📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gosip
Meski berulang kali Zidan selalu berusaha melakukan skin to skin padanya tapi entah mengapa sampai saat ini untuk melakukan hal yang lebih dari sekedar pegangan tangan ia tak berani. Menoleh ke belakang dan mendapati mobil Zidan sudah tak terlihat membuatnya bernafas lega, ia bisa berjalan lebih santai.
“Apa setiap orang yang menjalin hubungan harus melakukan hal itu?” Jesi bermonolog dengan dirinya sendiri.
“Tapi kalo aku nggak mau gimana? Nggak apa-apa kali yah.” Jawabnya sendiri.
Menyusuri jalan komplek perumahan sore hari ternyata lebih ramai, tak seperti tadi malam, sepi.
“Hei hola Ola Olala....” Jesi menghampiri kereta balita yang di dorong oleh baby sitter di depan rumah. Dia berjongkok sambil mencubit gemas kedua pipi Lolita.
“Lolita. Kebiasaan Neng Jesi suka ganti-ganti nama anak orang ih.” Ujar si baby sitter.
“Biarin atuh teh, lagian jadi unyu namanya kan, spesial aku buatin panggilan buat Lolita. Uh... uh... gemoy sekali kamu Olala.” Lagi Jesi semakin gemas menjewel pipi cabi balita itu hingga menangis.
“Ih kok nangis sih? Jangan nangis dong. Cup... cup...” diciuminya seluruh wajah balita itu hingga kegelian dan tertawa.
“Udahan ah aku pulang dulu teh. Dadah Olala...” Jesi kembali mencubit gemas pipi Lolita sebelum pergi.
Jesi kembali berjalan menuju rumahnya, sesekali ia menyapa anak-anak yang bermain sepeda. Hingga bunyi klakson mobil dibelakangnya membuat dia menoleh. Jesi segera membuang muka begitu tau mobil itu milik ayahnya.
“Tega bener dah, anak jalan kaki ayah enak-enakan naik mobil.” Gerutunya. Wajah cerianya seketika memudar mengingat nasib mirisnya saat ini.
“Wassalamualaikum!” Jesi masuk ke dalam rumah dengan tas yang diseret.
“Assalamualaikum, Jes. Sekalinya pulang ngucap salam malah kebalik.” Ujar Sari yang membawa segelas air putih untuk suaminya yang juga baru saja pulang.
“Tau ah kesel.” Jawab Jesi asal. Dia meletakan bukunya di meja dan duduk di sofa tamu.
“Kesel kenapa anak ibu? Coba cerita sama ibu.” Sari duduk di samping Jesi dan membelai lembut rambut panjang putrinya.
“Ya kesel lah bu. Ini semua gara-gara ibu sama ayah. Aku cape banget hari ini. Ayah juga, lewat main tinggal aja nggak ada niatan ngajak aku naik mobil.” Ucapnya sembari cemberut.
“Lah kan tanggung sayang. Lagian kan kamu juga udah mau sampe. Anggap aja jalan-jalan sore sekalian olahraga biar sehat.” Jawab Burhan.
“Aku hari ini udah olahraga berlebihan, Yah.” Ucap Jesi lirih, dia menyandarkan kepala di pelukan sang ibu.
“Ibu tau nggak rasanya naik angkot?” ditatapnya wajah ibunya dengan memelas.
“Panas, desek-desekan, jalannya lambat, baunya campur aduk. Bau parfum sama ikan asin plus terasi jadi satu didalam angkot. Udah gitu aku salah naik angkot, turun di tengah jalan terus ganti pake ojeg, sampe kampus udah telat aku sampe lari-lari ke kelas. Cape aku tuh bu.” Keluhnya.
“Ayah sama ibu beneran tega lihat aku kayak gitu tiap hari? Jahat banget dah.” Lanjutnya.
Berbanding terbalik dengan sang istri yang terlihat sedih mendengar cerita Jesi, Burhan justru tertawa.
“Tuh kan ayah malah ketawa. Ayah tertawa diatas penderitaan aku. Jahat!”
“Penderitaan apa? Harusnya kamu terimakasih sama ayah, karena semua fasilitas dicabut kamu jadi bisa punya pengalaman naik angkot, naik ojeg. Dan yang paling penting juga itu pengalaman kesasar.” Ucap Burhan sambil menahan tawa.
“Besok sebelum naik angkot harus teliti, lihat nomernya supaya tak salah naik. Kalo nggak kamu bisa naik taksi online atau ojeg online supaya nggak perlu jalan ke depan.” Imbuhnya.
