Pertemuan yang tidak sengaja dengan orang yang sangat menyebalkan menjadi awal sebuah takdir yang baru untuk dr. Fakhira Shakira.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Karena keegoisan seorang Erfan Bumi Wijaya yang menyebalkan, membuat Hira mengalami pelecehan. Sejak kejadian itu ia tak bisa jauh dari sang pria menyebalkan.
Rasa nyaman hadir tanpa diundang. Namun sayang sang pria sudah menjadi calon suami orang. Sampai pada kenyataan ia sudah dibeli seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
"Minum dulu, baru cerita." Ressa menarik kursi lalu duduk di depan bosnya. Kali ini ia tidak bercanda tentang tarif konseling karena suasana hati bosnya sangat suram.
"Sa, lo tau kurang dua minggu lagi gue mau nikah?" Ressa mengangguk, ia tau itu bahkan sangat direpotkan karena hal itu. "Lo tau nyokap gue lepas tangan untuk persiapan pernikahan ini?" Lagi-lagi Ressa mengangguk.
"Dan gue dipilih oleh Pak Emran sebagai penanggung jawab program CSR yang di selenggarakan. Niat bangetkan Zaky ngerjain gue. Gak bisa dibantah lagi."
"Emran Faizan pengusaha itu?" Erfan mengangguk lemas. "Kapan programnya dilaksanakan?"
"Besok, berlangsung selama satu minggu, gue disuruh langsung turun tangan mengawasi kelancaran acara. Gila gak, gue diminta mengawasi orang periksa kesehatan. Parahnya lagi teman lo yang songong itu yang dipilih mendampingi." Erfan mendesah frustasi, Ressa ingin tertawa tapi kasihan. Gak ketawa, ini kesempatan bagus mentertawakan bosnya yang menderita. Jadi bingungkan.
"Tenang bos tenang, tarik napas oke."
"Hari ini ada meeting?"
"Jam tiga bos." Erfan melirik jam dinding, masih satu jam lagi bisa digunakan untuk istirahat.
"Oke, thanks cokelatnya." Ressa mengangguk, Erfan menghirup cokelat hangat sambil menarik napas untuk melepaskan segala lelahnya. "Gue tidur bentar, nanti lo bangunin sepuluh menit sebelum meeting ya."
"Siap bos." Setelah mengucapkannya Ressa melenggang keluar dari ruangan.
***
Erfan sudah mengatur jadwal meeting jam tujuh pagi selama seminggu kedepan. Jam delapan ia sudah harus membuat janji dengan beberapa pimpinan perusahaan.
Pantas saja Zaky memintanya, ternyata ini tujuannya agar mudah negosiasi kalau ia yang melakukan. Walau sudah mengatakan setuju terhadap kegiatan yang akan dilakukan, tetap saja ada beberapa perusahaan yang mencoba mengacau jadwalnya.
Saat itulah Erfan berguna atas kelancaran program penyuluhan kesehatan ini. Not bad, pengalaman baru untuknya.
"Tolong anda jangan membentak rekan saya." Ucap Erfan datar dan penuh penekanan saat ada seorang manager yang membentak dan berucap kasar saat Hira ngotot menyatakan waktu penyuluhan tak bisa ditunda lagi sesuai yang telah disepakati pimpinan perusahaan.
Di salah satu perusahaan yang dipilih menjadi tempat penyuluhan juga pemeriksaan kesehatan. Beberapa kepala divisi merasa tidak suka karena pekerjaan karyawannya terganggu. Itulah yang membuat mereka menolak adanya penyuluhan.
Pelayanan kesehatan sudah di siapkan di lapangan luas. Dipasang dua puluh tenda untuk menampung para karyawan dan masyarakat kurang mampu yang ingin periksa dan konsultasi kesehatan. Puluhan tenaga medis dan dokter terjun langsung bersama tim CSR dari berbagai perusahaan yang terlibat.
"Anda tidak seharusnya membela rekan anda, para dokter ini hanya cari muka saja melakukan penyuluhan di sini." Oh Tuhan, ingin sekali Erfan memecat karyawan tidak tahu diri ini, andai merupakan karyawannya. Tidak melihat susahnya mereka menyiapkan semua ini. Hira yang berdiri di sampingnya sudah berkaca-kaca.
"Guntur," panggil Erfan tenang. Guntur yang baru saja sampai langsung mendekat. "Kita ketemu Pak Andra sekarang, bawa sekalian orang ini."
Guntur heran dengan tingkah Erfan, ia baru datang mencek situasi di lapangan. Masyarakat sudah mulai berdatangan, jadi tidak tau apa yang sedang terjadi.
"Orang ini sudah mengurangi waktu kita hanya untuk menghina Hira." Jelas Erfan saat Guntur masih kebingungan. Guntur melirik wajah sendu Hira dengan mata berkaca-kaca.
"OMG, gue bakal digantung Papa Emran dan Papa Rizal kalau buat Hira menangis Fan." Guntur langsung menyeret orang yang dimaksud Erfan, tidak ada perlawanan karena orang itu baru menyadari apa yang diucapkan Guntur.
Erfan menyembunyikan tawanya, masih sempat Guntur bercanda. Tapi ia tidak akan tertawa di sini, image coolnya harus tetap dipertahankan.
