Naya wanita cantik yang berumur 27 tahun mendapati dirinya terbangun didunia novel sebagai pemeran tambah yang berakhir tragis. Naya merasuk kedalam tubuh Reka remaja cantik yang berusia 18 tahun. Reka memiliki keluarga yang sangat amat menyayanginya, mereka rela melakukan apapun demi kebahagiaan Reka. Meskipun memiki keluarga yang sangat amat mencintainya sayangnya kisah percintaan Reka tidak berjalan dengan baik. Tunangannya Gazef lebih memilih pemeran utama wanita dan meninggalkan Reka. Reka yang merupakan pemeran tambahan akhirnya menjadi batu pijak untuk kebehagian Gazef dan Rosa, Reka harus mati demi kebahagiaan pemeran utama dalam novel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Reka melangkah masuk ke dalam mansion dengan langkah gontai, melihat sekeliling dengan tatapan datar. Ketika dia sampai di ruang tamu, dia melihat kakaknya, Gred, duduk santai di sofa sambil membaca buku.
"Hey, adikku! Bagaimana hari sekolahmu?" sapa Gred sambil tersenyum.
"Biasa saja, Kak. Tidak terlalu menarik," kata Reka menghela napas sejenak sebelum menjawab.
Gred menatap Reka dengan penuh perhatian saat dia melihat ekspresi murung di wajah adiknya.
"Kenapa wajahmu terlihat murung?" tanya Gred dengan nada lembut.
Reka menatap kakaknya dengan serius, "Kakak, jika aku meminta bantuanmu, apa kakak mau membantuku?" tanyanya.
"Tentu saja," jawab Gred tanpa ragu.
Reka menghampiri Gred dan duduk di sampingnya dengan ekspresi ragu. "Kak, apa kamu akan membantu aku jika aku memintamu untuk menyakiti seseorang?" tanyanya pelan.
Gred menatapnya dengan serius, "Tentu, apapun yang kamu inginkan akan kakak lakukan."
"Disekolah, aku membenci seorang gadis. Aku ingin kakak membuatnya menderita," ujar Reka dengan nada tegas.
"Oke, akan kakak lakukan sesuai keinginanmu. Sekarang jangan murung lagi ya," ujar Gred dengan penuh perhatian.
Reka tersenyum cerah lalu memeluk Gred erat. "Terima kasih, kak," ucapnya dengan tulus.
Reka melepaskan pelukannya dengan senyum cerah, lalu berjalan dengan riang menuju lift menuju kamarnya. Langkahnya ringan dan penuh semangat setelah mendapatkan dukungan dari kakaknya.
Setelah memasuki kamarnya, Reka melempar tasnya ke atas tempat tidur dengan sembrono, lalu berjalan menuju meja belajarnya dengan langkah mantap.
Reka membuka buku catatannya dengan gerakan ringan, tangannya lincah menari di atas halaman kosong dengan pena sebagai pasangannya. Dia mencatat dengan cermat informasi yang dia temukan, memikirkan setiap langkahnya dengan hati-hati. Setelah beberapa saat, Reka menghentikan pena dan menatap catatan yang baru saja dia tulis.
"Jadi, tindakan kasar yang aku lakukan kepada Rosa tidak memutar cerita kembali ke awal," gumam Reka kepada dirinya sendiri, memastikan kesimpulan yang dia ambil.
Reka menimbang-nimbang dalam pikirannya sambil menatap tulisannya yang baru saja selesai.
"Bagaimana jika orang yang melakukan hal buruk, apakah cerita akan kembali ke awal?" gumamnya, memikirkan implikasi dari tindakan tersebut.
Lalu, dia menambahkan di catatannya, "Apakah kebalikan dari itu juga berlaku? Apakah tindakan baik akan membawa cerita ke depan?"
"Semoga tindakan kak Gred membawa kita ke arah yang diinginkan," gumamnya sambil menulis dengan cepat.
Reka melihat catatan-catatan yang sudah ia tulis, memikirkan kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa mengubah jalannya cerita.
"Bagaimana jika ada cara lain untuk mengubah cerita dan memutuskan lingkaran setan ini," gumamnya, mencoba mencari solusi baru yang belum ia pikirkan sebelumnya.
Reka merenggangkan otot-ototnya dengan lembut, merasa kaku setelah duduk terlalu lama. Dengan gerakan lambat, ia berdiri dari duduknya, memberikan sedikit waktu bagi tubuhnya untuk menyesuaikan. Langkahnya ringan saat ia berjalan menuju kamar mandi, tubuhnya merasakan kebutuhan akan kesegaran setelah beberapa waktu terpaku pada satu posisi.
Di kamar mandi, air hangat dari pancuran menyambutnya dengan lembut. Reka membiarkan air mengalir, menyentuh kulitnya yang lelah. Dalam keheningan kamar mandi, ia merasa lebih tenang, hampir melupakan kerumunan pikiran yang sebelumnya mengganggu. Air yang mengalir menghapus segala jejak kecemasan dan kegelisahan yang menyelinap di benaknya.
