NovelToon NovelToon
Gadis Desa Vs Pewaris Sultan

Gadis Desa Vs Pewaris Sultan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cintamanis / Anak Yatim Piatu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: I Wayan Adi Sudiatmika

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan, hiduplah Kirana, gadis cantik, cerdas, dan mahir bela diri. Suatu hari, ia menemukan seorang pemuda terluka di tepi sungai dan membawanya ke rumah Kakek Sapto, sang guru silat.


Pemuda itu adalah Satria Nugroho, pewaris keluarga pengusaha ternama di Jakarta yang menjadi target kejahatan. Dalam perawatan Kirana, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Namun, setelah sembuh, Satria kembali ke Jakarta, meninggalkan kenangan di hati Kirana.


Bertahun-tahun kemudian, Kirana merantau ke Jakarta dan tak disangka bertemu kembali dengan Satria yang kini sudah dijodohkan demi bisnis keluarganya. Akankah mereka bisa memperjuangkan cinta mereka, atau justru takdir berkata lain?


Sebuah kisah takdir, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh waktu, hadir dalam novel ini! ❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Wayan Adi Sudiatmika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14: Kecemburuan Susi

Masa orientasi telah berakhir dan tidak banyak yang terjadi selama periode tersebut. Semua berjalan lancar tanpa ada kejadian yang mencolok atau terlalu berlebihan. Kirana yang kini sudah mulai menyesuaikan diri dengan rutinitas barunya, baik di rumah maupun di sekolah bahkan latihan silatnya masih berlangsung. 

Kirana memutuskan untuk membeli sebuah ponsel baru untuk menunjang semua aktivitasnya tersebut. Ponsel tersebut tidaklah mewah tetapi masih cukup untuk menunjang aktivitas belajarnya nanti. Kirana berharap lebih mudah mengakses materi pelajaran, mengatur jadwal bahkan berkomunikasi dengan teman-teman sekelasnya dan tentunya dengan Rini sahabatnya. 

Satu hal yang sedikit mengecewakan Kirana adalah kenyataan bahwa Ririn sahabatnya ternyata tidak satu kelas dengannya. Meski begitu mereka bertekad untuk tetap menjaga kedekatan mereka. Siap jam istirahat Kirana dan Ririn selalu menyempatkan diri untuk bertemu, berbagi cerita atau sekedar menghabiskan waktu bersama. Meski tidak duduk di kelas yang sama, persahabatan mereka tetap kuat dan momen-momen pertemuan di sela-sela kesibukan terutama paa saat latihan silat menjadi sesuatu yang selalu dinantikan mereka.

 

Beberapa hari terakhir Kirana merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Setiap kali Kirana bertemu Susi di selasar sekolah, di kantin atau di lapangan, Kirana selalu melihat senyum sinis tersungging dari bibir Susi. Senyum itu bukan senyum ramah melainkan senyum yang penuh dengan maksud tersembunyi. Kirana merasa sesuatu yang tidak beres akan terjadi namun ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Ia punya banyak hal yang harus dipikirkannya, mulai pekerjaan rumah, tugas sekolah dan latihan silat yang semakin berat saat ini.

Namun rasa tidak nyaman itu semakin menjadi ketika Ririn memberitahukannya sesuatu. “Kir… aku dengar dari teman-teman kalau Susi lagi nyari tahu tentang kamu,” ujar Ririn suatu siang saat mereka sedang makan siang di kantin. Suaranya pelan namun penuh kekhawatiran.

Kirana mengerutkan keningnya. “Nyari tahu tentang aku…? Maksudnya gimana ya Rin…?” tanyanya mencoba memahami apa yang Ririn katakan.

Ririn menghela napas. “Iya… aku dengar dia nanya-nanya ke teman-teman kita tentang kamu. Mulai dari keluarga, latar belakang sampai kebiasaan kamu. Aku rasa dia mencari celah untuk menjelekkanmu dan ganggu kamu…,” jelas Ririn dengan mata penuh kecemasan.

Kirana mengangguk pelan dan mencerna informasi itu. “Sebenarnya aku sudah curiga sih… Setiap kali kami bertemu… dia selalu tersenyum sinis kepadaku. Aku rasa dia tidak suka kepadaku,” ujarnya sambil menatap piring makanannya namun mencoba tetap tenang.

Ririn menghela napas lagi. “Kamu harus berhati-hati Kir… Susi itu dikenal jahat oleh teman-teman. Kalau dia tidak senang terhadap seseorang, dia akan menjahatinya… Aku nggak mau kamu kenapa-napa…,” ujarnya masih dengan kekhawatirannya.

Kirana tersenyum kecil dan mencoba menenangkan sahabatnya. “Tenang saja Rin… Aku sepertinya bisa menghadapi ini. Aku tidak akan biarkan dia mengganggu kita…,” jawabnya dengan penuh keyakinan.

Lalu mereka melanjutkan makan siang mereka, duduk di meja makan kantin yang cukup ramai namun tetap nyaman. Suara riuh rendah suara siswa lain meramaikan suasana, tapi Kirana dan Ririn lebih fokus pada makanan dan obrolan mereka. Meskipun begitu ada rasa kekhawatiran yang masih menggelayut di hati mereka, seolah-olah ada sesuatu yang belum terselesaikan. Mereka berusaha menikmati waktu makan siang itu meski beban pikiran yang samar-samar masih mengganggu. Keduanya tahu bahwa kekhawatiran itu mungkin tidak akan hilang dalam sekejap tetapi setidaknya dengan saling berbagi, beban itu terasa sedikit lebih ringan.

