NovelToon NovelToon
Hyacinth

Hyacinth

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Hujan kristal misterius tiba-tiba menghujam dari langit bak ribuan peluru. Sebuah desa yang menyendiri. Jauh dari mana pun. Terletak di ujung hutan dekat tebing tak berdasar. Tak pernah ada orang dari luar desa yang pernah berkunjung sejak desa tersebut ada. Asing dari mana pun. Jauh dari mana pun. Sebuah desa sederhana yang dihuni ratusan orang. Dipimpin oleh ketua suku turun temurun. Walaupun begitu, mereka hidup rukun dan damai.

Sampai pada akhirnya fenomena dahsyat itu terjadi. Langit biru berubah menjadi warna-warni berkilau. Menciptakan silau yang indah. Indah yang berujung petaka. Seperti halnya mendung penanda hujan air, maka langit warna-warni berkilau itu penanda datangnya hujan aneh mematikan. Ribuan pecahan kristal menghujam dari langit. Membentuk hujan peluru. Seketika meluluhlantakkan seluruh bangunan desa berserta penghuninya. Anehnya, area luar desa tidak terkena dampak hujan kristal tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ahool

Dua hari berada di bukit hijau tempat Nixie, pada akhirnya Cashel benar-benar pergi sendiri. Finley memilih tinggal bersama Nixie dan Cashel berpetualang bersama si burung putih raksasa.

"Kau tak apa harus berpisah dengan Cashel?" Nixie bertanya.

Perdebatan selama dua hari itu tidak kunjung menemukan jalan keluar. Finley tetap ingin diam. Sedangkan Cashel tetap ingin melanjutkan perjalanan.

"Tak apa. Sejak awal aku dan dia memang tak pernah akur. Dulu, saat desa masih ada. Dia adalah musuh bebuyutanku," jawab Finley.

Gadis kecil itu sedang mengolesi tubuh Finley yang terluka beberapa hari lalu. Sudah agak mengering, namun belum sembuh total. Kulit Nixie yang mulus tanpa sedikit pun bekas luka membuat Finley sedikit malu menampakkan luka-lukanya. Apalagi wajah kusamnya.

Masih pagi hari. Cashel dan burung putih raksasa itu berangkat dini hari tadi. Ia sudah muak dengan sikap keras kepala Finley, walaupun ia juga sama kerasnya.

"Tapi, kalian sudah bersama selama lebih dari lima tahun dan kalian masih saja bersama sampai saat pagi tadi Cashel berangkat. Itu artinya, tanpa sadar sebenarnya kalian sudah menjadi teman baik."

"Ah, tidak. Dia anak bermulut kasar, menyebalkan, suka mengejekku, bahkan ketika aku sedang bersedih. Mana peduli dia tentang perasaan wanita."

"Dia pasti mengerti. Dia hanya malu menampakkan rasa peduli. Aku yakin, sebenarnya Cashel sangat peduli padamu. Bukankah dia sering berkorban untukmu?"

Finley terdiam. Mengingat hal-hal apa saja yang telah dilakukan Cashel kepadanya. Benar. Cashel memang menyebalkan dan tidak pernah menghargai perasaan wanita yang tengah bersedih. Namun, Cashel adalah lelaki yang senantiasa mengorbankan fisiknya demi melindungi Finley. Tak peduli walaupun ia juga dalam kondisi yang sama buruknya dengan Finley.

Dilihatnya luka-luka beserta bekasnya. Itu adalah bukti betapa panjang dan sulitnya perjalanan mereka. Ditambah tubuhnya yang kini kokoh berkat pertarungan hidup-mati itu. Semua juga berkat Cashel dengan segala kecerdasannya. Selain itu, Cashel punya cara unik untuk mengetahui informasi. Yakni mimpi.

"Itu karena aku lelah, Nixie. Lelah sekali. Bayangan kematian terus menghantui. Entah di mana dan cara apa aku akan mengalami itu dengan segala marabahaya yang kami hadapi. Lantas, salahkah aku ketika memilih untuk tetap berada di tempat yang aman seperti ini? Tempat di mana aku tak perlu khawatir lagi akan ancaman hewan buas seperti kawanan serigala, harimau, atau burung raksasa mirip kelelawar yang benar-benar nyaris membunuh kami. Aku jelas sudah lama mendambakan tempat tenang seperti ini, Nixie."

Nixie meraih tubuh Finley seraya memeluknya perlahan agar lukanya tidak perih.

Sebuah pelukan hangat yang sudah lama sekali dinantikannya. Lima tahun tanpa pelukan, kecuali ketika ia menggendong Cashel yang patah kaki selama lima bulan. Itu tidaklah sama. Kali ini adalah pelukan tulus dari seorang gadis kecil baik hati dan sangat mengerti perasaannya.

Ingin sekali ia menumpahkan air mata. Namun masih bisa tertahan sebab terbiasa ketika bersama Cashel.

"Kau tidak salah. Semua orang pasti akan berpikir hal yang sama jika berada di posisi yang sama denganmu."

"Apakah kau juga tidak terbunuh dari tusukan hujan kristal itu?" Finley bertanya mengganti topik pembicaraan.

"Tidak. Aku berada di bukit ini ketika fenomena itu datang. Letak desaku lumayan jauh dari sini. Tapi, aku lebih suka menghabiskan waktu di sini daripada di desa. Saat kembali, kudapati desaku telah hancur dengan pecahan kristal berkilau yang memenuhi tempat itu."

"Jadi, kau selalu sendiri di sini bahkan sebelum hujan kristal menimpa desamu?"

