Menjadi perempuan yang selalu mengerti kesibukan pasangan, tidak banyak menuntut, mandiri, nyatanya tidak menjamin akan membuat laki-laki setia. Justru, laki-laki malah mencari perempuan lain yang dianggap lebih membutuhkan kehadirannya.
Eleanor Louisine —pemilik usaha dalam bidang fashion —owner Best4U.co —harus menerima kenyataan pahit bahwa kekasihnya sudah berselingkuh dengan sahabatnya.
Dalam keadaan kacau setelah mengetahui kekasihnya selingkuh, Eleanor pergi ke bar dan bertemu dengan Arkana Xavier —laki-laki berandalan yang sedang menikmati masa mudanya.
Paginya, Eleanor mendapati dirinya terbangun di dalam kamar bersama Arkana. Ia yang belum tahu siapa Arkana berpikir Arkana gigolo. Namun, ternyata Arkana adalah tuan muda kaya raya.
Dan gara-gara malam itu, Eleanor berakhir menjadi wanita tahanan sang tuan muda —Arkana Xavier.
Bagaimana kisahnya? ikuti terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candylight_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Aku sudah tidak lapar," ucap Eleanor menolak untuk makan.
"Maaf, bukan aku tidak menghargai masakan kamu. Tapi aku tidak mau makan jika karena itu aku disebut benalu di rumah ini."
Eleanor pergi meninggalkan ruang makan setelah mengatakan itu. Bukan karena perkataan nyonya Xavier menyakiti hatinya, tapi Ia hanya sedang malas meladeni mertuanya kali ini.
"Sayang..."
"Arka!" nyonya Xavier menahan Arka saat Arka berniat mengejar Eleanor.
Arka hanya melirik mamahnya sebentar, lalu perlahan menurunkan tangan mamahnya yang berada di tangannya.
"Besok aku dan istriku akan pergi dari rumah ini," ucap Arka tanpa menatap wajah mamahnya.
Arka kecewa mamahnya masih belum menerima istrinya setelah berbulan-bulan lamanya, apalagi barusan mamahnya menyebut istrinya sebagai benalu. Wanita yang Arka cintai tidak pantas dengan sebutan itu.
"Kamu pikir mamah akan mengizinkan itu?" nyonya Xavier kembali menahan Arka, kali ini dengan perkataannya.
"Aku tidak butuh izin mamah. Aku akan tetap pergi jika mamah tidak menginginkan kehadiran istriku di rumah ini," Arka bicara masih tanpa menatap wajah mamahnya, lalu pergi meninggalkan mamahnya di ruang makan.
Eleanor samar-samar mendengar obrolan Arka dengan nyonya Xavier. Sudut bibirnya tertarik sedikit mengetahui Arka akan mengajaknya pindah dari rumah ini. Akhirnya tiba juga saatnya Arka mengajaknya pindah, pikirnya.
Sebagian besar perempuan diluar saja mungkin bermimpi menggantikan posisi nyonya di rumah keluarga suaminya, tapi Eleanor sama sekali tidak menginginkan itu. Eleanor hanya ingin hidup dengan tenang bersama suaminya.
"Sayang..."
Eleanor menghentikan langkahnya mendengar Arka memanggilnya. Tidak lama terdengar suara langkah kaki mendekatinya.
"Kamu yakin tidak mau makan? kamu bilang kamu lapar, kan?" tanya Arka setelah berdiri tepat di belakang tubuh Eleanor.
Eleanor menarik nafas lalu membuangnya perlahan dan berbalik menatap Arka. Sebenarnya Ia ingin makan masakan suaminya, namun egonya melarangnya untuk makan. Tidak mungkin kan Eleanor makan setelah disebut benalu?
"Ayo, makan. Sudah aku bilang jangan dengarkan mamah," Arka meraih tangan Eleanor, berniat mengajaknya kembali ke ruang makan. Namun Eleanor menolaknya.
"Maaf, tapi aku benar-benar sudah tidak ingin makan sekarang."
"Apa kamu akan membiarkan anak kita kelaparan di dalam sana?" tanya Arka mengusap perut Eleanor yang sudah membesar.
Arka khawatir terjadi sesuatu dengan Eleanor dan anak mereka jika membiarkan Eleanor tidak makan. Apalagi Arka tahu suasana hati Eleanor sedang tidak baik setelah disebut benalu.
"Setidaknya makan dulu sedikit," bujuknya.
"Kamu istri aku, tanggung jawab aku. Kamu tidak akan menjadi benalu hanya karena kamu makan. Lagipula, yang kamu makan hasil keringatku sendiri, bukan uang dari orang lain," Arka sengaja mengatakan itu saat mamahnya berjalan melewati mereka.
Arka sudah bukan lagi pengangguran yang hanya menikmati harta keluarganya. Sekarang, Ia sudah bekerja dan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan keluarganya. Otomatis biaya yang dikeluarkan untuk istrinya makan adalah hasil kerja kerasnya. Dan tidak ada satupun orang yang berhak menyebut istrinya benalu.
"Makan ya? mau aku suapi?" Arka masih terus membujuk Eleanor sampai membuat nyonya Xavier yang menyaksikannya muak.