"Kamu harus kuat saat berhadapan dengan dunia luar Hira. Tidak semua orang akan peduli dengan perasaanmu." Setelah mengatakannya Erfan meninggalkan Hira mengikuti Guntur. Mau tidak mau Hira mengikuti lelaki yang sangat menyebalkan itu.
Tadi Hira sangat senang saat Erfan membelanya, tapi sekarang manusia itu sudah kembali menyebalkan. Ingin sekali memutilasi sosok yang sedang berjalan di depannya ini.
"Gila Fan, lo sekali bicara bisa langsung membuat manager kebanggaan dipecat." Puji Guntur, mereka berada di ruangan khusus yang sudah disediakan.
"Biasa Tur, gue tau lo lebih ngeri kalau membunuh orang. Makanya Zaky memilih gue, kalau ditangan lo manager tadi bukan dipecat tapi sekarat." Erfan tertawa sumbang.
"Sembarangan, di dengar anak orang bisa takut setengah mati dia sama gue." Guntur berdecak kesal. Ia melirik Hira yang duduk di kursi paling pojok kanan ruangan. Gadis itu sibuk dengan laptopnya sembari menunggu waktu penyuluhan kesehatan, yang akan dimulai jam sepuluh.
Banyaknya peserta yang hadir sehingga penyuluhan dibagi beberapa sesi, yang diisi oleh beberapa dokter yang berbeda. Waktu penyuluhan hanya setengah jam setiap sesinya. Erfan, Hira dan Guntur hadir langsung saat penyuluhan kesehatan dilangsungkan.
Penyuluhan kesehatan hari ini berakhir di sepuluh sesi, setiap sesi diikuti seratus peserta. Jadi sudah seribu orang yang mendapatkan penyuluhan di hari pertama.
Badan Hira serasa remuk, mereka baru selesai merekap data peserta hari ini. Masih ada tugas yang harus ia kerjakan evaluasi. Mereka baru sampai di apartemen Erfan untuk melakukan evaluasi.
Seharian mereka hanya istirahat sholat dan makan, sekarang sudah jam delapan malam. Hira harus berkutat dengan data-data pasien lagi.
"Tur, gue boleh tidur bentar." Mohonnya saat Erfan sedang membeli makan malam, tadi tidak sempat mampir untuk makan karena mengejar waktu. "Gue gak bisa mikir kalau kurang istirahat."
"Iya." Guntur mengambil laptop yang baru diletakkan Hira, melanjutkan pekerjaan gadis itu. Membiarkan Hira tertidur di sofa depannya.
Erfan datang mengucapkan salam, meletakkan makanan ke meja makan. "Tidur?" Ia mengarahkan dagunya pada Hira yang terbaring di sofa.
"Biarin aja dulu, dia kelelahan." Jawab Guntur pelan, Erfan geleng-geleng kepala. "Jangan terlalu keras Fan, hari ini lo sudah puas membentaknya sesuka hati."
"Gue cuma melakukan apa yang harus gue lakukan." Jawab Erfan santai, "ayo makan, bangunin dia." Erfan kembali ke meja makan. Erfan juga lelah hari ini, sangat lelah. Mami tak berhenti menerornya sejak tadi siang.
"Hira bangun yuukk, makan dulu nanti lanjut tidurnya." Guntur menepuk tubuh Hira pelan menggunakan bantal sofa. Hira membuka sweater yang digunakannya untuk menutup mata. Guntur tersenyum gemas melihat wajah bantal Hira.
"Cuci muka dulu, Erfan sudah nunggu. Jangan sampai dia marah-marah lagi." Guntur berbicara lembut, Hira mengangguk lalu menuju wastafel untuk mencuci muka dan tangan.
Hira merasa kikuk saat di meja makan, Erfan menatap tajam padanya. Jelas ia merasa tak nyaman, walau merasa lelah tak ingin berdebat tetap saja emosinya tersulut ditatap seperti penjahat.
"Salah gue apa coba Fan, dipelototin begitu. Kayak gue maling ayam aja." Jujur, Hira tak nafsu makan dipelototin begini, hanya segelas air putih yang diminumnya.
"Lo gak tau kesalahan lo apa?" Tegas Erfan nyaris dengan penekanan sempurna.
"Kalau gue salah ya dibilangin, salahnya dimana."
"Lo tidur, gak menghargai banget. Kita sama-sama capek, bukan cuma lo doang yang capek."
"Oke, maaf." Hira meninggalkan meja makan, lalu melanjutkan pekerjaan yang tadi ditinggalnya tidur.
"Jangan keterlaluan Fan, perempuan sama laki-laki itu beda. Mereka cepat lelah hati dan fisiknya." Ucap Guntur santai, ia tidak ingin ikut campur dan memperkeruh keadaan.
"Kalau dia gitu terus kita gak bakal bisa istirahat malam ini, Guntur." Hira masih bisa mendengar apa yang Erfan katakan pada Guntur. Kenapa manusia yang menyebalkan itu harus hidup di planet ini.
udah untung suami mendukung pekerjaan nya,malah mau di bikinin tempat praktek sendiri, kurang apa coba si erfan