"Iya. Aku tak punya keluarga. Di desa, aku hanya tinggal sendirian. Oleh karena itu, mau di mana pun aku berada. Itu akan sama saja. Sama-sama sendirian."

Wajah Finley berubah sedih. Pantas saja Nixie tidak terlihat terlalu frustasi setelah kehilangan desa berserta penduduknya.

"Di mana keluargamu?"

"Terbunuh oleh kawanan ahool."

"Ahool?"

"Burung raksasa mirip kelelawar yang pernah kau lawan. Itu namanya ahool."

Setelah sekian lama, akhirnya Finley mengetahui nama hewan yang berkali-kali nyaris membunuhnya. Bahkan terakhir kali benar-benar hampir membuat petualangannya dan Cashel berakhir sampai hujan kristal itu datang lagi sebagai penyelamat.

...****************...

Malam beranjak layu. Kedua gadis itu merebahkan tubuhnya sambil melihat bintang. Setelah percakapan singkat itu, Finley mulai jarang berbicara. Iebih banyak murung. Dirasakannya seperti ada yang kurang. Atau hampa.

"Kau merindukan Cashel?"

"Enak saja. Mana mungkin aku merindukan orang menyebalkan itu. Tiga malam bersamamu jauh lebih baik dibandingkan lima tahun bersamanya. Penuh kejengkelan."

"Mulut berkata demikian. Tapi tidak dengan matamu. Sejak seharian kau murung. Terlihat kehilangan semangat. Apakah suasana menegangkan yang berkali-kali kau hadapi menjadi pemanis kehidupanmu selama ini? Sehingga kedamaian yang hanya ada suara jangkriknya membuatmu hampa."

Finley terdiam. Mencoba untuk menghitung jumlah bintang di langit. Sambil memikirkan jawaban apa yang hendak diutarakan kepada Nixie.

Gadis itu sangat ahli dalam menebak isi hati seseorang hanya dengan melihat sorot mata lawan bicaranya. Padahal, ia dari dulu selalu menyendiri.

Tak terpungkiri. Rasanya, ada sesuatu yang kurang tanpa kehadiran Cashel bersamanya. Sebab sudah lama, mereka tidak pernah terpisah satu sama lain. Paling lama, ketika Finley merajuk dan duduk menyendiri menghadap jurang tempo hari. Lalu saat di tempat ini, ia mengusir Cashel dan menyuruhnya untuk tidak kembali. Ada irama penyesalan yang bernyanyi dalam pikirannya. Apakah Cashel benar-benar tidak akan kembali karena merasa beban beratnya seperti Finley tidak ad lagi ditambah teman baru yang bisa diandalkan seperti burung putih raksasa itu.

"Apakah seharusnya aku tetap ikut bersama Cashel, Nixie?"

"Itu kebebasanmu untuk memilih."

"Tapi jika aku pergi, kau akan sendiri lagi."

"Sendiri sudah menjadi bagian dari hidupku, Finley. Lagipula, aku tak pernah kesepian. Hewan-hewan yang bukan merupakan ancaman akan bebas keluar masuk ke sini. Menemaniku sepanjang waktu. Menghiburku. Tak ada yang perlu dikhawatirkan denganku."

Cahaya rembulan menerpa wajah kedua gadis itu setelah beberapa saat ada awan mendung yang melintas. Sempat menutupi bintang-gemintang juga.

"Kau tahu, walaupun aku selalu bertengkar dengannya dan menganggap kami saling membenci satu sama lain. Sebenarnya, aku senang telah bersamanya selama ini. Dulu, aku tak pernah sudi melihatnya. Berkat hujan kristal yang menewaskan seluruh penduduk kecuali aku dan Cashel. Keadaan itu membuat kami terpaksa bersama. Setelah lima tahun mengembara, ada banyak sisi darinya yang membuatku takjub. Ia cerdas, pemberani, rela berkorban, yakin dan terus dalam keadaan semangat penuh. Sekali pun yang kami hadapi adalah sesuatu yang mustahil untuk dikalahkan. Seperti belasan kawanan ahool. Ia tetap mengatakan bahwa kami akan menang. Sekali pun sorot matanya ragu. Ya, seharusnya kami memang tidak akan selamat pada kejadian itu. Sampai pada akhirnya hujan kristal itu datang lagi. Sebagai penyelamat," tutur Finley panjang lebar.

"Itu petualangan yang luar biasa. Kamu memliki teman yang hebat. Akhirnya, kamu tidak gengsi untuk mengungkapkannya kepadaku."

"Tapi, dia telah pergi. Ia pasti lega sekarang tanpa adanya gadis cerewet dan menyusahkan sepertiku. Terlebih, ia bersama burung putih raksasa yang hebat. Pasti bisa melindungi Cashel dari serangan se-berbahaya apa pun."

"Jika kau yakin, ia pasti akan kembali."

"Benarkah?"

"Bukankah pertanyaanmu berarti sedang meragukannya?"

Ucapan Nixie membuat Finley berpikir. Sikap gadis ini seperti jauh lebih dewasa. Padahal, usianya sama dengan Cashel.

"Lalu, dari ceritamu tentang hujan kristal. Mungkin, kau dan Cashel memiliki kaitan dengan fenomena itu. Itulah yang membuat kalian tidak terbunuh."

1
mochamad ribut
lanjut
adie_izzati
Permulaan yang baik👍👍
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
total 3 replies
Ucu Borneo.
nice...
Chira Amaive: 🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!