Nyonya Xavier ingin sekali mengucapkan kata-kata mutiaranya disaat seperti ini, namun Ia berusaha menahan itu supaya putranya tidak benar-benar pergi dari rumah. Lebih baik hidup bersama orang yang dibencinya daripada harus membiarkan putranya meninggalkan rumah.
"Sayang..." Arka belum menyerah membujuk Eleanor untuk makan. Namun sayangnya Eleanor tetap tidak mau makan.
"Sekali lagi aku minta maaf, aku sudah tidak memiliki nafsu untuk makan sekarang," tolak Eleanor.
"Jangan egois jadi istri, mau sampai kapan kamu membiarkan suamimu memohon seperti itu agar kamu makan?" sambar nyonya Xavier gregetan melihat keduanya.
Sebagai seorang ibu, nyonya Xavier tidak terima melihat putranya merendahkan dirinya di depan Eleanor. Laki-laki seharusnya dihormati, bukan dibiarkan memohon seperti itu.
"Kenapa jadi aku yang egois?" tanya Eleanor tidak terima disalahkan.
Eleanor tidak mau makan karena nyonya Xavier menyebutnya benalu, sekarang malah Eleanor yang disalahkan dan disebut egois.
"Terus siapa kalau bukan kamu? kamu menyuruh suamimu masak malam-malam, tapi kamu sama sekali tidak menghargainya!"
"Huh!" Eleanor tidak menyangka mendengar itu dari mulut nyonya Xavier.
Kalau bukan karena nyonya Xavier mengatakan Eleanor benalu, tidak mungkin Eleanor tidak menghargai masakan Arka. Selama ini Eleanor selalu menghargai apapun yang Arka berikan dan lakukan untuknya.
"Aku tidak menghargai suamiku?" ulang Eleanor.
"Ya, apa kurang jelas? kamu tidak menghargai suami yang sudah susah payah memasak makanan untukmu!" terang nyonya Xavier.
Padahal, Eleanor tidak mau makan karena nyonya Xavier menyebutnya benalu. Tapi nyonya Xavier menutup matanya akan hal itu dan malah terus menyalahkan Eleanor.
"Saya jadi penasaran siapa orang tuamu sampai kamu tumbuh menjadi wanita seperti ini."
Arka langsung memasang badan di depan Eleanor karena mamahnya sudah mulai bicara kemana-mana.
"Mah, tolong berhenti mengkritik istriku. Biarkan aku menyelesaikan masalahku sendiri," pinta Arka.
Suaranya terdengar tenang meskipun sebenarnya Arka ingin sekali berteriak sekarang. Arka tidak suka ada yang menyakiti hati istrinya, sekalipun itu mamahnya sendiri.
"Sudah aku katakan tadi, besok aku akan membawa istriku pergi dari rumah. Mamah tidak akan terganggu lagi dengan kehadiran kami disini setelah ini."
"Kamu tidak serius kan, Arka?" tanya nyonya Xavier tidak rela anaknya pergi dari rumah yang menjadi tempat tinggal mereka selama ini.
"Serius atau tidak itu tergantung mamah," jawab Arka masih berusaha untuk terdengar tenang.
"Oke, baiklah. Mamah tidak akan ikut campur lagi dengan rumah tangga kalian, tapi mamah mohon jangan pergi dari rumah," nyonya Xavier berusaha bernegosiasi dengan Arka.
Arka tidak menanggapi mamahnya. Percuma juga bicara jika mamahnya masih pada pendiriannya dan masih memusuhi istrinya.
"Aku membutuhkan waktu berdua dengan istriku," ucap Arka secara tidak langsung menyuruh nyonya Xavier untuk pergi.
"Oke, baik. Mamah akan pergi, tapi ingat jangan pergi dari rumah," nyonya Xavier mengingatkan sebelum pergi meninggalkan anak dan menantunya.
Arka masih tidak memberikan tanggapan apa-apa. Setelah nyonya Xavier pergi, Arka kembali menatap dan bicara pada Eleanor.
"Maaf..." ucap Arka. Terlihat rasa bersalah dari matanya saat Eleanor menatap mata itu.
"Kenapa minta maaf?" tanya Eleanor merasa suaminya tidak memiliki kesalahan apapun terhadapnya.
"Maaf sudah membiarkan kamu tinggal di rumah ini bersama orang yang tidak pernah menyukaimu. Seharusnya aku sudah lama mengajak kamu pindah dari rumah ini," ungkap Arka.
Eleanor mengusap lengan Arka. Sebenarnya Ia tidak terlalu masalah dengan sikap nyonya Xavier yang seperti itu. Toh, selama ini sikapnya masih bisa diatasi. Alasannya pergi dari ruang makan tadi hanya karena malas berdebat dan demi harga dirinya. Bukan karena tidak sanggup menghadapi omongan pedas nyonya Xavier.
"Tidak perlu minta maaf. Bukan salah kamu jika kamu memiliki ibu yang bawel seperti mamahmu itu," Eleanor tersenyum untuk menunjukkan dirinya baik-baik saja setelah apa yang nyonya Xavier katakan terhadapnya.