“Nggak mau ah, ntar mahal. Uang aku aja sisa lima puluh ribu doang nih. Untung pulangnya dianterin temen.”
“Tuh ayah lihat masa dompetku isinya cuma dua lembar?” Jesi mengambil dompet dari dalam tas dan menunjukan isinya pada sang ayah, berharap ayahnya akan iba terhadap nasibnya kini.
“sisanya kemana? Masa naik angkot sama ojeg sampe abis seratus lima puluh ribu?” heran Burhan.
“Kan aku bayar angkot lima puluh ribu, ojeg seratus ribu. Aku nggak jajan hari ini. Laper bu...” jawab Jesi dengan memelas.
“Ya udah kita makan sekarang ayo.” Ajak Sari. Jesi mengikuti ibunya ke dapur.
Melihat putri manjanya berjalan malas di belakang sang istri membuat Burhan sedikit tak tega, putri semata wayangnya terlihat begitu kelelahan hari ini. Burhan segera menyusul kedua wanita yang begitu berarti dalam hidupnya. Makan malam hari ini dimulai lebih awal, di sela-sela makan dia memberitahu Jesi terakit tarif angkot dan ojeg. Dia tak menyangka jika putrinya samapi tak tau tarif dasar kendaraan umum, semua akibat dari dirinya dan Sari yang terlalu memanjakan Jesi.
“Ya makanya Yah, besok kembaliin semua fasilitas aku. Pusing banget mau ke kampus aja harus ini itu.” keluh Jesi.
Dari mulai bujuk rayu dengan tampang memelas hingga mode ngambek diaktifkan nyatanya tak berhasil meluluhkan sang ayah yang tetap pada keputusan awal.
Pagi harinya Jesi kembali naik angkot ke kampus. Kali ini ia berangkat lebih pagi, tak lupa memperhatikan nomor angkot yang hendak ia tumpangi. Ada senyum puas saat ia tiba di kampus tepat waktu dan mendapatkan kembalian dari uang yang ia bayarkan.
Dia tersenyum ramah pada setiap mahasiswa maupun mahasiswi yang menyapanya sepanjang jalan menuju kelas. Gosip soal dirinya yang merupakan kekasih dari most wanted kampus tapi datang naik angkot dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru kampus, hingga Jesi menyadari beberapa pasang mata yang menatapnya dengan tatapan aneh. Dari mulai tatapan kasihan, sinis, senang hingga yang tak bisa ia definisikan.
“Itu Jesi kan pacarnya Kak Zidan? dia datang naik angkot.”
“Ah masa? Dia kan anak sultan!”
“Kemarin gue liat dia turun dari ojeg. Gue kira salah orang makanya nggak cerita sama siapa-siapa. Eh ternyata beneran dia.”
“Mungkin orang tuanya udah bangkrut sekarang.”
Meskipun mendengar kasak kusuk tak enak tentang dirinya yang jadi bahan pembicaraan, Jesi tak ambil pusing dan mengabaikannya.
Saat jam istirahat tiba Jesi memilih menemui Zidan, meskipun ia tak ambil pusing soal gosip yang beredar dirinya yang jadi miskin, tapi sekarang ia butuh Zidan untuk sekedar mendengarkan ceritanya. Jesi sudah tak sabar ingin bercerita perjalanan paginya hari ini, setidaknya dia sudah tidak kesasar dan membayar sesuai tarif yang berlaku. Sungguh bisa melalui hal sekecil itu sudah membuat dirinya yang tak biasa naik kendaraan umum merasa bangga.
Tiba di ruang tiga puluh dua Jesi mengedarkan pandangannya ke dalam, tak ada sosok yang ia cari.
“Kak, lihat kak Zidan nggak?” tanyanya pada salah satu mahasiswa.
“Si Zidan udah keluar dari tadi. Gue kira dia mau nemuin lo.”
“Oh gitu. Makasih.” Jesi berlalu meninggalkan kelas Zidan. Dia menghela nafas pelan kemudian meniupkannya ke atas hingga poni dikeningnya sedikit terangkat.
“Pada kemana sih? Nggak Kak Zidan nggak Raya dua-duanya susah dihubungi.” Gerutu Jesi sambil terus melakukan panggilan dengan ponselnya.
.
.
.
Oh Jesi ku sayang tetep semangat yah. jangan dengerin ocehan-ocehan mereka. Biar di kata bangkrut juga kamu tetep sultan.
temen-temen abis baca biasakan like sama komen yah. like sama komen kalian sangat berarti buatku.
favoritkan juga yah biar dapat notifikasi kalo neng Jesi update.