TAMAT 02 NOVEMBER 2023
Ning Aisha menangis setelah King tak sengaja menciumnya. "Jangan dekati aku lagi!"
"Terus, gimana cara Gue jagain Lo, Cengeng?"
"Nggak perlu, aku bisa jaga diri baik-baik! Kita bukan mahram, jangan deket-deket! Setan pasti suka godain Kita, terutama kamu yang nggak kuat iman! Nggak mau shalat. Pasti jadi temen setan!"
"Lo mau dihalalin sama temen setan ini? Bilang! Besok Daddy sama Mom biar ngelamar Lo buat Gue!"
"Sinting..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA-PULUH
-Asyraf King Miller...
"Kenapa?" King menatap aneh gadis 25 tahunan yang heran menatapnya. "Baru liat cowok ganteng beli pembalut?"
Gadis berseragam kasir KO-mart itu menggeleng sambil menahan tawa melihat pemandangan langka di mini market tempatnya bekerja.
Bule blasteran tampan, cool, kuda besi Harley, pakaian yang melekat jelas merek branded, dan pemuda itu justru menyodorkan pembalut wanita bersayap, beberapa bungkus permen, dan sekotak pengaman.
King membayar dengan debit. Lalu keluar toko dan langsung menunggangi motornya menuju hotel kembali.
Sebenarnya bisa saja dia meminta bantuan pada staf hotel. Namun, staf hotel tidak boleh tahu kalau King dan Aisha datang bersama.
Demi tak membuat huru hara, King memesan satu kamar dan Aisha memesan satu kamar lagi dengan pesanan dari akun apeka yang berbeda. Meski nyatanya King dan Aisha tidur di kamar yang sama.
Pernikahan dini mereka harus selalu terjaga kerahasiaannya. Mengingat, sekolah Millers corpora akan mendapat kecaman jika berita ini sampai bocor ke media.
Masalah cctv yang merekam King masuk kamar Aisha, biar Daddy Axel yang akan mengatasinya sebab sebelumnya, King sempat menelepon ayahnya terlebih dahulu.
Tiba lagi di kamar, Aisha yang masih menunggu sudah melongok secuil dari balik celah pintu kamar mandi. Sambil tersenyum nyengir, Aisha mengulur tangan meraih kresek putih darinya.
King duduk melipat kaki di sofa, sedang Aisha kembali menutup pintu kamar mandinya. Dan disaat yang sama, King mulai berhitung pasti, satu, dua, tiga..... Camera, rolling, action!
"Kiiiing!!"
King terkikik geli mendengar teriakan Aisha yang sudah dia prediksikan. "Kamu ngapain beli pengaman?!"
Aisha membuka pintu kembali dan melempar sebungkus kotak piesta padanya. "Jangan ngarep ya! Aku masih datang bulan!"
King hanya asyik terkikik di sofanya. Pintu kamar mandi kembali tertutup dengan hentakan keras. Jangankan buka segel, hanya sekedar ciuman saja sulitnya minta tolong.
Ada saja alasan Aisha mengelak. Pura-pura sakit perut lah, tidak suka bau rokok lah dan setelah dia menyikat gigi, Aisha bilang harus ganti pem-balut.
Bodohnya, King tak pernah bisa memaksa jika Aisha menolaknya. Bahkan, rela membelikan pem-balut wanita demi istri bawelnya.
King yang selama ini menganggap Daddy Axel bucin tingkat dewa, rupanya dia terkena kutukan bucin tingkat amor: dewa erotis.
Diusianya yang masih sangat muda, King harus mengalami kalah dan kalah dari wanita yang lebih lemah. Definisi buah jatuh tak jauh dari pohon.
🖋️~
^^^🖋️~^^^
-Aisha Humaira...
Aisha selesai dengan bersih-bersih. Tubuh didominasi wangi skincare ala hotel, rambut dia ikat ke atas dan tersisa anak rambut yang memenuhi tepi-tepi pelipisnya.
Sambil menatap bayangan wajah cantiknya di cermin, Aisha menggigit jarinya resah. Walau sudah berkali-kali dicium, rasanya, getar jantungnya masih sama kencangnya.
Bukan ingin menolak, hanya takut dia ingin lebih, karena dia sendiri yakin, tidak mudah mengontrol keinginan tubuhnya jika sudah terlarut dalam sentuhan yang melayang.
"Udah?" King membuka pintu kamar mandi, dan Aisha beringsut menatapnya. "Nanti kamu masuk angin di sini terus!"
Aisha menghela napas panjang dan mengangguk tegas. "Jangan takut Aisha!" semangatnya pada diri sendiri.
Aisha berjalan lambat keluar dari kamar mandi, mengikuti langkah kaki King yang menuju ke sofa. Maniknya fokus menatap setiap gerak tubuh King saat duduk di sana.
Pemuda itu menepuk paha yang merentang dengan wajah maskulin. Dan Aisha menuruti saran suaminya.
Sudah berapa alasan yang dia buat hanya untuk menghindar, dan dia yakin semua hanya akan sia-sia.
King berfokus memandangi leher jenjang yang jarang terlihat. King menyentuhnya, dan Aisha yakin King akan membuat jejak di sana.