Setelah selesai mandi, Reka merasa segar dan bertenaga. Ia mengeringkan tubuhnya dengan handuk, menghapus setiap tetes air yang menetes dari tubuhnya. Dengan pikiran yang jernih.
Reka melihat handphonenya berdering, menampilkan nama Gazef di layar. Sebuah panggilan masuk yang tidak ia harapkan. Ia memutuskan untuk mengabaikannya, meletakkan handphone kembali ke meja. Namun, handphonenya terus berdering, memancarkan suara yang semakin mengganggu ketenangannya.
"Duh, apalagi sih dia?" gumam Reka dengan nada kesal.
Dengan napas yang berat, ia meraih handphone-nya kembali. "Apa sih, Gazef? Aku sedang tidak ingin bicara," jawab Reka dengan nada dingin, berharap bisa segera mengakhiri percakapan yang menurutnya tidak akan menyenangkan.
"Reka, kita perlu bicara," suara Gazef terdengar di ujung sana, tegas namun dengan sedikit nada cemas. Reka memutar matanya, merasa tidak ingin terlibat dalam percakapan panjang yang mungkin tidak membawa hasil.
"Aku sedang sibuk. Apa yang kamu inginkan?" jawab Reka singkat, berharap pembicaraan ini bisa cepat selesai.
Reka melempar kasar handphonenya ke atas tempat tidur, membuat benda itu terpental di atas sprei. Dengan kesal, ia meraih hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya. Suara mesin yang berdesing memenuhi kamar, mencoba menutupi suara kekesalannya.
Namun, di tengah-tengah kegiatannya, Reka tiba-tiba merasakan sakit kepala yang sangat teramat sakit. "Aghh... apa ini?" teriaknya sambil memegang kepalanya dengan kedua tangan. Sakitnya begitu tajam, seakan-akan kepalanya akan pecah. Ia tersandar ke meja rias, mencoba menahan rasa sakit yang mencekam.
Di balik rasa sakit itu, ingatan yang tidak pernah ia sadari sebelumnya tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam memorinya. Ingatan tentang Reka yang asli, tentang kehidupan yang sebelumnya ia tidak tahu. "Apa... apa ini?" gumam Reka, bingung dan ketakutan. Ingatan itu begitu jelas membuatnya merasa tertekan.
Ingatan Reka yang asli berputar-putar seperti kaset rusak di dalam kepalanya. Setiap kenangan muncul dengan jelas, menunjukkan bagaimana Rosa sering mempermalukan Reka di depan orang banyak.
"Tidak, ini tidak mungkin," bisik Reka sambil memegang kepalanya, mencoba mengusir ingatan-ingatan yang menyakitkan itu. Setiap ejekan, setiap tawa mengejek Rosa dan teman-temannya kembali menghantui dirinya.
Reka asli tidak hanya dipermalukan, tetapi juga dibully secara sistematis oleh orang-orang di sekitarnya. Rosa memanfaatkan kekuatannya untuk memanipulasi orang-orang agar ikut membully Reka.
"Kenapa dia melakukan ini?" Reka berbisik pada dirinya sendiri, air mata mulai mengalir di pipinya saat rasa sakit dari kenangan itu semakin dalam. Setiap dorongan, setiap kali dia dijatuhkan di depan umum, semuanya terasa begitu nyata kembali.
Tidak hanya itu, Rosa juga memfitnah Reka dan memanipulasi Gazef hingga membuatnya membenci Reka.
"Aku tidak percaya Gazef bisa begitu bodoh," Reka menggerutu, kepalanya masih terasa berdenyut dengan ingatan-ingatan yang menyakitkan. Setiap kali Gazef memarahi atau mengabaikannya karena fitnah Rosa, hatinya terasa hancur.
"Aku harus menghentikan ini," gumam Reka kesal.
Rasa sakit akibat ingatan yang menerobos masuk semakin menghantam kepala Reka. Setiap memori yang muncul seperti pisau yang tajam, mengiris-iris kesadarannya. "Tolong... hentikan..." desisnya pelan, suara gemetar penuh kesakitan. Tangannya gemetar memegang erat hair dryer, hampir menjatuhkannya karena intensitas rasa sakit yang semakin menjadi-jadi.
Reka terduduk lemas di lantai kamar mandi, tangannya memegangi kepalanya yang terasa seperti akan meledak. "Tidak... tidak lagi..." bisiknya, mencoba mengendalikan napasnya yang tersengal-sengal. Perlahan, pandangannya mulai kabur, tubuhnya tidak sanggup lagi menahan rasa sakit yang begitu hebat. Reka berusaha berdiri, namun lututnya lemas, tubuhnya tak mampu menopang beban rasa sakit itu. Akhirnya, ia ambruk ke lantai, kehilangan kesadaran.
smngt Thor
semungil itu😭😭😭😭