 

Hari demi hari Susi semakin penasaran dengan Kirana. Ia masih tidak bisa menerima kenyataan bahwa Daniel yang dia sukai begitu tertarik pada Kirana. Baginya Kirana hanyalah “anak kampung” yang tidak pantas mendapatkan perhatian dari seseorang seperti Daniel. Setiap kali Susi melihat Kirana, rasa cemburu dan kebenciannya semakin membesar seperti api yang terus menyala dan tidak bisa dipadamkan.

Susi mulai mencari tahu tentang Kirana. Susi bertanya kepada teman-teman Kirana bahkan mencoba mengumpulkan informasi dari kakak kelas yang mungkin mengenal Kirana. Ia ingin tahu latar belakang Kirana dan mencari celah untuk menjatuhkannya serta menemukan kelemahan Kirana yang bisa dia gunakan untuk membuat Kirana tidak lagi dianggap istimewa oleh Daniel.

Sebenarnya Daniel tidak terlalu tertarik dengan Kirana. Daniel mendekati Kirana bukan karena perasaan tulus tapi melainkan lebih karena keinginan untuk membuktikan bahwa dia bisa mendapatkan perhatian Kirana. Daniel terbiasa dengan perhatian dari banyak orang dan merasa tertantang oleh penolakan yang Kirana tunjukkan. Bagi Daniel ini hanyalah sebuah tantangan kecil untuk mengisi waktu dan memuaskan ego dirinya. Dia tidak benar-benar memikirkan perasaan Kirana atau konsekuensi dari tindakannya. Yang dia tahu bahwa penolakan Kirana justru membuatnya semakin ingin “menang” dalam permainan yang dia ciptakan sendiri.

 

Suatu siang Susi mendekati salah satu teman Kirana yang kebetulan satu kampung dengan Kirana. “Eh… kamu khan satu kampung dengan Kirana ya?” tanya Susi dengan pura-pura ramah.

Siswa itu menoleh dan tersenyum. “Iya kak… ada apa ya kak?” jawab siswa itu tidak kalah ramah.

“Aku penasaran… gimana sih latar belakang dia?” tanya Susi dengan nada yang seolah biasa saja tapi matanya penuh dengan rasa ingin tahu.

Teman Kirana itu yang tidak menyadari niat buruk Susi, menjawab dengan jujur. “Kirana itu anaknya biasa saja kok… Dia tinggal bersama pamannya. Tapi Karina siswa berprestasi dan mendapatkan beasiswa sejak SMP…,” jawab teman Kirana sambil tersenyum dan bangga menceritakan tentang Kirana.

Susi mengerutkan keningnya dan berusaha menyembunyikan rasa tidak sukanya. “Beasiswa? Jadi dia orang tidak mampu ya…?” tanyanya mencoba mencari celah untuk menjatuhkan Kirana.

Temannya mengangguk. “Iya… Kirana itu yatim piatu… Kabarnya ayah ibunya sudah meninggal sejak dia bayi… dan sekarang di numpang bersama keluarga pamannya,” jelasnya dengan suara pelan dan penuh simpati.

Susi mendengarkan dengan seksama dan matanya berbinar seperti menemukan sesuatu yang berharga. “Hemmmmm….,” dehem Susi mencerna informasinya yang diperolehnya. Ia semakin yakin bahwa Kirana tidak dapat mendapatkan perhatian Daniel.

“Tapi dia pintar dan berprestasi waktu SMP. Mandiri juga lho…,” lanjut teman Kirana itu mencoba memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang Kirana.

Susi tersenyum sinis dan bibirnya meringis penuh ejekan seolah-olah baru saja menemukan sesuatu yang sangat menghibur. Matanya menyipit dan menatap ke arah Kirana yang sedang asik berbincang dengan teman-temannya di halaman sekolah.

“Mandiri…? Jadi dia cuma anak yatim piatu dan miskin yang sok mandiri ya?” bisiknya dalam hati  dengan suara penuh ejekan dan merendahkan. Baginya kata “mandiri” yang Kirana banggakan hanyalah kedok untuk menutupi kekurangan dan latar belakangnya yang memprihatinkan. Susi semakin yakin bahwa Kirana tidak pantas mendapatkan perhatian Daniel apalagi bersaing dengannya.

Susi memalingkan pandangannya mencoba menyembunyikan senyum sinisnya tetapi kepuasan hatinya tidak dapat disembunyikannya. Baginya Kirana hanyalah seorang gadis biasa yang tidak layak mendapatkan tempat di dunia yang Susi anggap miliknya. Dengan keyakinan itu, Susi semakin yakin dan mantap untuk memastikan bahwa Daniel tidak akan pernah serius mendapatkan Kirana.

Bagaimana kisah selanjutnya...? Ikuti bab selanjutnya...

1
Atik R@hma
pertemuan pertama, 😚😚
Atik R@hma
ok ka,,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!