Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Alin yang merasa bahagia atas perlakuan Al pagi ini tak henti-hentinya dia tersenyum saat mengingat kejadian di mana Al menggodanya.
Tiba-tiba tanpa sengaja Alin melirik foto seseorang yang dulu pernah mengisi hatinya itu dia pun mengambil foto tersebut dan menatapnya.
"Apakah aku sudah mulai mencintainya? Apakah aku bisa memberikan tempat Kak Leo di hati ini untuknya? Aku tidak tau perasaan apa yang sedang kurasakan sekarang. Dulu aku mencintaimu Kak Leo, sangat-sangat mencintai Kakak. Tapi entah kenapa, aku mulai merasa nyaman dengannya. Saat dia menyiksa aku, aku merasakan sakit yang luar biasa. Tapi, saat dia mulai berubah, aku merasa ada sesuatu yang terjadi, seolah sikapnya dan kelembutannya mengingatkanku akan kehadiran seseorang di masa kecil dulu," monolog Alin sambil mengeluarkan foto Leo dari bingkai foto yang dia pegang.
"Maafkan aku, Kak. Dulu kita memang berjanji untuk hidup bersama, tapi sekarang aku sudah menjadi istri Pak Al. Walaupun dia tidak mencintai aku, tapi aku akan berusaha membuatnya untuk melupakan dendamnya dan berusaha mencintainya."
Alin lalu merobek foto Leo dan memasang foto Al yang entah kapan ada padanya pada bingkai foto.
"Mulai hari ini, aku akan berusaha melupakan Kak Leo dan akan berusaha mencintai Pak Al," batinnya mengusap foto Al sembari tersenyum penuh rasa bahagia.
Alin segera meraih ponselnya yang bergetar, pertanda panggilan masuk dan langsung mengangkatnya saat melihat nama Aulia tertera di sana.
"Halo Kak Lia?"
[Alin kamu kenapa nggak kuliah? Kamu tau, Putri khawatir sama kamu karena kamu nggak masuk kampus hari ini] ucap AULIA dengan nada panik.
"Ya ampun. Aku lupa kasih tau Putri kalau hari ini aku nggak kuliah. Kak Lia tenang aja, nggak usah panik gitu."
[Gimana nggak panik coba, Lin? Kamu tau, karena saking khawatirnya Putri, dia sampai pergi ke rumah kamu yang dulu dan dia sempat mikir yang bukan-bukan saat dia lihat baju-baju kamu kosong di sana. Tapi kamu tenang aja, aku udah buat Putri percaya kalau kamu lagi disuruh bos ke cabang kafe di Bandung hari ini dan bakal balik besok]
"Huh, syukurlah. Tapi, Kak Lia yakin kalau Putri percaya sama omongan Kak Lia?"
[Aku rasa kayanya iya deh. Soalnya pas aku bilang gitu, dia langsung balik ke kampus. Ohya, kenapa kamu nggak masuk kuliah? Apa dia nyakitin kamu lagi? Kalau emang iya, aku nggak akan segan-segan laporin dia ke polisi]
"Nggak, Kak, dia nggak nyiksa aku. Aku mau kasih tau Kak Lia sesuatu."
[Apa?]
Alin menceritakan apa yang terjadi. Dari kejadian yang terjadi semalam dan juga soal perubahan sikap Al pagi ini yang begitu membuatnya sangat bahagia.
[Kamu jangan terlalu percaya sama dia, Lin. Bisa aja itu cuma akal-akalan dia aja supaya bisa nyakitin kamu]
"Tapi dia emang benar udah berubah, Kak."
[Nggak, Lin, aku yakin orang seperti dia nggak mungkin berubah secepat ini dan kalaupun iya, itu pasti ada alasannya]
"Tapi, Kak."
[Udah, Lin, kamu harus percaya sama aku. Dia pasti bakal nyiksa kamu lagi. Jadi aku mohon, jangan terlalu percaya sama dia]
Aulia memutuskan panggilannya secara sepihak karena kesal pada Alin yang keras kepala dan tak mau mendengarkannya.
"Nggak, Kak, hati aku berkata dia emang udah berubah," batin Alin sambil menatap foto Al.
