Banyak faktor yang membuat pasangan mencari kesenangan dengan mendua. Malini Lestari, wanita itu menjadi korban yang diduakan. Karena perselingkuhan itu, kepercayaan yang selama ini ditanamkan untuk sang suami, Hudda Prasetya, pudar seketika, meskipun sebelumnya tahu suaminya itu memiliki sifat yang baik, bertanggung jawab, dan menjadi satu-satunya pria yang paling diagungkan kesetiaannya.
Bukan karena cinta, Hudda berselingkuh karena terikat oleh sebuah insiden kecelakaan beberapa bulan lalu yang membuatnya terjalin hubungan bersama Yuna, sang istri temannya karena terpaksa. Interaksi itu membuatnya ingin coba-coba menjalin hubungan.
Bagaimana Malini menyikapi masalah perselingkuhan mereka?
***
Baca juga novel kedua saya yang berjudul Noda Dibalik Rupa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Kerja
🌿🌿🌿
Hudda merasa khawatir membiarkan Malini bekerja di perusahaan Agung. Ia menghubungi seseorang, salah satu temannya yang bekerja di perusahaan Agung untuk mengawasi Malini saat bekerja ataupun saat bersama Agung. Tidak gratis, Hudda memberikan uang untuk temannya itu.
"Sepertinya istrimu itu akan lembur. Proyek baru yang masuk memuat mereka banyak kerjaan," kata Dion, teman yang diutus Hudda untuk memata-matai mereka.
Dion memperhatikan mereka dari kejauhan dari pintu ruangan Agung yang terbuka lebar dan ada beberapa orang di sana selain mereka berdua.
"Oke. Kalau begitu kamu hubungi aku setelah Malini menyelesaikan pekerjaannya. Aku akan menjemputnya. Satu lagi, awasi mereka," pesan Hudda.
"Iya. Kenapa Malini tidak bekerja di perusahaan mu saja? Ini malah merepotkan ku . Jika Agung tahu, tamat riwayatku," kata Dion dengan suara kecil.
"Makanya hati-hati. Biasa saja, jangan terlalu tegang saat bertemu mereka. Kalau begitu aku tutup teleponnya." Hudda memutuskan sambungan telepon setelah melihat Yuna batu masuk ke ruangannya.
"Sudah sore. Kita pulang?" tanya Yuna, bertingkah santai.
"Aku masih banyak kerjaan. Kamu pulang saja dulu," kata Hudda, bersikap dingin.
Sejak kejadian semalam Hudda bersikap dingin kepada Yuna. Ia ingin mengakhiri hubungan mereka tanpa memutuskannya langsung secara lisan, ia takut Yuna melakukan tindakan gegabah yang pernah dilakukan olehnya sebelumnya saat ingin mengakhiri hubungan mereka. Yuna pernah berusaha mengakhiri hidup nya jika Hudda memutuskan hubungan dengannya. Oleh sebab itu, ia ingin membuat Yuna merasa tidak nyaman dengannya.
Yuna masih berdiri diam di hadapan Hudda, menatap pria itu dengan ambekan seperti yang dilakukannya.
"Aku benar-benar tidak bisa mengantarmu pulang, Yuna," terang Hudda dengan tekanan.
"Dasar! Sejak kejadian itu kamu bersikap dingin padaku," kata Yuna dan berjalan keluar dari ruangan itu dalam kekesalan.
Hudda sedikit cemas melepaskan kepergian Yuna, tapi ia berusaha yakin kalau wanita itu tidak akan bertindak nekat yang bisa membahayakan kondisinya.
***
Agung dan Malini berpisah di teras kantor. Mereka ke arah yang berbeda-beda karena letak parkiran mobil mereka tidak sama. Agung lebih dulu meninggalkan perusahaan, begitu juga dengan Malini. Wanita itu sibuk menyalakan mesin mobil yang tidak bisa distarter. Ia sudah mencobanya beberapa kali, tapi tidak junjung bisa.
Cuaca malam yang dingin karena mendung memunculkan gerimis. Ia merogoh ponsel dari tas dan berniat untuk menghubungi Hudda untuk memberitahu pria itu mengenai kondisinya. Namun, ia ingat mereka ada masalah. Malini mengurung niat untuk menghubungi Hudda dan mencari bantuan orang lain. Tapi, ia bingung akan menghubungi siapa?
Rangga tiba dengan motor besarnya. Awalnya Rangga hanya berniat untuk bertemu Agung karena mengira kakaknya itu masih di sana. Sedangkan Hudda masih berada di kemacetan malam dan mobilnya mengarah ke perusahaan Agung untuk mengikuti Malini kembali ke rumah tanpa ada gangguan.
"Kenapa?" tanya Rangga sambil berjalan menghampiri Malini yang membuka bagian depan mobil.
"Tidak tahu. Tiba-tiba saja mobilnya tidak bisa menyala saat aku starter," jawab Malini, bingung karena tidak mengerti mesin.
Rangga mengambil ponselnya dan menghidupkan senter. Ia memeriksa beberapa kabel, ada salah satu kabel yang konslet.
"Kabelnya konslet. Aku akan hubungi montir untuk memperbaikinya. Sekarang Ibuk aku antar kembali ke rumah. Ayo!" ajak Rangga, menyuruh wanita itu mengikutinya menuju motor.