Aisha pejamkan mata erat-erat ketika King mengikis jarak. Dua tangannya terkepal kuat. Bersiap menahan getaran raga yang sudah seperti ingin meledak.
Dua, tiga, empat, lima, sampai berdetik detik kemudian Aisha membuka kembali matanya dan King baru selesai membuka kalung polos dari lehernya.
Aisha terpaku gagu, begitu King memindah kalung putih mengkilat itu ke lehernya yang tak berlapis satupun perhiasan.
Aisha menatap dadanya. Terjuntai indah kalung itu di sana. "Kamu tau kan, laki-laki haram pakai emas."
Aisha beralih menatap suaminya. Pemuda itu hanya diam menatapnya secara lekat. Aisha sampai berdehem untuk lari dari canggung.
"Gunanya istri itu untuk memisahkan suami dari kejahatan dunia, Ning. Sekarang, kalung ini sudah berpindah ke orang yang tepat."
Aisha memutar bola mata dengan keyakinan tinggi, jika ujung dari kata-kata gombal itu akan bersambung pada area modus.
"Makanya, jadi istri itu harus mau disentuh, digerayangi, di ehm, biar suaminya nggak jadi penjahat di luar rumah."
Aisha mengudarakan keluhan. Prediksi yang barusan sangat tepat ternyata. Gimana jika dia mendaftar jadi cenayang saja?
"Jadi kapan mulainya? Jadi cium enggak?"
"Kamu nggak sabar?" King meledek Aisha dengan cengiran giginya.
"Bukan itu!" Mata Aisha sudah kantuk, dan King masih saja mengajaknya bicara basa basi.
"Kesepakatannya kan Ning yang bilang mau cium King, so, aku yang diem!" Pemuda itu bersandar pasrah lalu pejamkan matanya.
Aisha sempat meneguk saliva yang tiba-tiba terproduksi tanpa sadar. Wajah King, kenapa harus setampan ini? Aisha jadi geregetan!
Aisha berdoa, semoga dirinya tidak sampai bablas dalam menghadapi perfect husband miliknya. Ya, semoga...
Pelan dan hati-hati sekali gadis itu memutus jarak, hingga embusan napas King mulai dia rasa menabrak wajahnya.
Baru mulai menempel bibir meronanya, lantas matanya terbelalak ketika disambut pagutan pemuda itu.
King yakin Aisha takkan pernah mau membuka mulutnya, mungkin hanya akan menempel selama dua jam tanpa pertukaran saliva, dia anggap selesai.
Mana bisa begitu? King menggigit bibir atas Aisha dan ketika gadis itu membuka mulut karena terkejut, uluran benda tak bertulang masuk ke dalam sana.
Aisha bergetar. Setiap hari terbangun di sisi pemuda tampan, terkadang Aisha mendapati dirinya dalam pelukan hangat King.
Sebisa yang dia mampu, Aisha beranjak dari tempatnya tanpa membuat King terbangun sebelum dia shalat dan mengenakan pakaian yang rapi.
Namun, malam ini, tidak, pagi ini, dia kalah oleh keinginan tubuhnya. Aisha bahkan tak kenal dengan dirinya yang sekarang.
Ya..., dirinya yang tiba-tiba berani menarik tengkuk suaminya untuk menuntut kecup mabuk kembali.
King tersenyum, gadisnya ini menggemaskan sekali. Muka merahnya semakin merona dan kian padam. "Kamu suka, Ning?"
Kembali mereka beradu. Namun....
"Cukup, Ning..." King melerai pertikaian sengit bibir mereka. King mengecup kening gadis itu lalu berbaring di sisinya.
Aisha berpindah pada ketiak dengan aroma maskulin itu. Mendongak dan mendapat satu buah kecup lembut lagi.
Masih banyak waktu untuk ini. King lalu merapikan tatanan rambut Aisha yang acak-acakan karenanya.
Pemuda itu lantas menatap Aisha dengan lembut. Sejenak dia ingin menyelami siapa wanita mungil di hadapannya ini.
Ada banyak pertanyaan yang tiba-tiba saja ingin dia lontarkan setelah melihat seberapa intens Aisha melayani dirinya.
"Aku mencintaimu, Ning." Pelukan lembut yang menghangatkan King berikan. "Masih ada satu jam lagi yang kita pending."
"Aku takut bablas," kata King terkekeh. Sakit dan pening juga, tapi tidak mungkin meminta Aisha disaat begini.
Aisha beri pelukan manja. Dan King membalasnya dengan usapan di kepala lalu turun ke punggung gadis itu.
Mendadak, King melankolis di waktu yang cukup lama, ia terdiam memahami arti Aisha di hidupnya yang penuh warna.
"Boleh King tanya Ning?" Aisha mengangguk di dada bidang pemuda itu. "Apa alasan kamu, mau aku kalah? Kamu suka Liam?"
Aisha menggeleng tanpa bersuara. Binar mata itu, King yakin Aisha tak berdusta.
"Terus?"
"Aku takut kamu pergi sama Glo lagi."
King bisa merasakan posesifnya Aisha lewat pelukan yang tiba-tiba erat. "Dia mau bawa kamu ke suatu tempat kalo kamu menang. Aku nggak mau, aku nggak suka kamu pergi."