***
Pukul dua pagi Al sudah pulang ke rumahnya dengan keadaan pakaiannya yang berlumuran darah.
Dengan menggunakan kunci cadangan, dia pun masuk ke dalam dengan diam-diam. Dia tidak ingin Alin terbangun dan melihat semua ini. Dengan langkah pelan, dia menaiki anak tangga satu persatu. Saat kakinya sampai di anak tangga ketiga tiba-tiba....
"Pak Al baru pulang?"
Degh!
Sontak Al langsung membalikkan badannya saat mendengar suara Alin yang berbeda tepat di belakangnya.
Prang!
Gelas di tangan Alin jatuh dan pecah saat dia melihat banyak darah di baju Al saat ini.
"Da---darah," gumam Alin pelan sambil menutup mulutnya tak percaya.
"Saya bisa jelaskan semua ini," ucap Al mendekati Alin.
"Berhenti, Pak! Pak Al habis bunuh orang lagi, kan?" tanya Alin yang berjalan mundur saat Al mendekatinya. Melihat darah di pakaian Al membuat ia langsung teringat pada ayahnya yang mati terbunuh.
"Oke, saya berhenti. De---dengarin saya. Saya harap kamu nggak salah paham sama saya. Sebenarnya, tadi di jalan ada kecelakaan dan saya menolong orang itu sampai darahnya terkena baju saya. Itu yang terjadi, Alin."
Alin yang mendengar itu merasa lega karena apa yang dia pikirkan ternyata salah.
"Maaf, Pak. Saya pikir, Bapak membunuh orang."
"Saya memang kejam tapi bukan berarti saya tega membunuh orang," kesal Al.
"Tapi kenapa Bapak membunuh ayah saya?" tanya Alin yang sudah berkaca-kaca.
Wajah yang tadinya kesal perlahan mulai tersenyum, lalu Al membawa Alin duduk bersama.
"Dengar, saya dulu memang menyuruh Charles untuk membawa kamu ke sini dengan paksa. Tapi, saya tidak tau kalau dia akan melakukan hal itu pada ayah kamu sampai dia meninggal. Jadi saya harap kamu bisa mengerti," tutur Al yang mengusap air mata Alin yang mengalir ketika mengingat ayahnya.
"Udah jangan nangis lagi. Kenapa kamu belum tidur? Saya, kan, sudah bilang jangan nungguin saya pulang malam ini. Tapi kenapa kamu nggak dengar?" tanya Al lembut.
"Tadi saya udah tidur, kok, Pak, tapi saya kebangun karena haus. Pas saya lagi minum di dapur, saya lihat pak Al udah pulang. Makanya saya samperin," jelas Alin.
"Oh gitu? Ya udah, kamu tidur lagi gih, saya juga mau istirahat. Kamu juga, kan, besok harus kuliah."
"Iya, Pak." Alin menurut lalu berjalan menuju kamarnya. Setelah itu Al pun juga pergi ke kamarnya.
***
Selesai memasak sarapan pagi untuk Al, kini Alin sedang bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Setelah selesai, Alin kembali ke ruang makan yang ternyata sudah ada Al di sana yang sedang menyantap sarapannya.
"Pak, saya berangkat ke kampus dulu," ucap Alin tapi tak ada jawaban dari pria itu, membuat Alin akhirnya beranjak pergi.
"Tunggu!" cegah Al yang menghentikan langkah Alin yang baru beberapa langah itu.
"Iya?" tanya Alin menoleh.
"Duduk dan makan bareng saya," perintahnya.
"Tapi, Pak Al pernah bilang kalau saya akan makan setelah Bapak selesai makan. Jadi, saya tidak akan makan dengan Bapak," ucap Alin yang menunduk.
"Dulu saya memang bilang gitu. Dan sekarang saya bilang kalau kamu harus ikut makan dengan saya, ya, kamu harus mau. Kita sekarang, kan, teman. Iya, kan?"
Alin mengangguk setuju. Dia pun menyetujui untuk sarapan bersama Al. Keduanya menikmati sarapannya dalam keheningan.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