suapannya. Ada sesuatu yang menarik dari cara gadis itu mencoba mengatasi rasa malunya dengan makan lebih cepat dari biasanya. "Mungkin," pikirnya, "kecanggungan ini tidak terlalu buruk."

Sementara itu, Aluna di sisi lain juga merasa bingung dengan dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa ada sisi dari Elvanzo yang hangat. Tapi tetap saja, ia merasa makan siang ini telah menjadi jauh lebih aneh dari yang ia harapkan.

Saat mereka akhirnya selesai makan dan bersiap untuk kembali ke klinik, keduanya berjalan berdampingan dalam diam kekuar dari restoran menuju parkiran. Namun, di dalam hati masing-masing, mereka tahu bahwa meskipun makan siang itu sedikit kacau, pengalaman itu menambah warna baru dalam hubungan mereka.

1
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!