Rangga mengambil helm yang tergantung di samping motor dan memakainya ke kepala Malini. Lalu, ia juga memakai helmnya dan menaiki motor. Malini masih ragu untuk pulang bersama Rangga, takutnya Hudda tahu dan muncul lagi kesalahpahaman. Ia diam berdiri di samping motor, meskipun Rangga sudah menyuruhnya naik.
"Ibuk takut Pak Hudda salah paham lagi?" tanya Rangga, menoleh ke samping, menatapnya.
"Tidak. Aku hanya khawatir dengan mobilku. Aman, kan?" tanya Malini, berbohong.
"Aman," balas Rangga sambil menganggukkan kepala.
Malini meletakkan tangan ke pundak Rangga dan naik. Kedua tangannya bergantung ke pundak pria itu karena takut jatuh. Karena sudah lama tidak naik motor besar, Malini merasa girang, terakhir kaki ia naik motor besar bersama Hudda sepuluh tahun yang lalu, ketika zaman pacaran.
Motor yang dikendarai Rangga berpapasan dengan mobil Hudda yang baru saja lolos dari kemacetan. Ia putar arah dan mengikuti motor Rangga setelah melihat Malini dibonceng di motor besar itu.
"Kenapa dia bersama Rangga? Bukannya dia bawa mobil sendiri," kata Hudda, cemburu karena salah paham.
Motor Rangga dihadang kemacetan di lampu merah. Hudda bergegas turun dari mobil dan menghampiri mereka yang sedang berbicara. Malini mengutarakan kerinduannya naik motor besar, ia sedikit bercerita tentang kenangan naik motor bersama Hudda kepada Rangga.
"Jadi, Ibuk sudah lama tidak naik motor? Lain kali aku akan bawa Ibuk putar-putar kota dengan motorku," kata Rangga, tertawa senang.
"Mobil kamu mana? Kenapa bersama Rangga? Tunggu, jangan bilang kalau kalian memang menjalin hubungan di belakangku," kata Hudda.
"Mas apa-apaan? Datang-datang malah asal nuduh," balas Malini.
"Lalu, ini?" Hudda meminta penjelasan.
Malini turun dari motor dan membuka helm di kepalanya. Ia memberikannya kepada Hudda dan mengajak pria itu berbicara ke tepi, di bawah rintik gerimis malam.
"Jangan meminta penjelasan dariku. Aku tidak seperti kamu, Mas. Aku punya prinsip dalam hidup ini, termasuk dalam hubungan kita. Tidak mungkin aku mengkhianati hubungan kita, tidak sepertimu. Bagaimana? Cemburu? Pikiran perasaanku saat melihat kalian bermain di hotel itu. Sakit, hati ini seperti tertikam keras. Sebenarnya bukan karena aksi kalian, tapi ketika aku ingat kata-kata manismu yang akan selalu setia padaku," kata Malini dan akan kembali berjalan ke menghampiri Rangga.
"Kamu merasa sakit berada di sisiku?" tanya Hudda dalam emosi.
Malini berhenti melangkah dan memutar tubuh ke arahnya.
"Iya," jawab Malini, jelas tanpa ada keraguan.
"Kenapa masih bertahan?" tanya Hudda tanpa sadar dengan apa yang dikatakannya karena sudah terbakar oleh api cemburu dan emosionalnya.
"He!" Malini tertawa ringan. "Jika bukan karena anak-anak, aku sudah meninggalkanmu sejak pertama aku tahu kamu menduakan ku," kata Malini tertawa ringan dalam kesedihannya.
Malini melanjutkan perjalanannya menuju Rangga yang memperhatikan mereka sejak tadi dengan raut wajah prihatin menatap Malini yang selalu membuatnya merasa iba karena dikhianati. Mengapa? Rangga melihat bagaimana ibunya sering disakiti oleh ayahnya karena berselingkuh. Jadi, Rangga bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Malini, seperti ia merasakan penderitaan Ibunya.
Malini kembali naik ke motor Rangga dan memakai helm yang dipegang pemuda itu sejak tadi. Ia tidak mau peduli dengan perasaan Hudda.
Yuna tersenyum senang melihat mereka bertengkar. Wanita itu juga ada di tempat itu, ia berada di sebuah taksi dan sejak tadi mengikuti Hudda secara diam-diam.
"Maaf Malini. Bukannya aku ingin membuat hatimu terluka, tapi aku juga butuh dirinya. Sayang sekali, suamimu menjadi orang yang aku cintai," kata Yuna, berbicara sendiri dengan perasaan senang.
"Maaf, Mbak. Apa yang Mbak lakukan sekarang salah. Ini awal dari kehancuran Mbak sendiri," kata sopir taksi yang berjenis kelamin perempuan.
"Diam. Ini bukan urusanmu," balas Yuna dengan tajam.
Sopir taksi itu hanya bisa diam karena ia juga membutuhkan uang dari Yuna yang saat ini menjadi pelanggannya. Taksi itu berjalan setelah motor yang dikendarai Rangga meninggalkan tempat itu. Tinggallah Hudda yang masih berdiri di tepi jalan dengan perasaan yang kacau dan hatinya terluka mendengar perkataan sang istri. Namun, ia juga sadar dirinya juga menyakiti Malini dan orang pertama yang bersalah dalam masalah itu.